RUMPUT TETANGGA LEBIH HIJAU

197 14 0
                                    


Romlah berkali-kali menghitung uang kontrakan dan jatah bulanan yang diberi oleh Zuki. Jumlahnya tetap sama, tak berkurang dan tak berkembang biak.

“Yaelah, jumlahnya cum lima juta lima ratus ribu,” umpatnya kesal. “Gimana mau beli emas segede punya Munaroh.”

Ibu Zuki  memujit-mijit keningnya. Mencoba mencari solusi agar cepat dapet duit banyak. Makin dicari, solusi itu malah bikin kepalanya nyut-nyutan tak karuan. Belum lagi mulut rasanya pingin ngunyah meski perut masih kenyang.

“Ngopi enak kali ya!”

Munaroh ke luar kamar dan menuju dapur. Rumah tampak sepi hanya tinggal ia seorang. Zuki pergi kerja sedang Munaroh pergi ke toko. Ibu Zuki itu menggeledah setiap laci dan lemari makan untuk mencari kopi dan cemilan. Hasilnya nihil, tak ada stok.

“Miskin banget sih rumah ini?” gerutunya kesal. “Kopi atau kue aja kagak punya. Romlah cemberut.

“Padahal rumah udah gede, mantu kaya, tapi mulut sepi dari makanan enak.” Romlah terus menggerutu tanpa henti.

Langkah kaki akhirmya menuntun ke warung Siti daripada uring-uringan tak jelas. Tampak warung sudah ramai dengan kerumunan ibu-ibu tukang gosip. Tak berapa lama Romlah sudah ikut sama kumpulam ibu itu.

“Wih, gelang Bu Endah gede ya?”

“Bagus lagi modelnya?”

“Tetangga kita yang satu ini memang banyak duit ya?” Komentar beberapa ibu-ibu yang terpukau dengan gelang baru tetangga mereka.

“Ini yang beliin menantu saya, Mirna,” sahut Endah membanggakan mantunya.

“Beneran, Bu?” tanya Siti.

“Bener. “Endah menyakinkan. “Dia baru dapat bonus dari kantornya langsung beliin gelang tiga sekaligus,” lanjutnya berbinar membuat ibu-ibu melongo.

“Tiga, Bu?” seorang ibu kurus bertanya dengan mimik tidak percaya.

“Iya, tiga.” Endah mengangguk-angguk. “Dan tiap gelang ini beratnya 10 gram.”

“Emas murni bukan? Nanti emas muda lagi?” celetuk Romlah membuat semua mata tertuju padanya.

“Ya, emas murni dong Bu Romlah,” sahut Endah santai. “Mantu saya kan seleranya tinggi dan tahu barang.”

“O, kirain.” Muka Romlah terlihat sinis.

“Wah, enak ya punya mantu royal kaya Mirna,” puji tetangga berdaster coklat.

“Tergantung kitanya juga sebagai mertua, Bu,” sahut Endah.

“Maksudnya?” Dahi Siti berkerut.

“Kalau kita sayang, perhatian, loyal dan menganggap menantu itu seperti anak sendiri, pasti menantu akan mengerti cara berbakti kepada orang mertuanya,” jelas Endah.

“Kecuali kalau kita selalu mencari kesalahan menati, mencaci MaIi, ngajakin ribut, ya wassalam,” imbuh Endah. “Seumur hidup menantu ya akan membenci kita.”

“Benar juga ya?” Hampir semua ibu-ibu setuju dengan pendapat Endah. Tapi tidak dengan Romlah. Menurutnya mertua ga harus baik-baikin menantu. Harusnya menantu yang nurut dan berbakti kepada mertua.

**************

Malam menjelang. Keluarga kecil Zuki sedang berkumpul sambil menikmati siaran televisi. Ditemani kopi dan kacang rebus.

“Tahu ga Zuk? Menantu Bu Endah itu royal banget.” Romlah membuka obrolan.

“Royalnya?” tanya Zuki menanggapi obrolan ibunya.

PELIT BIN MEDITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang