#2: What's Your Intention?

2.1K 444 57
                                    

Laki-laki yang dibalut cardigan berwarna baby blue itu duduk seraya menunduk melihat ponsel yang berada dalam genggam. Matanya sesekali melihat ke arah pintu—dapat ditebak dengan mudah bahwa ia tengah menunggu seseorang datang. Dua kakinya tidak bisa diam sedaritadi digoyangkan untuk menghilangkan gugup. Walaupun sudah mencoba menarik dan membuang napas seperti ibu hamil sedang kontraksi, gugupnya tetap tidak hilang. 

Beberapa menit kemudian, manusia yang ditunggu-ditunggu pun datang. Nathala yang tadinya tengah melihat ke arah pintu langsung membuang pandangan ke arah lain agar tidak kentara bahwa ia sedang menunggu orang itu. Bagaimanapun, Nathala adalah manusia normal yang memiliki gengsi.

"Udah lama nunggunya?"

"Long enough to bake a cake," ucap Nathala dengan nada dingin.

Laki-laki di depannya hanya tertawa kecil lalu duduk di hadapan Nathala, "Gue nggak punya banyak waktu. Jadi, apa yang mau lo omongin sama gue?"

Nathala memisuh-misuh dalam hati. Kiranya ia juga mempunyai banyak waktu untuk berbicara dengan orang ini sejak tadi? Nathala juga sibuk yet he still trying to reach this guy out despite jadwal-jadwalnya yang berantakan hari ini.

"Okay, then. To the point aja karna gue juga nggak punya waktu banyak," Nathala mengendikkan bahu acuh. Kepalang kesal namun bila ia batal berbicara hari ini, niatnya tidak akan tersampaikan. "Maksud lo apa mundur dari siaran radio?"

Satria, laki-laki itu mengernyit tidak paham, "What do you mean? I don't get it." tanyanya.

Butuh segumpal self-refrain bagi Nathala untuk tidak menggebrak meja seraya berteriak marah-marah di depan Satria dengan wajah tak berdosanya yang membuat emosi Nathala bergejolak dan membuat keinginannya untuk menampar laki-laki itu meningkat.

"You was trying to get close with me in the first place, wasn't you? Lo mau dapet pujian dari dosen biar nilai lo di semester ini nggak jelek sampe bikin lo harus ngulang di semester depan. You treat me like a boyfriend and dump me like a shit after. You're a jerk for taking an advantage for your selfish self from me. You son of a bitch, Satria!"

Satria terkekeh sarkas seraya memutarr bola matanya, "Gue nggak ngerti. Dari awal gue emang mau deketin lo karena gue mikir we can be close as friends, right? I think you got me wrong karena kesalah-pahaman yang lo dapet dari asumsi lo sendiri itu?"

"Kesalah-pahaman apa maksud lo? We did night calls, give each other a pet name, call me baby, babe, darling, and others. Yet you still say that's what friends do?" Nathala menekankan kata teman dalam kalimatnya. Masih tidak habis pikir dengan pemikiran laki-laki di hadapannya.

"Well ... yes? I think that's what friends do. What's with the pet name? Night calls? Call each other like a couple? Oh—Aaah, lo ngira gue mau pacarin lo? Sori, Nat. Tapi, gue beneran nggak maksud buat bikin lo salah paham kalo gue mau pdktin lo selama ini. I got no interest in you."

"What the actual fuck, Satria?!"

"Lo bilang lo mau ngomong sama gue. Here I am. Telling you the truth biar nggak ada lagi salah paham antara lo sama gue. Gue beneran nggak ada maksud apa-apa. There's nothing between you and me. We're nothing, Nat. Sori."

Nathala menarik napas panjang seraya tersenyum miring walaupun ia sudah mencoba sabar sedaritadi. Ia masih mencoba mencerna semua yang dikatakan oleh Satria. Lagipula, kalau dari awal memang tidak memiliki tujuan apapun, mengapa harus repot-repot membuat Nathala salah paham dengan semua perlakuannya selama ini? He even start to questioning himself whether he's really fall in love with Satria or it's just fall in love the way he treats Nathala?

Jakarta, Lost Soul.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang