08┊terdepak sebelum menerkam

313 124 90
                                    

﹝selamat membaca﹞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

﹝selamat membaca﹞

Deg

Lengan Jina kini sudah melingkar di pinggang Joa, memeluknya- erat.

"Heh lu ngapain." Joa berusaha melepaskan pelukan dari teman seperjuangannya dengan sekuat tenaga.

Setelah terlepas, manik keduanya beradu. Lagi-lagi Jina menatap lelaki di hadapannya dengan tatapan sendu, berharap kalau angannya tak akan berakhir semu.

"Aya udah lupa sama lu," ujarnya dengan nada rendah.

"Terus apa masalahnya sama lu?"

"Lu udah nunggu dia selama tiga bulan. Sekarang Aya udah balik, tapi dia ngga inget sama lu. Emang ngga capek? Gue ngga akan bikin hati lu sakit, Jo ...."

Kini Joa mengacak rambutnya kasar, kedua alisnya hampir menyatu. "Kita udah pernah bicarain ini 'kan."

"Ya tapi-

"Mau Aya koma, amnesia, sakit, berubah jadi tuyul kek, mermaid kek, kalo gue sayangnya sama Aya, lu bisa apa?"

Bagai dihujam petir, Jina terdiam. Lebih tepatnya menenggelamkan rasa sakit dalam diam.

"Maaf, Jina." Joa menjeda kalimatnya, "Gue cabut sekarang."

• • •

Joa menghentikkan motornya di pekarangan rumah. Desir anila menemu surai kecoklatan miliknya. Kini tungkainya bergerak masuk ke rumah.

"Bunda, Joa pulang." Harum kue menyapa indra penciumannya. Lantas ia mendaratkan tubuhnya dan duduk di sebelah Bunda yang sedang menonton televisi.

"Eh, udah pulang," ujar Bunda.

"Meni wangi kieu. Bunda malem-malem bikin brownies?" tanya Joa sambil menyomot sepotong brownies.

"Bukan, tadi dikasih tetangga. Katanya dia bikin banyak jadi dikasih satu buat Bunda."

Joa ber-oh kecil sambil mengunyah brownies. "Eh iya, Bun, Aya di mana?"

"Di kamar lantai dua."

Senyumnya melebar. Ia bangkit dan melesat pergi ke lantai dua. Beberapa detik kemudian, dia turun lagi dan berdiri di sebelah sofa yang diduduki Bunda, "Joa mau ijin ngajak Aya jalan-jalan, boleh? Malam mingguan gitu ...."

Bunda menoleh, "Ya boleh atuh, tapi jangan kemaleman pulangnya."

Joa bergegas naik dan mengetuk pintu bernuansa putih itu. TOK TOK TOK. "Aya, main yuk."

Tidak ada jawaban.

Sudah dua menit lamanya Joa menunggu, tapi tidak ada tanda-tanda kalau Aya akan membukakan pintu. "Udah tidur gitu? Ih da masih jam setengah tujuh."

Dengan mengumpulkan keberanian, Joa menggenggam gagang pintu dan mendorongnya pelan. Netranya mengintip sedikit, namun tidak ada sosok manusia pun di dalam sana.

"Naha eweuh." Akhirnya ia berlari kecil dan kembali ke lantai satu.

"BUNDA, AYA NGGA ADA DI KAMAR, AYA ILANG, BUN," teriak Joa.

Bunda yang sedang asik menonton televisi pun lagi-lagi menoleh pada putra bungsunya. "Masa ilang, ngga mungkin atuh. Aneh kamu mah."

"Ya tapi ngga ada," katanya sambil menghentakkan kaki. Gemas.

"Eta si Aya di dapur, boga panon nteu maneh teh?" ujar Bang Thama.
﹙Itu Aya ada di dapur, punya mata ngga lu?﹚

﹝bersambung

alamak ini boom update soalnya biar langsung tamat ueueueueueueu

Eunoia ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang