Cek Poin: Ganteng, nggak?

89 17 50
                                    

Sebagai perempuan perlu juga kan cek poin cowok inceran ituuu!

Sepakat??!

Setelah melakukan panggilan dengan adiknya, pikiran Kanaya terus terkoneksi untuk memikirkan perihal pasangan dan pernikahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah melakukan panggilan dengan adiknya, pikiran Kanaya terus terkoneksi untuk memikirkan perihal pasangan dan pernikahan. Oleh karena itu, tidak ingin banyak waktu habis tanpa melakukan sesuatu, Kanaya melanjutkan pekerjaannya.

Di meja bekerja yang ada di sudut ruang bagian depan, Kanaya menghidupkan laptopnya. Lewat naskah yang tersimpan di diska lepas, Kanaya mulai memindai logika cerita dan struktur kalimat. Hingga waktu larut pukul setengah tiga dini hari, editor fiksi tersebut berkutat dengan pekerjaannya.

Saat tubuh sudah merasa capek dan mengantuk barulah Kanaya mematikan laptopnya. Semua perintilan tulis masih Kanaya biarkan di samping laptop. Hanya diska lepas yang Kanaya lepas dan digenggam.

Punggung yang merasa pegal, Kanaya lakukan pembaringan di kasur. Tangannya masih menggenggam flashdisk saat matanya terpejam.

Jam pengingat salat Subuh berdering. Kanaya hanya bangun untuk menunaikan kewajiban. Kemudian dirinya tidur kembali.

Setengah tujuh Kanaya bangun. Biasanya Kanaya berangkat kerja pukul tujuh, maka ada setengah jam untuk persiapan. Perempuan penyuka bacaan fiksi itu membagi waktu untuk mandi, mempersiapkan penampilan diri serta perlengkapan kerja yang semalam belum dibereskan.

Ini bukan untuk ditiru, mempersiapkan perlengkapan buat kerja saat akan berangkat. Buku agenda merangkap buku catatan, post-it, bolpoin, bolpoin warna, dan tab sudah masuk ke dalam tas. Semoga tidak ada yang tertinggal. Baru akan memakai sepatu Kanaya menepuk dahinya. "Flashdisk-nya kan di tempat tidur," guman perempuan yang merantau di Jakarta.

Dilepas kembali flatshoes andalannya. Sebagai perempuan dengan tinggi 157 cm membuat Kanaya lebih senang pakai sepatu tanpa penambah tinggi. Hal itu membuat dia bisa nyaman ketika berbaur dengan kaumnya tanpa terlihat semakin jenjang atau terlihat pendek. Dan tidak membuatnya timpang bersama laki-laki yang jenjang.

Kanaya meraih diska lepas dengan bandul panjang menyerupai resleting. Perempuan berhijab itu kemudian mengalungkan di leher. Cara paling disukai dalam mengamankan benda kecil yang menyimpan pekerjaannya. Karena sering dipakai dan juga beberapa kali berpindah tangan untuk bertukar fa-il.

Masih memindai ruang, netranya menelisik apakah ada barang yang tertinggal atau tidak. Etelah di rasa aman, semua kebutuhan sudah ada di dalam tasnya, Kanaya mengunci pintu kamar kos dan memakai Vans-nya. Bila ada.yang bilang perempuan multitasking, maka Kanaya akan mengiyakan. Kemandirian hidup membuat editor fiksi itu melakukan beberapa pekerjaan bersamaan.

Telinga Kanaya disumpal pakai earphone wireless. Musik setel nada rendah. Bibirnya ikut bersenandung lirik lagu. Senyum sapaan Kanaya lempar saat berpapasan dengan penghuni lain yang bertemu di anak tangga.

"Pagi anak cantik," sapa Kanaya pada bayi perempuan dalam gendongan ibunya.

Hampir setiap hari ketika berangkat kerja di lantai dasar Kanaya akan bertemu Mety dan putrinya Dania. Terkadang juga lengkap dengan Rizal, suami Mety. Keluarga yang membuat Kanaya selalu mencetak senyum, ikut bahagia melihat betapa manis Mety dan Dania melepas Rizal bekerja.

Pilah Pilih PasanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang