﹝selamat membaca﹞
Bagaskara kembali lagi, menyapa atma yang direlung sepi dikala rindu mulai bersemi.
Padahal si tampan sedang menyinari dari sisi langit, namun Maia tetap sibuk berlari seraya menjinjing sebuah paper bag bernuansa cokelat muda.
"Ayo, Ay," panggil Bunda.
"Ayo!" Keduanya naik ke mobil dan bergegas menuju kampusnya Joa.
Maia meraih sehelai kertas dan pena bertinta hitam dari dalam tas selempang. Dilanjutkan dengan merangkai mimpi di atas lembaran putih.
Dilipatnya begitu apik, lalu disisipkan di samping kotak berukuran sedang yang berisikan dua buah cupcake.
Bunda menghentikkan mobil di dekat pintu masuk. "Tuh udah nyampe. Bisa sendiri 'kan? Hati-hati, ya. Langsung cari Joa, jangan muter-muter dulu."
Maia terkekeh pelan, "Iya, Bunda."
Puan itu sekarang menapakkan kaki dekat parkiran motor. Belum selang sepuluh menit, ada seseorang yang memanggilnya dari arah belakang.
"AYA!"
Yang dipanggil pun menoleh, maniknya menelisik orang itu. "Iya, siapa?"
Ah, gue lupa dia amnesia. Bisa gue kerjain ini.
"Jina. Kita dulu temen deket, gue sedih banget karena ngga liat lu di kampus akhir-akhir ini. Ih gila seneng banget bisa ketemu lu lagi," katanya seraya memeluk erat Maia.
"Oh gitu. Jina hehe," kekehnya.
Pelukan keduanya pun merenggang, "Mau ngapain, Ay? Mau ngampus lagi?"
Maia menggeleng cepat. "Ngga, mau cari Joa. Tau ngga dia di mana?"
"Oh itu. Gue tau dia di mana. Ikut gue ya."
Keduanya mengitari tiap lantai gedung. Luas, banget. Sejak tadi Jina belum berhenti berjalan, yang artinya sejak tadi mereka belum juga menemukan Joa. Kepala Maia sampai pusing karena jalan terlalu lama.
"Di mana ya, biasa dia di sini, tapi ngga ada." Jina menghela napas. "Balik ke parkiran aja yuk, kayanya dia udah kelar kelas."
"Bentar, ada HP 'kan? Kenapa ngga chat aja terus tanya dia di mana," ujar Maia seraya menetralkan napasnya.
Sial, nih anak kok kepikiran sih.
"Lowbatt. HP gue lowbatt. Ayo cepet ke bawah lagi keburu dia balik."
Maia mengikuti Jina terus. Mau bagaimana lagi? Kalau ngeyel bisa nyasar.
Akhirnya mereka sampai dekat pintu keluar dan parkiran motor. Pandangan Maia terus memindai sekitarnya, sampai terhenti pada sosok tuan yang sedang menyeruput es teh manis.
Itu Jevan, tanya dia aja, monolognya dalam hati.
Tungkai jenjangnya bergerak lagi ke arah parkiran mobil. Saking senangnya, Maia bahkan berlari-
TIIIIIIIIINNNNNNN
BRUUUUUKKKKKK
Sebuah motor matic biru menghempas tubuh Maia. Gadis itu sekarang tergeletak tak sadarkan diri di atas aspal.
Mahasiswa yang melihat kejadian itu panik. Semuanya mengerumuni Maia. Ada beberapa orang yang sudah memanggil ambulance.
Kaki Jina melemas. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, tangannya gemetar. "A-aya ...," lirihnya.
Jevan yang sedang berjalan dekat jajaran mobil pun mengernyit kebingungan. Lantas ia bergegas menghampiri kerumunan di tengah jalan.
"Aya naon ieu teh euy? Punten, bade liwat sakedap," katanya seraya menerobos kumpulan mahasiswa yang sibuk mengerumuni Maia.
﹙Ada apa ini? Permisi, mau lewat.﹚Bagai disambar petir, Jevan kaget bukan main. "Aya, Ay, lu kenapa buset? Malah goleran di aspal, bangun, Ay." Jemari besarnya menepuk-nepuk pipi Maia.
Tak lama sebuah mobil ambulance datang.
﹝bersambung﹞
uwah ajege aweu aweu dibuat plot twist asik juga ajegewer aweu aweu
KAMU SEDANG MEMBACA
Eunoia ✓
Teen Fictionshort story; ft. winter, sungchan "Pada akhirnya, lantunan kenangan hanya untuk merayakan kepergianmu di bawah musim penghujan." © arclatein, 2021.