14

489 27 6
                                    

Axel menatap laki-laki paruh baya di depannya dengan sorot datar. Setelah seminggu tidak terlihat, ayahnya kembali pulang seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Pria itu langsung duduk di meja makan dan meneguk air putih tanpa menyapa Axel yang masih berdiri di ambang pintu.

"Bunda mana?"

"Kerja."

"Oh."

Axel menghela napas panjang. Cowok itu ingin cepat-cepat pergi dari hadapan ayahnya sebelum emosinya makin memuncak.

"Bilangin ke bunda, uang tabungannya ayah pinjam," kata pria itu membuat langkah Axel terhenti.

"Bisa-bisanya Ayah baru pulang langsung bilang gitu?" ujar Axel tak percaya. "Ga malu, Yah? Ayah tulang punggung keluarga tapi apa-apa bunda yang nanggung."

"Kamu ga tau apa-apa jangan banyak omong!" hardik pria itu lalu berdiri mendekati Axel. "Kamu juga sama kan? Udah gede tapi masih jadi beban buat ayah bunda."

••

"Gimana sama cewek lo yang itu?"

"Ga gimana-gimana. Ya gitu-gitu aja."

Clara memiringkan kepala seraya menatap cowok bule di depannya. "Cantik gitu lo anggurin? Gila lo?"

Angelo mengangkat alis lalu terkekeh pelan. "Ya gimana lagi, hati gue ga milih dia, Clar."

'Hati gue mau lo,' lanjut Angelo dalam hati.

"Jangan gitu lah, Je. Kalau lo ga suka ya tinggalin. Jangan digantungi gitu," decak Clara menatap Angelo kesal.

"Iya, iya." Angela mengacak rambut Clara pelan lalu menghela napas. "Lo sendiri gimana? Sampai kapan mau nyakitin diri sendiri?"

Clara bungkam. Cewek itu mengalihkan wajah dari Angelo, memilih menekuri jalan raya di depannya.

Memangnya kenapa?

Clara hanya tidak bisa berhenti. Otak dan hatinya sama-sama menolak untuk menyerah sebelum Axel menjadi miliknya.

Clara hanya tidak mau membuat perjuangannya selama ini sia-sia. Dia sudah sejauh ini untuk mundur dan melepaskan semuanya.

"Clar?" Angelo memanggil Clara yang sepertinya melamun. "Lo bikin gue cemas."

"Kenapa?" Clara menatap Angelo dengan alis terangkat. "Gue udah gede, jangan perlakuan gue kayak Clara 10 tahun yang lalu."

Angelo menipiskan bibir lalu mendesah pelan. "Tapi di mata gue lo tetep Clara bocah yang selalu nangis tiap gue jailin."

"Ck, jangan bahas itu lagi!" decak Clara malu sendiri bila mengingat bagaimana cengengnya dia dulu.

"Iya, iya." Angelo tertawa renyah sambil mengusap kepala Clara lembut.

"Kalau ada yang nyakitin lo, bilang ke gue ya?"

Angelo sangat menyayangi perempuan di depannya ini. Seluruh dunia Angelo serasa berpusat pada Clara.

Satu-satunya hal yang membuat Angelo rela melakukan apa saja untuk melindunginya, memastikan agar Clara bahagia.

AXELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang