18

638 35 3
                                    

Clara melangkah keluar kelas. Cewek itu berdiri di ambang pintu sambil memperhatikan langit cerah di atas sana.

Napasnya terhela kasar. Moodnya sedang buruk-buruknya. Percakapan tadi pagi di meja makan masih terngiang-ngiang.

Clara sontak mengukir senyum kecut. Dia merasa ... posisinya makin tidak aman dan mulai tergantikan.

Clara tahu hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Perlahan, papanya akan lebih memperhatikan Thalia yang polos dan penurut dibanding dirinya yang urakan dan suka membuat masalah.

Tapi bolehkah Clara egois? Dia tidak suka jika papanya terlalu memperhatikan Thalia, bukan dirinya. Clara ingin memiliki kasih sayang papa seutuhnya, kasih sayang orang tua satu-satunya.

Clara sudah kehilangan banyak hal. Dia kehilangan wanita yang paling berharga dalam hidupnya, kehilangan satu-satunya kakak laki-laki paling baik dan selalu ada buatnya.

Di tengah lamunannya, suara derap langkah kaki membuat Clara melirik. Jantungnya serasa mencelus saat melihat Axel melangkah bersama dengan Regina di sebelahnya.

Tatapan Clara jatuh pada tangan mereka yang saling bertautan. Clara meneguk ludah getir. Dalam hati bertanya, siapa yang mengharapkan kehadirannya?

Rasanya tidak ada.

Axel dan Regina melewatinya. Clara memasang raut sulit. Terlebih saat Regina meliriknya dengan tatapan takut dan merapatkan tubuhnya dengan Axel.

Tatapan teduh dan penuh perhatian itu ... tatapan yang selalu Clara inginkan itu ... adalah tatapan yang Axel berikan pada Regina saat ini.

Clara menatap punggung Axel yang perlahan menjauh dengan raut tak terbaca. Cewek yang tengah berdiri di ambang pintu itu menyandarkan punggungnya pada pintu kayu di belakangnya.

"Lo ngapain, dah?"

Clara melirik pada Hemera yang menatapnya bingung. "Ngapain depan pintu?" tanya Hemera lagi.

"Gabut," jawab Clara lalu menatap lurus ke depan.

Hemera berdecak. Cewek berambut pendek itu lalu melangkah menuju pembatas dan melongok ke bawah. "Mau ke gedung utara?" tawarnya pada Clara.

"Hm?" Clara menegakkan tubuh lalu menggeleng. "Ga usah."

Hemera memangku dagu di atas pembatas lantai dua. Cewek itu memperhatikan lantai empat gedung utara dengan mata menyipit.

"Lagian free class, lo ga mau ke sana? Kayaknya sepi, tuh."

"Lo aja." Clara menolak lagi.

Hemera menipiskan bibir lalu merogoh hapenya dan mengirimi pesan untuk seseorang. "Ya udah." Dia berbalik, menatap Clara sesaat lalu melewatinya, masuk ke kelas.

••

"Oi, Tha, dicariin Morgan, nih!" teriak Mark pada Thalia yang kebetulan lewat.

Cewek berkulit putih itu sontak menoleh dengan wajah terganggu. "Ga dulu," cetusnya lalu beranjak pergi.

Satu meja itu sontak heboh mengejek Morgan yang memasang wajah jengkel.

"Akhirnya ... ada yang nolak pesona lo juga." Darco ngakak sambil mukul meja. Cowok berkulit cokelat itu tergelak puas melihat wajah kesal Morgan.

"Cih." Morgan berdecih lalu menatap Axel yang diam sejak tadi. "Xel, bantuin gue kek," adunya pada adik kelasnya itu.

Axel melirik sesaat lalu menunduk fokus dengan bakso di depannya tanpa merespon Morgan membuat cowok berbadan besar itu mengumpat.

"Ga asyik lo!" ujarnya pada Axel.

"El, El, Regina, tuh!" Darco menyenggol lengan Axel membuat cowok itu mendongak lalu mendesah pelan. "Biarin aja," katanya lesu membuat Darco mengernyit.

"Tumben ga lo samperin?"

"Hm." Axel berdehem singkat lalu menunduk lagi.

Semua orang di meja itu sontak saling pandang dengan wajah penuh tanya. Bukannya belakangan ini Axel dan Regina sudah mulai dekat lagi?

••

"Seneng lo?"

Clara yang tengah mencuci tangan di wastafel jadi mendongak saat mendengar suara dengan nada marah itu.

"Maksud lo apa?" Clara berbalik, balas menatap Regina nyalang. Moodnya sedang tidak baik saat ini dan kehadiran Regina makin membuatnya kesal.

"Lo kan orangnya?" Regina menunjukkan sebuah obrolan dengan seseorang yang entah siapa.

Dahi Clara mengernyit membacanya lalu cewek itu menatap Regina dengan alis terangkat tinggi. "Atas dasar apa lo nuduh gue?"

Regina terkekeh sinis. "Siapa lagi yang selalu sewot tiap gue sama Axel selain lo?"

"Lo pikir gue doang, ha?!" Clara tertawa renyah. "Bego, bego, bego!" katanya menekan bahu Regina dengan jari telunjuknya.

Regina mendelik, langsung menepis tangan Clara kasar. "Lo yang bego!" serunya marah.

Clara diam sesaat lalu tawanya meledak lagi. Cewek itu tergelak senang saat mengingat isi obrolan yang Regina tunjukkan padanya. "Kasian deh lo," ejeknya menatap Regina jenaka. "Mending lo mundur alon-alon aja secara lo ga dapet restu dari nyokap Axel."

"ANJING!" umpat Regina sambil melayangkan satu pukulan ke wajah Clara.

Clara sontak termundur kaget. Cewek itu meringis, memegangi hidungnya yang mengucurkan darah. "LO .... " gumamnya menatap Regina tak percaya.

"APA?! LAGI, HAH?!" Regina menatap Clara nyalang. Napas cewek itu memburu, raut wajahnya penuh emosi dengan tangan mengepal kuat.

Clara melotot menatapnya. Disekanya darah di bawah hidungnya kasar lalu balas menatap Regina penuh amarah. "Lo benar-benar muka dua, ya." Clara mengatakan itu dengan nada kelewat tenang.

"Daripada lo, ga punya muka," balasnya pada Clara.

Clara tertawa renyah lalu menyeka darahnya lagi. "Kalau Axel tau kelakuan lo kayak gini ... kira-kira reaksi dia gimana, ya?"

Regina tidak terlihat takut sama sekali. Dia justru menatap Clara geli lalu terkekeh mengejek. "Kayak dia percaya sama lo aja."

"Oh, ya?" Clara merogoh ponselnya lalu memperlihatkan layar itu pada Regina.

Sesaat, wajah Regina terlihat kaget namun cewek itu dengan cepat menetralkan raut wajahnya. "Gini doang?" Regina menatap Clara remeh. "Lo pikir Axel bakal percaya, hm?"

Clara memasang wajah datar. Dia menurunkan ponselnya lalu memasukkan ke dalam saku rok. Ditatapnya Regina sesaat lalu mengendikkan bahu. "Kita liat aja," pungkasnya lalu melangkah pergi.

Regina memutar tubuh, menatap kepergian Clara dengan raut sulit. "Lo pikir lo bakal berhasil, hm?"

Cewek itu berdecih lalu mencuci tangannya. Dia mengernyit saat mendengar suara seperti orang membidik gambar. Mengendikkan bahu, Regina lalu keluar dari toilet itu dengan cuek.


{}

Regina Geisa

Regina Geisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AXELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang