Nathala bergerak meregangkan otot-otot tubuhnya setelah menyelesaikan pekerjaan miliknya yang tertera di dalam laptop. Netranya lalu bergerak menatap ke arah jendela, menemukan langit yang kini berubah menjadi gelap. Ternyata hari sudah larut. Sang laki-laki tidak menyadari hal tersebut karena terlalu sibuk berkutat pada pekerjaannya.
Hari ini adalah hari terakhirnya menjalani masa magang. Karena ia memang hanya mendapatkan waktu magang dalam waktu satu bulan—waktu yang sangat singkat. Namun, berkat masa magang ini Nathala mendapatkan begitu banyak hal baru yang dapat dijadikan pengalaman. Walaupun terasa melelahkan, menurutnya, menjalani masa magang selama sebulan terakhir sungguh terbayar.
Dalam diam, ia mematri senyum tipis mengingat pagi hari tadi, teman-temannya telah berjanji untuk menjemputnya sebagai tanda berakhirnya masa magang Nathala. Mereka juga merencanakan untuk makan bersama di salah satu restoran yang terletak tak jauh dari perusahaan tempat Nathala magang.
Dengan segera Nathala bangkit lalu merapikan barang-barang yang berserakan di atas meja. Memasukkan satu persatu ke dalam tas kanvas miliknya sebelum berpamitan dan mengucapkan terima kasih kepada beberapa karyawan yang masih tersisa di dalam ruangan, terutama kepada staff senior yang sudah membantunya selama satu bulan terakhir. Setelahnya ia melangkah menuju lift untuk turun ke lantai dasar dan menghampiri teman-temannya yang sudah stand by di depan lobby. Nathala tersenyum seraya melambaikan tangannya.
"Widiiiiih, teman sibuk kita sudah datang nih," komentar Sakha begitu Nathala masuk ke dalam mobil. "Gimana hari ini, Nat? Udah dimarahin atasan belum?"
"Sembarangan. Kerja gue bagus yaaaa makanya nggak dimarahin," jawab Nathala.
"Nat, ini restorannya ke arah mana?" tanya Adnan yang kini bertugas untuk mengemudikan mobil. "Keluar dari sini lurus aja terus nanti belok ke sebelah kiri, terus lurus dikit, nanti restorannya ada di sebelah kanan tapi parkir di depannya aja. Soalnya parkiran mereka biasanya penuh," Nathala kembali menjawab.
Setelah mengerti arahan Nathala, Adnan kemudian melajukan mobil menuju salah satu restoran yang dimaksud. Restoran tersebut menyajikan berbagai menu masakan Indonesia yang cukup terkenal dengan harga yang masih terjangkau bagi mahasiswa seperti mereka.
Menghabiskan waktu bersama seperti ini membuat keempatnya kembali teringat pada masa-masa mereka masih menjadi mahasiswa baru. Bertemu melalui ospek yang diadakan universitas, tak terasa kini keempatnya sudah dekat pada hari kelulusan.
"Lo inget nggak dulu si Rama planga-plongo kayak bocah dongo terus si Nathala paling bacot coba buka topik tapi ini bocah cuma hahehoh," Sakha membuka percakapan mengulik masa lalu yang sudah lama terlupakan. "Gua inget banget anjir si Nathala dulu tuh saking nggak bisa diemnya mau diiket sama kakak-kakak ospek cewek yang galak." Adnan ikut menimpali ujaran Sakha.
"Namanya juga bersosialisasi! Harus bacotlah. Kalo nggak bacot nggak bakal punya temen. Buktinya sekarang temen gua banyak 'kan! Walaupun nggak banyak-banyak amat." Nathala terkekeh seraya menyantap nasi goreng seafood yang tersaji di depannya.
"Sakha juga dulu sok akrab anjir. Pas gue di toilet nih anak tiba-tiba hai-hai. Untung hai-nya pas lagi cuci tangan bukan pas lagi buang air kecil. Kalo nggak gue teriakin cabul," komentar Rama membalas ledekan Sakha yang tertuju padanya tadi. Sontak Sakha tidak terima. "Cabul gigi lo. Yang ngelirik-lirik duluan 'kan lo!" tuduh Sakha.
"Dih?!!!!! Kok jadi gue!???!!" Rama melotot. "Tuh si Adnan! Pas ospek juga dia ngedip-ngedip nggak jelas pengen gue getok kepalanya!"
"Gua diem aja daritadi tetep kena, anying."
Nathala tertawa geli melihat teman-temannya saling menunjuk satu sama lain. Memang salah menyatukan Rama dan Sakha dalam satu ruangan. Kedua orang itu sama-sama kompetitif dan tidak mau kalah bahkan dalam hal meledek satu sama lain. Tak heran Adnan seringkali menjadi korban cekcok keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jakarta, Lost Soul.
FanfictionNOMIN ╱ JENO JAEMIN Awalnya Arash hanya iseng mendengarkan Sanctuary Radio yang disuarakan lewat seonggok radio lama milik sang Ayah pada seluruh penjuru Jakarta, kota sibuk yang tidak kenal istirahat bersama dengan penyiar radio yang ia kenal berna...