EPILOG

2.1K 128 32
                                    


Kepulan asap hangat menguar dari cangkir putih bercorak bunga. Aromanya memenuhi ruangan, membawa kedamaian bagi seseorang yang sangat maniak terhadapnya. Siapa lagi kalau bukan Levi.

Kecintaannya pada teh memang tidak pernah berubah sejak dulu, salah satu hal yang membawa ketenangan dalam hidupnya yang rumit. Bahkan setelah pertempuran langit dan bumi berakhir, ia akhirnya membuka kedai teh yang sudah diinginkannya sejak dulu.

"LEVI-SAAAN!!!"

"Gabi."

Levi menggerutu sendiri. Memejamkan matanya, kemudian menarik nafas dalam-dalam. Gabi dan Falco, anak kecil yang berani menawarkan kehidupan baginya yang seorang iblis Paradis untuk tinggal bersama di Marley.

 Gabi dan Falco, anak kecil yang berani menawarkan kehidupan baginya yang seorang iblis Paradis untuk tinggal bersama di Marley

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Padahal sudah lima tahun ia hidup bersama mereka, tapi tetap saja suara cempreng Gabi selalu membuatnya tidak nyaman. Gadis kecil itu sudah tumbuh besar, tapi sifat kekanak-kanakannya tidak berubah. Selalu bersemangat dalam keadaan apapun. Mengingatkannya akan sosok pemuda bermarga Yeager yang memiliki sifat hampir serupa.

"Ada apa?"

"Reiner dan yang lainnya akan pergi ke Paradis. Apa kau tidak mau ikut?"

Levi menghela nafas lagi. Ini sudah kedua kalinya Gabi menanyakan hal ini. Sebelumnya memang Armin sudah pernah memberitahunya untuk ikut serta dalam perjalanan ke Paradis, dua tahun yang lalu lebih tepatnya. Saat itu Armin, Jean, Connie, Annie, Reiner dan Pieck dipilih untuk menegosiasikan perdamaian Paradis dan dunia.

Levi menolak. Dengan alasan, penghianat sepertinya tidak akan diterima di sana lagi. Dan lagipula untuk apa dia kembali ke tempat itu, tidak ada yang mengharapkan kehadirannya.

"Mereka akan berangkat tiga puluh menit lagi." Kini Falco yang bersuara.

"Aku tidak ikut."

Gabi memutar otak, jika masalah keras kepala, Levi adalah tandingan bagi dirinya. Mengeluarkan setumpuk amplop yang tampak kusut dari dalamnya, kemudian memamerkannya pada Levi. Gabi tersenyum menyeringai.

"Kurasa Mikasa-san akan menyukai ini."

"I-itu…" Sejak kapan Levi gagap? Entahlah. Jika menyangkut hal seperti ini, otaknya terasa beku, ia tidak menjadi dirinya seperti biasanya.

"Kau seharusnya menyimpan surat-surat ini dengan baik. Aku bisa membantumu mengirimkannya." .

"Dasar bocah tengik!"

Ekspresi Gabi terhibur, ia senang bisa menggoda Levi.

"Maka, cepatlah pergi! Apa kau tidak mau mengejar Mikasa-san? Apa kau mau berakhir menjadi perjaka tua di tempat kecil ini?"

"Aku tidak perlu nasehat, dan aku bukan...perjaka." Sedikit jeda untuk kalimat terakhirnya, namun Levi tetep kekeuh dengan pendiriannya.

"Dasar paman tua mesum!!! Bagaimana aku bisa membiarkanmu mati begini. Padahal kau selalu mengajarkanku untuk tidak menyesal saat mengambil keputusan. Berbicara seolah kau orang paling bijak sedunia. Tapi lihat, kau sendiri malah seperti ini. Tidak bisa mengambil keputusan. Tidak mau bergerak maju. Kenapa kau selalu mempersulit dirimu sendiri, hah?!"

FriedenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang