Suara petikan gitar terdengar memenuhi ruang tamu bernuansa temaram tersebut karena lampu yang tak sepenuhnya dinyalakan. Ditambah scented candle yang terbakar di ujung ruangan membuat tempat itu dipenuhi wewangian yang menenangkan. Nathala tersenyum seraya menerka-nerka apa kunci gitar selanjutnya dari lagu yang ia mainkan. Sedangkan Arash, sang pemilik rumah, menghampiri laki-laki itu dan ikut duduk di sofa sembari membawa sebuah piring berisi makanan.
"Lu bisa main gitar?" tanya Arash setengah terkejut. Sontak membuat Nathala menggeleng kecil seraya terkekeh. "Bisa sedikit. Soalnya dulu pas SMA sempet ambil ekskul musik," jawabnya.
Arash kemudian mengangguk paham lalu menyodorkan piring makanan milik sang laki-laki Agustus. "Ini nasi gorengnya," ujar Arash.
Sudahkah Nathala mengatakan bahwa nasi goreng milik Arash sama lezatnya dengan nasi goreng yang dijual dipinggir jalan dan dimasak dengan tangan ajaib? Saat pertama kali Nathala mencicipi nasi goreng yang dimasakkan oleh Arash, Nathala langsung jatuh cinta pada rasa yang tertuang dalam piring berisi nasi berwarna coklat tersebut. Maka dari itu, sebagai hadiah dari Arash karena Nathala telah menyelesaikan magangnya, Arash sepakat untuk membuatkan Nathala nasi goreng spesial dan tentu disetujui oleh laki-laki yang memang menyukainya.
"Yakin mau nasi goreng aja? Nggak mau yang lain? Di kulkas masih ada lauk pauk tinggal dimasukin ke microwave," tawar Arash yang lalu dibalas dengan gelengan oleh sosok yang kini tengah menyantap sepiring nasi goreng.
"Ini udah enak kok. Apalagi pake cabe-cabe gini. Gue suka banget. Makasih ya udah masakin hehe." Nathala tersenyum. Membuat Arash tertawa kecil melihat wajah yang ditunjukkan oleh sang lawan bicara.
Tangan Arash lalu beralih mengambil gitar yang tergeletak di atas meja. Jemarinya kemudian memetik senar-senar yang terpasang pada alat musik tersebut. Kepalanya mendongak menatap Nathala yang sibuk makan. "Waktu SMA suka lagu apa?" tanya Arash.
"Hmm?"
"Lu waktu SMA kalo mainin gitar lagunya apa?"
"Apa ya ... lagu Maliq kayaknya? Maliq & D'Essentials yang judulnya Untitled."
"Terus apa lagi?"
"Mmmm," jeda Nathala seraya berpikir. "Sempurna. Andra and the Backbone."
"Really?"
"Mm-hmm, whyyyy?" Nathala tertawa melihat wajah Arash yang nampak terkejut setelah ia mengatakan jawabannya.
"I was gonna play that song. And very fun fact, lagu itu juga lagu pertama yang chord-nya bisa gue hafal. Fully."
"What a coincidence. Mainin dong lagunya," pinta Nathala yang berakhir mendapat gelengan dari sosok yang duduk di sebrangnya.
"Not now, I guess. Gua mau mainin lagu lain aja." Arash membalas seraya tersenyum kecil. Kemudian petikan gitar mengalun memenuhi kesunyian yang hinggap di antara keduanya.
"Tuan Nona Kesepian?" terka Nathala yang tertawa kemudian Arash pun ikut tertawa seraya mengangguk.
"Tuan kesepian, tak punya teman.
Hatinya rapuh tapi berlagak tangguh.
Nona tak berkawan, tak pernah rasakan cinta.
Sungguh pandai berkhayal, mimpi itu alamnya.
Mereka berdua bertemu di satu sudut taman kota.
Berkata tapi tak bicara.
Masing-masingnya menganalisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jakarta, Lost Soul.
FanfictionNOMIN ╱ JENO JAEMIN Awalnya Arash hanya iseng mendengarkan Sanctuary Radio yang disuarakan lewat seonggok radio lama milik sang Ayah pada seluruh penjuru Jakarta, kota sibuk yang tidak kenal istirahat bersama dengan penyiar radio yang ia kenal berna...