Lucky

2 1 0
                                    

Sudut pandang Dika

Moodku hancur setelah mendengar pengumuman dari student day programing dan animasi yg menyatakan aku tidak lulus. Ada rasa kesal dan kecewa tapi apa boleh buat toh sudah mencoba juga. Setelah itu aku berkumpul dengan teman-teman di kantin sekedar curhat dan berbagi keluh kesah.

"Gimana Dik? Lu masuk ga?" Tanya salah seorang temanku.

"Engga nih, kayaknya gua mau coba di robotik deh" jawabku lesu.

"Semangat!! masih ada 2x pertemuan buat nentuin student day yang akan lu ambil" jawab Ari menyemangatiku.
Dia teman yg baru kukenal saat kami sama-sama mendaftar student day.

Beberapa minggu lalu, kebetulan kami memang bersebelahan dan saling berkenalan namanya Nuran Harir dipanggil Ari. Dia baik dan tipekal orang yang mudah dekat dengan orang lain, berkulit coklat, dan tidak terlalu tinggi. Dia   pria yg selalu menunjukkan semangat yg menggebu-gebu.

"Iya nih, tadi temen nawarin masuk seni lukis, abis ini gua kesana" jawabku.

"Yaudah gih sono lu coba dulu, udah mau masuk nih gua duluan yak" jawab Ari pamitan dengan sedikit tepukan di bahuku.

"Oh iya santai,  gua abis ini" jawabku sambil mengangguk padanya.

Jujur aku tak ingin masuk kelas lukis karena menurutku, kelas itu kurang gantle untukku, mau taruh dimana mukaku kalau para gadis yg tau aku masuk kelas itu. Banyak kelas lainyang juga sudah banyak terisi penuh, tinggal sedikit waktu yg ku punya dan kelas lukis yg di tawarakan oleh Febby sejujurnya membuatku gundah.

Aku berjalan keluar dari kantin dengan tidak semangat dan menuju kelas lukis, kelasnya memang tak jauh dari kantin tapi beberapa kali aku harus berhenti untuk berbincang sebentar dengan beberapa wanita yg menyapaku dengan ramah, aku tak mau di cap sombong jadi aku akan selalu berusaha bersikapramah  tamah pada siapa saja yg menyapaku terutama wanita.

Kelas semakin dekat, aku dapat melihat di depan kelas sudah ada Febby yg menungguku, dari wajahnya terlihat ia sudah menunggu lama.

Aku menghampiri dan menyapanya riang. Baru saja aku mau mengeluarkan suara, Febby sudah bicara duluan.

"Lama banget sih,yg butuh siapa yg nunggu siapa" ucap Febby kesal.

"Iya sorry-sorry tadi gua nanya temen dulus apatau ada yg sama"jawabku meyakinkan.

"Terus gimana?Mau langsung masuk aja apa mau coba dulu hariini?" Tanya Febby lagi.

"Kayaknya mau coba masuk dulu deh hari ini masih ada waktu juga kan sampe minggu depan buat nentuin?" Jawabku dengan yakin.

"Iya sih yaudah ayok masuk,kasian teman ku di dalem sendirian"

Akhirnya Febby masuk kelas duluan aku mengikutinya dibelakang saat Febby menyapa temannya.

"Vy ini temenku yg aku ceritain tadi" ucapku santai.

Membuat jantung ku berdegup kencangga mungkin kalo Ivy yg dia maksudi Ivy yg itu kan? Tanya ku dalam hati.

"Oh iya mana?" Jawab Ivy.

Deg

Ko suaranya sama ini kalo bener Ivy yg sama, aku bakal masuk kelas ini ga ngurus cari-cari student day lain.

"Loh Ivy? Kamu disini? Kebetulan atau jodoh nih?"Ucapku sembarangan, karena jujur aku sedikit gugup dan senang bisa mulai pendekatan dengannya.

"Loh kamu  yg kemarin itu kan?"Jawab Ivy yg terlihat bingung.

