Clara memandangi video di layar ponselnya dengan tatapan tak terbaca.
Cewek itu melirik Hemera yang sedang tiduran di kasurnya. "Dapet dari mana lo?" tanya Clara pada cewek itu.
"Ada yang kirim ke gue tadi," jawab Hemera fokus dengan hapenya.
Clara mendengus lalu memutar ulang video tersebut. Pada video itu terlihat seorang Regina sedang dikelilingi banyak laki-laki yang menatapnya lapar.
"Dia ngapain coba?" gumam Clara.
"Ngelonte kali," jawab Hemera enteng.
"Ngaco lo!" Clara tidak percaya begitu saja. "Tapi masa Regina main ke tempat begini, anjing?!"
"Emang kenapa dah?" Hemera merubah posisi menjadi duduk menghadap ke arah Clara. "Lo jangan ketipu sama luarnya, Clar."
Clara lagi-lagi teringat dengan kejadian saat di markas Govardan di mana Regina sukses membuat dirinya seperti tukang bully.
"Iya-iya. Tau gue," kata Clara lalu menatap Hemera lama. "Axel tau ga ya?" gumam cewek itu membuat Hemera mengangkat alis.
"Pasti enggak," gumamnya lalu melanjutkan, "Lagian ... kalau Axel tau, ga akan merubah apa-apa."
Bahu Clara melemas mendengarnya. Mau tak mau harus menerima fakta bahwa dirinya bukan apa-apa di mata Axel.
"Percuma lo kasi tau tu cowok." Hemera berusaha mengingatkan Clara. "Dia ga akan percaya sama lo."
"Sekalipun ada bukti?"
"Sekalipun ada bukti," ujar Hemera yakin. "Axel cinta sama Regina tanpa syarat. Hal beginian ga bakal bikin perasaannya berubah."
Clara tersenyum kecut, merasa iri dengan Regina yang bisa menjadi seseorang yang paling Axel percaya.
Posisi yang selama ini Clara inginkan tapi belum bisa dicapainya.
"Kadang ga semua hal yang lo pengen bisa lo miliki, Clar."
Melihat tampang nelangsa sahabatnya, Hemera mengelus lengan Clara lembut.
"Tapi lo punya pilihan. Belajar mengikhlaskan atau hidup dalam harapan semu yang menyakitkan."
••
Clara duduk di sebelah papanya di meja makan. Cewek dengan rambut dikuncir tinggi itu memasang wajah kesal pagi ini membuat Chitaru tidak berani menyapa putrinya itu.
"Kemarin kamu nginep di Hemera?" Johnny bertanya perihal di mana putrinya itu tidur kemarin dan baru pulang pagi tadi.
"Iya." Clara menyahut singkat, fokus dengan sarapannya.
"Thalia."
Clara menoleh sekilas pada papanya yang memanggil Thalia.
"Lusa kamu ulang tahun, kan? Mau dirayain di rumah atau sewa hotel?"
"Di rumah aja, Pa," sahut Thalia pelan sambil melirik Clara takut-takut. "Ga dirayain juga ga apa-apa."
"Loh? Kenapa enggak? Kamu ga pengen emangnya?" tanya Johnny menatap putrinya bingung.
"Pengen," sahut Thalia cepat. "Tapi aku ga mau repotin Papa."
"Enggak dong, Sayang." Johnny mengusap tangan putrinya lembut. "Jadi kamu mau di rumah aja?"
Thalia mengangguk pelan. "Aku ... boleh undang temenku?" tanya cewek itu menatap Johnny memohon.
Johnny mengangguk semangat. "Boleh, boleh banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
AXEL
Teen FictionClara itu egois. Dia menyukai Axel dan melakukan apa saja agar Axel melihatnya. Dari sekian banyak cowok yang bertekuk lutut di bawahnya, yang Clara mau cuma Axel. Hanya Axel seorang. Axel adalah pangeran. Cowok dengan rahang tegas dan tubuh tinggi...