﹝selamat membaca﹞
Kecelakaan maut yang terjadi di Lembang mengakibatkan 31 dari 44 orang meninggal dunia. Peristiwa ini melibatkan sebuah bus pariwisata dan sebuah kendaraan APV yang jatuh ke jurang pada Senin, 7 September 2020.
───────
Keheningan menyelimuti tanpa ragu, tatkala malam semakin kelabu. Dingin dan kantuk membelenggu, sekuat mungkin meredam keluh.
Jemarinya terkepal menahan dingin. Sejak tadi dihujam angin dari air conditioner di sudut sana.
"Joa," panggil seorang puan. Lorong rumah sakit nampak sepi karena jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari.
Sang empunya pun menoleh, melirik Bunda yang kesulitan membawa tas besar dan sekeranjang buah. "Biar Joa aja yang bawa," katanya seraya mengulurkan tangan dan mengambil alih barang yang dibawa Bunda.
Perlahan beliau menggosok-gosok tangannya, "Kamu ngga tidur?"
Seulas senyum ia berikan. "Belum, nungguin Bunda."
"Padahal Bunda cuman ke depan sebentar. Kamu istirahat aja ya, sayang."
"Kagok." Didorongnya pintu kamar perlahan, tangannya mengarah ke dalam, "Silahkan masuk, nyonya."
Bunda yang sedari tadi menahan dingin terkekeh pelan. "Apa sih kamu, lebay."
Keduanya melangkah memasuki sebuah ruangan yang penuh dengan bunyi alat penopang hidup. Mata bunda kelihatan sayu, kalau dalam bahasa Perancis, matanya udah lima Watt.
"Sok atuh Bunda tidur, da masih subuh," ujar Joa yang sibuk mengusap-usap telapak tangan bunda yang dingin.
"Anak Bunda juga harus tidur, ya."
Joa hanya berdehem kecil. Tangan besarnya mengambil kain putih dari tas yang dibawa Bunda.
"Biar anget." Ditariknya selimut sampai sebatas leher Bunda.
Nampaknya Bunda sudah masuk ke alam mimpi. Kini netranya beralih menatap gadis yang berbaring tak sadarkan diri. Dua puan kesayangan Joa, kalau lagi kalem bikin adem.
Dielusnya perlahan surai kehitaman itu. "Kapan mau bangun, hm?" Ia menghela napas. "Jangan bobo lama-lama, nanti badan kamu pegel-pegel."
Padahal sudah tahu tidak akan dijawab, tapi mulutnya tak berhenti bergerak melantunkan berbagai kata yang begitu menghangatkan.
"Kalo ngga mau bangun nanti ngga akan aku beliin Chatime lagi," kata Joa main-main. Niatnya bercanda, tapi malah mengundang air mata.
Tangis Joa luruh. Kini tubuh tegaknya mulai menunduk menatap jarum infus yang melekat di telapak tangan gadisnya.
"Aya ... kangen ...," isak Joa.
• • •
Drrt drrt
Joa mengambil ponsel di atas nakas, jemarinya bergerak mengangkat telepon dari Maia.
"Halo, Aya."
"Aga, aku udah mau pulang ke Bandung," katanya. "Tau ngga? Di Lembang seru banget sumpah, jadi ngga mau pulang."
Maia memang seringkali menyebut Joa dengan panggilan 'Aga'. Katanya sih, biar nama mereka mirip. Aga dan Aya.
"Dih. Gaya-gayaan ngga mau pulang."
"Males di Bandung ada si Edar, tapi kalau ada kamu mah ngga apa-apa." Kini kedua sudut bibir Joa terangkat sempurna. Bisa-bisanya dia digombali, padahal 'kan harusnya sebaliknya.
"Bisaan gombalna euy," goda Joa. "Dah jangan telponan di mobil, aku tutup ya. Kamu hati-hati."
Diletakkannya ponsel ke tempatnya semula. Hatinya bersenandung senang. Tidak sabar, bertemu lagi dengan gadis kesayangan yang kerjaannya teriak-teriak dan pecicilan.
Tapi, semesta berkata lain. Bukannya harsa yang datang, malah lara yang tak berkesudahan.
Pantaskah berharap lebih pada Tuhan?
﹝bersambung﹞
❥ Joaquin Svarga
❥ Maia Erina Ellga
───────
all rights reserved
© arclatein, 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Eunoia ✓
Teen Fictionshort story; ft. winter, sungchan "Pada akhirnya, lantunan kenangan hanya untuk merayakan kepergianmu di bawah musim penghujan." © arclatein, 2021.