06┊atraksi kursi roda

403 158 192
                                    

﹝selamat membaca﹞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

﹝selamat membaca﹞

"Ssstt, Aya beneran amnesia gitu? Ngga bisa balik gitu? Coba jedotin palanya ke tembok, kali aja balik lagi ingatannya gitu." Haidar tak berhenti mengoceh sejak tadi. Masalahnya, ini anak ngocehnya tepat di depan kupingnya Jevan.

"Lu kalo ngomong biasa aja napa, ngga usah deket-deket. Gue ngga congean setan sawah."

"Nanti kedengaran si Joa. Apa gue coba diem-diem pukul si Aya pake panci? Gemes banget pake amnesia segala tuh bocil."

"HAH AYA AMNESIA?" Sontak ketiga lelaki itu mengarahkan pandangannya pada Jina. Iya, itu Jina.

Joa tidak menghiraukannya dan lanjut berjalan lagi.

"Heh mak lampir, kalo ngomong-

Jina melesat pergi dan menghampiri Joa. "Anterin gue ke perpus, yuk." Jemarinya meraih lengan Joa dan menariknya perlahan.

Lelaki itu menepis jemari yang bertengger pada lengannya. "Hampura euy, gue ngga bisa soalnya mau ke RS. Pergi sama temen lu yang lain aja."

Haidar berjalan melewati Jina. Kepalanya menoleh sedikit, "Lebok ditolak lagi," katanya pelan.

Lantas puan itu menghentakkan kakinya dan berjalan ke arah perpustakaan. Sendirian.

Aya terus. Orangnya aja udah ngga inget sama lu. Liat aja nanti gue pasti bisa rebut lu dari Aya, batinnya.

• • •

"Kamu mau ke taman ngga?" Joa menunduk dan mensejajarkan tingginya dengan Maia yang terduduk di kursi roda.

"Yuk," jawabnya.

Joa yang mendengarnya pun terkekeh pelan, "Gemes banget sih."

"Apa?"

"Kamu."

"NENG AYA." Para penggangu datang.

"Mau ke mana bre?" tanya Jevan.

"Taman."

Haidar menyenggol lengan Joa sedikit. "Gimana sih rasanya dorong kursi roda?"

"Pertanyaan lu ngga berbobot banget."

"Serius. Kaya dorong troli ya?"

Mungkin kalau Maia ingat segala sesuatu tentang manusia bobrok yang menjabat sebagai sahabat masa kecilnya ini, ia akan langsung bangkit dan bertumbuk dengan Haidar saat ini juga.

"Terserah. Nih lu coba sendiri aja." Joa melepaskan pegangannya dan membiarkan Haidar yang penasaran tingkat tinggi pada kursi rodanya Maia.

"Dar, lu kaya bocah yang sering tutup kulkas pelan-pelan terus ngeliatin lampunya mati," ujar Jevan.

"Lu tau aja dulu gue sering gitu," Haidar nyengir. "Ay, siap-siap ya."

Haidar mendorong kursi rodanya sekuat tenaga sampai bagian depannya terangkat. Sesampainya di lobi, ia putar-putarkan kursi roda bersama Aya di dalamnya.

Adegan di atas tidak untuk ditiru.

Maia berteriak girang dan akhirnya mereka berdua cekikikan. Para tamu dan petugas rumah sakit menatap keduanya heran.

"Cape. Gue mau resign jadi temennya Edar," kata Jevan.

"Agak nyesel gue kasih kursi rodanya. Kirain beneran penasaran." Joa geleng-geleng kepala dan segera menyusul mereka ke lobi.

Haidar mendudukan dirinya di lantai dan menetralkan napasnya. "Ay, mau lagi?"

"Ngga ada anjing. Balik sono lu," kata Joa seraya meraih pegangan kursi roda Maia dan mendorongnya ke arah taman.

"Duh cape aing. Pan, bantuin euy."

Jevan melenggang pergi ke pintu keluar melewati Haidar yang terduduk di lantai.

"Aing udah mau mati ini," teriaknya sambil ancang-ancang ambil posisi cosplay jadi orang meninggal.

Untungnya, ada seseorang yang baik hati dan mau menolong Haidar yang kecapean sampai rebahan di lantai- pak satpam.

• • •

Anila mendesir pelan, ditemani lintang malam yang kian benderang. Perlahan Maia menarik napas dan mulai membuka mulut. "Joa," panggilnya.

Yang dipanggil pun menoleh pelan, "Kenapa?"

"Itu ...."

"Apa? Ada yang sakit?"

"Pengen main puter-puter kursi roda lagi. Rame."

﹝bersambung﹞

Eunoia ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang