11. Siapa Itu?

1K 104 6
                                    

"BAJINGAN KEPARAT SIALAN! KELUAR BANGSAT!" seorang pria dewasa menendang pintu besar dari kayu kualitas terbaik itu dengan sekuat tenaga.

Dengan pakaian dan tubuh yang sangat berantakan, jelas terlihat banyak bercak darah di pakaian dan wajah pria itu. Dengan tangan kiri memegang sebilah pedang tajam dan tangan kanannya menggenggam senjata api.

Pandangan sebuah rumah bernuansa gelap malam hari dengan banyak mayat tergeletak di sepanjang lorong-lorong rumah itu. Entah kepala, tangan, kaki ataupun bagian tubuh lain yang terpotong-potong berserakan di mana-mana. Ghaisan, pria itu sekarang seperti seorang pembunuh berantai yang sedang dalam mood membunuh yang tinggi.

Melangkahkan kakinya ringan sembari mengawasi sekitar. Pedangnya di seret hingga menimbulkan suara nyaring mengerikan kala berbenturan dengan lantai marmer, dengan mata tajamnya fokus pada satu titik. Senyum lebar mengerikan muncul.

"Ketemu," suara rendah Ghaisan.

Ghaisan membidikkan pistolnya lurus pada target. Sedikit lagi pelatuk pistol itu ditarik, tapi tiba-tiba tangan kanannya di tendang menyebabkan pistolnya jatuh menghantam lantai marmer bermotif bercak darah.

Orang yang menendang tangan Ghaisan meletakkan ujung pistol pada kening sebelah kanan Ghaisan yang masih menunduk.

"Kau kalah."

HAHAHAHA!

Suara tawa Ghaisan menggelegar seolah mengejek sang lawan. Berhenti, Ghaisan segera mengayunkan pedangnya mencoba memotong tangan lawan, tapi gagal. Refleks lawan terlalu cepat. Dengan cepat Ghaisan memojokkan lawan dan mengunci pergerakannya dengan pedang berlumuran darah berada tepat di depan leher lawan.

"Kau, jangan menggangguku sialan!"

Brakk

PRANGGG

Ghaisan dengan cepat menengok ke arah suara yang berasal dari ruangan tertutup. Tak ingin berlama-lama, Ghaisan segera menebas kepala lawannya dan pergi tanpa rasa bersalah. Ghaisan berlari dan mendobrak pintu ruangan tadi, kosong. Hanya menyisakan jendela kaca yang dipecahkan terbuka lebar. Ghaisan mengamati jendela yang menghadap langsung ke hutan itu, ada jejak darah yang lumayan banyak.

Orang itu pasti terluka dan tidak akan bisa berlari dengan cepat. Ghaisan melewati jendela itu dengan mudah tanpa tergores, berlari ke arah pagar dan melompatinya. Sekarang benar-benar berada di depan hutan gelap yang menakutkan bagi siapapun yang berada di sana, tapi tidak dengan Ghaisan.

Kakinya terus melangkah dengan hati-hati agar tak menimbulkan suara. Mengikuti rumput dan dedaunan yang ternoda darah segar.

.
.

Seorang pria paruh baya dengan napas tersengal-sengal berhenti di sebelah pohon yang lumayan besar, duduk bersender disana, menyobek  sedikit baju yang ia kenakan lalu melilitkannya pada kaki kirinya yang terluka akibat kecerobohannya sendiri.

"Tak kusangka ini terjadi begitu cepat. Anjing itu--"

Srekk

"Hai pak tua. Sepertinya kau senang sekali bermain petak-umpet ya? Kau sudah ku temukan, sekarang ..." Ghaisan menebas semak-semak yang menjadi tempat persembunyian pria itu.

Ghaisan mendekat dan berlutut dengan satu kakinya menyamakan tinggi dengan pria paruh baya tersebut. "... katakan pesan terakhirmu sebelum aku mengirimmu ke neraka."

Pria tersebut menatap wajah Ghaisan lama, lalu sebuah senyum terbit dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. Pria itu mencondongkan dirinya mendekati Ghaisan yang menatapnya heran, tangan penuh darah pria itu sedikit terulur ingin membersihkan noda darah pada wajah Ghaisan yang berada di depannya.

Si Kembar Zayn-Zyan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang