﹝selamat membaca﹞
Derai hujan begitu lebat, sampai-sampai dua manusia tampan rela basah kuyub demi membeli sekotak martabak.
"Pan, martabaknya berubah wujud jadi martabak kuah," ujar Haidar sambil merapikan rambutnya yang agak lepek.
"Aneh pasti rasanya," jawab Jevan.
Setelah selesai merapikan baju dan rambut, keduanya masuk ke lobi rumah sakit. Padahal baju mereka basah kuyub, pulang-pulang masuk angin pasti.
"Joa!"
Yang dipanggil segera membalikkan badan, menatap lekat pada dua manusia yang terlihat seperti habis keluar dari kolam renang.
"Ini kalian lagi cosplay jadi film India? Hujan-hujanan berdua meni so sweet pisan." Joa tertawa renyah.
Jevan menyibakkan jaketnya menimbulkan percikan air hujan terbang bebas kemana-mana. "Sekate-kate lu. Nih martabaknya Bunda," katanya seraya menyodorkan keresek putih berisi martabak kuah.
"Kayanya jangan kasih Bunda deh. Liatin jibrug gitu kotaknya. Baseuh," ujar Haidar.
"Geuleuh siga beungeut maneh, Dar," kata Jevan.
﹙Jijik kaya muka lu, Dar.﹚"Anda ngajak baku hantam?" tanya Haidar, atau yang biasa dipanggil Edar.
Selang beberapa menit, Jevan dan Haidar sudah selesai berganti pakaian.
"Woi, Joa," panggil Haidar.
"Paan?"
"Kolor maneh badag pisan. Logor di aing."
﹙Celana dalem lu gede banget. Kegedean di gue.﹚Joa melempar handuk basah tepat pada muka gantengnya Edar. "Bukan punya gue Bambang. Tadi gue nyolong di Indomaret. Maklumin aja."
"Ngga modal."
"UDAH DIBELIIN KOK NGELUNJAK YA."
• • •
Bunda datang membawa dua gelas coklat panas. "Kasihan kalian jadi keujanan. Nih minum dulu biar anget."
"Makasih bunda sayang," ujar Jevan seraya menunjukkan eye smilenya.
"Mohon maaf nih, anaknya Bunda sebenernya siapa ya?" celetuk Joa.
"Lu udah dipecat jadi anaknya Bunda. Sekarang gue anak resminya," jawab Jevan
"Edar juga anak Bunda, ya 'kan Bunda?" tanya Haidar dengan nada yang diimut-imutkan.
"Mata gue ternodai liat si Edan."
"EDAR. E - D - A - R. EDAR," katanya seraya mengeja namanya.
"Lah kok ngamok."
"Hey, jangan ribut dong. Nanti Aya bangun kalian kena timpuk remot AC loh," sahut Bunda.
Ketiganya pun terdiam dan melirik ke arah brankar. "Aya, bakal bangun 'kan?" tanya Haidar dengan nada rendah.
Seisi ruangan mendadak pilu. Joa yang sedari tadi diam hanya menghela napas gusar. "Udah tiga bulan, ngga tau harus nunggu berapa lama lagi."
7 Desember 2020. Itulah tanggal yang tertera pada kalender di dinding lemari. Ternyata, sudah selama itu Maia tidur panjang.
Jevan menepuk-nepuk pundak sobatnya. "Pasti bangun lah. Pikiran lu ini harus positif, pasti ada waktunya dia bangun. Mungkin ngga sekarang."
"Gue ramal Aya bakal bangun nanti siang," sahut Edar dengan gaya khasnya.
"Loba gaya. Geus sore belegug," sahut Joa.
﹙Banyak gaya. Udah sore bodoh.﹚"Joa ...," kata Bunda.
"Maaf, Bunda."
Haidar cekikikan melihat Joa bergeming di hadapan Bunda. Perlahan maniknya menangkap sesuatu yang membuat jatungnya berhenti sekejap.
"TANGAN AYA GERAK WOI," katanya.
Joa berjalan cepat menghampiri Maia yang masih terbaring. "Aya ...."
Yang lain pun turut menghampiri dan berdiri di samping brankarnya Maia. "Lu ngga lagi bercanda kan, Dar?" tanya Jevan.
"Heh, kapan gue pernah bercanda?"
Sering, monolog Jevan dalam hati.
Joa tak berhenti menangkup telapak tangan Maia. Mengelusnya perlahan, menyampaikan bahwa ia akan selalu ada di sisinya.
Setetes cairan bening keluar dari sudut mata Maia.
"TUHKAN BENER. LIAT DIA NANGIS OMAYGAT."
﹝bersambung﹞
❥ Haidar Danuarta
❥ Jevan Elvano
───────
duh edar kasep pisan euy
KAMU SEDANG MEMBACA
Eunoia ✓
Teen Fictionshort story; ft. winter, sungchan "Pada akhirnya, lantunan kenangan hanya untuk merayakan kepergianmu di bawah musim penghujan." © arclatein, 2021.