"Iya yg kemarin deket tangga, oh iya belum kenalan aku Nandika Tri Nugraha panggil aku Dika atau sayang juga boleh" jawabku dengan candaan agar kami bisa lebih cepat dekat.

"Oh iya, aku Ivy" tangannya terulur dan aku meraihnya. OMG tanganya halus sekali, sangat halus.

"Iya aku tau Ivy Aether Putri Narendra kan?" Jawabku dengan percaya diri lalu ku ceritakan kejadian saat kelas olahraga dan mereka paham tak lama kelas dimulai.

Karena kelas seni lukis sudah mulai dengan diawali ceramah ringan dari guru lukis serta doa pembuka kelas, kami mulai melukis. Sedangkan aku tidak bawa alat jadi hanya memperhatikan Ivy dan sesekali mengajaknya bicara.

Ternyata kelas lukis tidak buruk, setelah kelas dimulai kami bebas melakukan kegiatan kami baik itu individu maupun kelompok, awalnya kelas akan mendadak gaduh namun tak lama akan kembali sepi, tidak sampai hening.

Karena kebebasan yg di berikan itulah yg membuatku sekarang dapat duduk bersama dengaj Ivy dan Febby serta seorang lagi temannya entah tadi siapa namanya, aku lupa tapi aku diizinkan mereka untuk bergabung dan selama melukis mereka jarang sekali diam selalu berbicara.

Ivy yg sejak awal memang terlihat berkepribadiannya ceria terlihat semakin menarik saat ia dengan lenturnya mengoleskan kuasnya pada kanvas putih itu. Aku benar-benar memperhatikannya, sungguh ia terlihat begitu cantik dari dekat.

Tak henti aku terus menyelipkan kata cantik dan peri cantik setiap berbicara padanya namun ia tidak terlihat memperdulikannya, biasanya wanita akan suka bila di bilang cantik tapi Ivy tidak merespon seperti harapanku.

Tak apa aku taakan menyerah secepat itu, motto ku adalah selama ia masih jomblo maka aku boleh terus mendekatinya.

Sungguh tak terasa kelas sudah berlansung selama 2 Jam dan aku tidak menyangka selama itu pula lukisan Ivy sudah selesai. Lukisan itu bukan hanya membuatku terkejut tapi seisi kelas bahkan guru pembimbing pun sama kagetnya melihat lukisan seindah itu dapat selesai dalam waktu singkat.

Aku memang tidak tau banyak tentang lukisan tapi lukisannya terlihat begitu hidup dan menenangkan. Lukisan yg menggambarkan sebuah air terjun dengan tebing tinggi berlumut di sekitarnya dan terdapat lengkungan yg menyerupai goa di sisi kanan dengan rumbai tanaman rambat di atasnya semakin mengesankan. Tempat itu adalah goa alami yg terbentuk oleh alam, batu-batu kali yg basah dan terkena cipratan digambarkannya dengan detil. Membuat siapa saja yg melihat dapat dengan cepat merasakan sensasi memandang langsung air terjun.

Memang terkadang Tuhan tidak adil, bagaimana dia begitu cantik, anggun, baik, ramah, serta berbakat disaat yang bersamaan. Lebih tidak adil lagi bila ia tidak menjadi milikku. Aku yakin dia pasti akan jadi incaran banyak pria di luar sana. Tidak perlu keluar, teman sekelas kami yg pria sejak awal kelas dimulai tak henti-hentinya melihat Ivy.

Ada saja yg melirik bahkan ada yg terang-terangan memandanginya tapi sepertinya Ivy tidak terganggu akan hal itu jadi akupun tidak begitu memperdulikannya. Yg penting aku di dekatnya dapat berbicara dengannya pasti membuat mereka iri denganku.

Karena kelas sudah berakhir aku mengajaknya pulang bersama, hitung-hitung agar tau alamat rumahnya tapi ia menolak dengan halus dan berkata bahwa ia sudah biasa di antar-jemput oleh Ayahnya.

Seketika aku kecewa tapi juga merasa lega karena itu tandanya ia selalu pulang dengan selamat dan mungkin akan ku coba lagi dilain kesempatan.








15 jun, 21

SheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang