Berdasarkan sudut pandang Aruna
Kami sedang beristirahat setelah sesi karaoke heboh yg menguras tenaga, beberapa dari kami ada yg sedang makan cemilan dan mengobrol sambil merebahkan diri di sofa.Mungkin karena terlalu bersemangat tadi mereka sampai lompat-lompat, dikira ini konser kali sama mereka. Aku, Ivy dan Satya mengobrol berjauhan karena masih di kursi kami masing-masih.
"Gimana udah seneng bisa kesini?" Tanya Satya pada aruna.
"Iya seneng ga? Kemaren-kemaren ngerengek mulu minta kesini" timpalku menyahuti.
"Senenglah, abis kalian kalo kesini ga pernah ngajak kita sih, kan jadi penasaran" jawab ivy sambil sedikit kesal.
Kesal aja bisa seimut ini, vy jangan imut-imut dong jadi pengen culikkan.
"Ya kan tempatnua jauh kirain kalian ga bakal mau gitu" jawabku manahan rasa gemas.
"Ya tanya dulu atuh Aruna~" jawabnya mengemaskan selalu ga mau kalah.
"Iya deh iya aku yg salah" jawabku biar ga makin jadi tingkah imutnya.
"Iya ini semua salah Aruna vy, ide dia itu" sahut Satya mengompori.
"Lah ko gua doang sih ya kan kalian juga ikutan" tak terima di salahkan sendiri.
"Kamu juga salah Satya, semua salah kalian pokoknya!" Jawab Ivy makin kesal.
"Aku kasih permen tapi jangan marah lagi ,deal?" Tawarku pada Ivy.
"Tergantung permennya ky gimana dulu" jawabnya dengan melipat tangan di depan dada.
"Nanti diambilin" jawabku lalu
kami melanjutkan obroal hingga ayah menghampiri kami."Pada ngobrolin apa nih? Ikut gabung dong" kata ayah.
"Silahkan om, Lagi bahas studentday" jawab Ivy riang.
"Oh iya? Ivy ikut studentday apa?" Tanya ayah mulai kepo.
"Seni lukis om hehe" jawab Ivy sedikit malu.
"Serius Ivy bisa lukis?!" Jawab ayah semangat.
"Yah mestinya jangan di kasih tau vy" kataku malas, bakal panjang nih urusan lukis melukis.
"Kenapa sih? Sirik bilang boss!" Seru ayah sewot.
"Engga terlalu om, masih belajar" jawab Ivy membuat perhatian ayah teralihkan dari perdebatan singkat kami.
"Gapapakan baru beberapa bulan jugakan, nanti juga jago" ayah memberi semangat ke Ivy.
"Om juga suka ngelukis loh vy mau, itu lukisan yg di pajang kebanyakan buatan om ada juga yg buatan adek nya Aruna"
"Oh iya? Aku sula lukisan yg di ruang tamu tadi" seru Ivy semangat.
"Sunflower? Om juga paling suka yg itu, bentar om ambil dulu"
Ayah kemabali dengan lukisan berukuran 30x30cm ditangannya dan memberikannya pada Ivy untuk di lihat.
"Jadi tadi kamu diem aja karena ngeliatin ini?" Tanya ayah.
"Iya om, karena posisinya kegantung di sudut dia jadi keliatan lebih menarik" kata Ivy yg masih memperhatikan lukisan timbul sebuah bunga matahari besar dengan latar berwarna hitam.
"Kamu suka? Buat kamu aja kalo kamu suka" ayah menawarkan lukisannya membuat Ivy langsung mendongakan kepalanya.
"Eh ga usah om, kan ini lukisan yg paling om suka" tolak Ivy halus.
"Lukisan ini emang keliatannya simple tapi punya artinya yg besar dan kalo di perhatiin dia siapa aja yg liat bakal suka sama dia, tapi karena di pojokan dan ukurannya yg kecil ga banyak orang yg sadar kehadiran dia. Orang lain cuma tertarik sama lukisan besar yg terlihat seolah menawan"
"Sebuah bunga yg secerah matahari namun seorang diri dengan latar kelabu" jawab ivy menimpali.
"Eh maaf aku asal bicara, kalau aku udah jago lukis aku bakal bikin yg mirip sama punya om" jawab iy mengalihkan pembicaran.
Kenapa Ivy berbicara seperti itu, kenapa seolah membicarakan diri sendiri dan kenapa ia bersikap seperti menutupi sesuatu. Banyak pertanya-pertanyaan dibenakku setelah mendengar kata-katanya tadi.
"Oh ya om tadi bilang aruna punya adek ya?" Tanya Ivy.
"Iya sebentar lagi dia pulang" jawab ayah.
"Jan sampe kalian ketemu nanti ga di bolehin pulang sama dia" kataku dengan nada meledek.
"Heh kalo ngomong" tegur ayah padaku.
"Adeknya ga nyebelin ky abangnya kan om?" Tanya Ivy dengan lirikan sinis padaku.
Aku sadar kalo Ivy belom memberikan maafnya lalu beranjak untuk mengambil permen yg aku janjikan padanya, sampai di dapur aku mencari permen di kulkas dan ketika sudah ketemu langsung saja aku kembali dan memberikanya.
"Nih udah ya damai" kataku sambil memberikan permennya.
"Okey deal" seru Ivy semangat dengan maya berbinar, lucunya.
Tak laka si adek pulang dengan heboh berteriak mengucap salam, setelah melihat kalo ada tamu dia cuma cengengesan karena malu sendiri, ayah memperkenalkan teman-temanku padanya saat ke Ivy ayah membuatku malu dengan tingkahnya.
"Kalo yg ini Ivy calon mantu ayah" bicara ayah dengan percaya diri.
"Woah akhirnya punya kakak ipar, halo kak aku Karina" jawabnya tak kalah memalukan.
"Ko kakak bisa mau sama si Aruna ini sih? Mending cari yg lebih cakep aja kak, mau aku bantuin ga?" Karina bicaranya makin ngawur mana Ivy cuma senyum aja lagi kan jadi beharap
Ayah dan Karina berdebat mengenai Ivy yg sedari tadi diam dan memperhatikan keduanya terkadang bicara sedikit untuk menengahi keduanya.Aku yg kasihan melihatnya juga bingung mau membantu seperti apa.
"Satya diem aja lu bantuin itu anak orang jadi wasit dadakan" kataku.
"Yg ribut kan bokap ama adek lu gimana sih, lu lah yg pisahin" jawab Satya.
"Gabisa gua misahinnya, pikirin cara apa kek"
"Gini dah gua bilang ke yg lain dulu kita balik sekarang ini udah sore juga" ide dari Satya sangat berguna.
Dengan menggunakan alasan sudah sore Satya berhasil membebaskan Ivy dari cengkrama 2 makhluk durjana dan menghasilkan perpisahan yg drematis. Setelah perpisahan yg memakan waktu lama akhirnya mereka bisa pulang.
"Kalian bikin malu, awas aja akanku adukan pada mamah!" Kataku sambil meninggalkan mereka.
🙏🙏🙏