Bagaimana aku bisa mengungkapkan perasaanku waktu pertama kali menginjakkan kaki ke ruangan klub sastra? Sebuah Chandelier hitam yang berkilauan tergantung di atap yang tinggi. Karpet yang empuk. Sofa antik buatan luar negeri. Peralatan makan dari merek-merek terkenal dan mahal seperti Ginori dan Wedgewood yang tertata rapi di dalam kabinet. Perapian yang terbuat dari batu bata. Kemudian rak buku yang menutupi salah satu dindingnya. buku-buku dari luar negeri pun tampak berjajar lengkap, membuat dinding itu seperti karya seni yang dipajang indah.
Saat aku diliputi kekaguman, Karina mengambil sebuah buku dari rak.
"Hugh Selwyn Mauberley karya Ezra Pound. Sangat langka. Buku ini juga bertanda tangan. Silakan kau baca kalau kau mau."
Terkejut, aku menerima buku dengan sampul coklat itu. Aku pernah mendengar gosipnya. Harga buku langka yang diterbitkan tahun 1920 itu mungkin bisa melebihi Rp.100 juta. Sekarang buku itu ada di tanganku. Dengan tangan bergetar, aku membuka samponya dan mendapati tanda tangan Ezra yang ditulis asalan di sudut kiri halaman judul.
"Luar biasa, kenapa benda seperti ini..."
"Aku mendapatkannya dari salah satu koneksi ayah. Di ruangan ini banyak buku-buku langka. Silakan mengambil dan membaca yang mana saja."
Senangnya bisa datang ke tempat ini, begitu pikirku sepenuh hati. Aku memandang rak buku, baris demi baris dengan sungguh-sungguh.
"Sampai di sini saja tur bukunya, ya. Ayo kita minum teh bersama."
Dari arah dalam, seorang siswi membawa nampan.
"Anak baru, ya? Saya wakil ketua klub, Giselle Uchinaga. Mohon bantuannya, ya."
Giselle memberi salam sambil meletakkan cangkir teh dan piring kecil untuk kue tart. Aku juga sudah tahu tentang Giselle sejak masuk sekolah. Teman Karina Cathabell sejak SD. Dia memiliki kecantikan yang berbeda dengan Karina yang cemerlang. Rambutnya hitam panjang dan kulitnya putih mulus. Dia bahkan tidak menggunakan krim bibir. satu-satunya aksesoris yang dia pakai adalah kalung dengan liontin bulan. Meskipun demikian, kecantikannya seperti kabut di pagi hari yang menyegarkan.
Kalau mereka berdua berdiri sejajar, aura yang ada di sekitar mereka seperti berbeda. Seperti top star yang hidup di layar perak. Mungkin seperti itu.
"Karina, bukankah murid ini penerima beasiswa tahun ini?" Giselle bertanya pada Karina.
"Iya. Kelihatannya dia suka dengan buku jadi aku mengundangnya."
"Kalau tidak salah, dalam tes beasiswa ada juga ujian membaca dan menulis kesan, ya. Pasti kau punya mata yang jeli. Kalau kau berkenan, bergabunglah dengan kami. Akan saya nantikan."
Giselle tersenyum ringan dan kemudian menyodorkan kudapan kepadaku. Kue tart stroberi.
" Enaknya...," Tanpa sadar aku bersuara. "Ini kak Giselle yang..."
"Sebenarnya saya ingin mengatakan 'iya' tapi sayangnya bukan. Kami memiliki anggota yang sangat pintar membuat kudapan. Makanan manis sudah menjadi keahliannya. Akan saya kenalkan. Hina, bisa datang ke ruang tamu?"
Giselle memanggil ke arah belakang. Tapi mataku disita oleh interior dan rak buku sampai aku tidak sadar. Ternyata di dalam ada dapur.
"Baru saja aku selesai membakar Madeleine. Mau mencoba?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Main Character
Mystery / ThrillerGadis itu mati. Ketua Klub Sastra, Karina Cathabell, mati. Di tangannya ada setangkai bunga hortensia. Pembunuhan? Bunuh diri? Tidak ada yang tahu. Satu dari ke-lima gadis anggota Klub Sastra digosipkan sebagai pembunuh gadis cantik berkarisma itu. ...