Chapter 13

1.5K 101 6
                                    


Matahari menyembul di balik awan, kejutan
yang tidak disangka-sangka, dan Mikasa harus menyipitkan mata untuk melindungi matanya dari terik sinarnya, menyesuaikan diri. Tak terdengar suara apa pun selain debur ombak yang bergema dari setiap sisi kapal, suara lembut bebatuan saling membentur di bawah gerakan air serta pekik burung-burung camar di atas kepala.

Eren beringsut lebih dekat dengan Mikasa, sehingga tubuhnya menempel di lengan gadis itu.
Matanya memperhatikan cahaya matahari berpendar samar di bekas luka yang dulu pernah ditinggalkannya di pipi Mikasa. Jemarinya bergerak untuk mengelus, kemudian menarik Mikasa ke dalam pelukannya.

"Aku harus pergi, Mikasa."

Sunyi sejenak saat Mikasa mengulangi kata-kata itu berkali-kali dalam pikirannya, memilah-milah untuk mendapatkan maksud sesungguhnya.

"Buanglah syal itu. Kau akan hidup lama setelah aku pergi. Jadilah bebas."

Mikasa membuka mulut untuk mengatakan
sesuatu, kemudian menutupnya lagi. Yang terdengar hanya angin kosong.

Eren menunggu dengan sabar, wajahnya bersih dari segala emosi. Lutut Mikasa mulai gemetar, karena kapal mendadak bergoyang. Bisa ia dengar darah menderas lebih cepat di belakang telinganya sendiri. Suara Eren terdengar semakin jauh.

"Dan tolong Mikasa, lupakan aku."

Kepala Mikasa pusing; sulit rasanya berkonsentrasi. Kata-kata Eren berputar-putar dalam pikirannya, dan rasanya seperti mendengar ucapan dokter di rumah sakit di Trost beberapa tahun lalu, saat mengatakan bahwa kepalanya terbentur reruntuhan. Sakit sekali.

Mata Mikasa terpejam. Liquid bening mengalir di pipinya. Ia berusaha bernapas normal. Perlu mencari jalan keluar dari mimpi buruk ini. Desahnya, rasa dingin menerpa kulitnya. Pria itu tersenyum lembut, dan Mikasa hanya bisa mengeratkan pelukannya.

Matanya terbuka, bergetar aneh oleh embusan angin pelan yang menandai kepergiannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matanya terbuka, bergetar aneh oleh embusan angin pelan yang menandai kepergiannya.

Eren sudah pergi.

.

"Mikasaaa!"

Suara Levi membuyarkan lamunannya. Bibir bawahnya bergetar, dan ia menggigitnya keras-keras.

"Eren...Maaf, aku tidak bisa."

Kedua tangan Mikasa mengeratkan syal yang membungkus lehernya merasakan kehangatan yang menjalar yang telah melindunginya dari musim dingin yang silih berganti.

"Eren ada di mulutnya, aku akan membunuhnya. Bantu aku." Ucap Mikasa yakin sembari menarik pedang dari sarungnya.

Levi yang mendengarnya sedikit tidak percaya. Tapi pada akhirnya tetap melakukan tugasnya. Dengan bantuan Kolosal titan Armin, Levi berhasil menyerang Eren lewat samping, dan mengarahkan thunder spears ke giginya untuk memberi celah Mikasa masuk.

Mikasa masuk melalui gigi Eren yang berhasil dihancurkan Levi. Dapat dilihatnya disana, kepala Eren tanpa tubuh yang terhubung melalui tenggorokannya dengan tulang yang sangat panjang.

FriedenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang