03┊hampir kembali

627 204 311
                                    

﹝selamat membaca﹞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

﹝selamat membaca﹞

Kini semuanya berkumpul di depan bangsal. Tak ada satupun dari mereka yang tenang. Dokter yang memeriksa Maia pun tak kunjung keluar.

"Edar! Gimana sih katanya Aya bangun," ujar Ningning.

Sang pemilik nama pun menoleh, "Tadi tuh gue liat tangannya gerak-gerak. Dia juga nangis. Gue mikirnya abis nangis langsung bangun gitu," katanya membela diri.

"Gara-gara lu sih nyebar kabar hoax. Liat gue ke sini cuman pake boxer demi ketemu Aya." Bang Thama misuh-misuh ngga jelas.

Jadi tadi setelah insiden Maia nangis, Haidar riweuh sendiri. Dia memanggil Ningning dan Bang Thama untuk datang ke rumah sakit karena dia yakin Aya akan bangun.

Bang Thama yang mendengarnya terlampau girang. Dia langsung menaiki mobil dan pergi ke rumah sakit tanpa sadar bahwa celana boxernya masih melekat dengan tambahan sendal jepit swallow.

"Maapin Edar atuh." Lelaki itu sedikit menunduk, merasa bersalah. Ngga tau beneran apa cuman bercanda.

"Abang ganti baju sana, pake baju adikmu. Ada di dalem tas item," kata Bunda.

"Iya, Bun. Pinjem ya wa." Atensinya beralih pada Joa yang duduk tanpa menjawab.

"Wa, Joa, kasep, dijawab atuh," lanjut Bang Thama.

"Hm. Pake aja."

Jevan pun ikut duduk di sebelah Joa. "Jangan bengong mulu, nanti kesambet kunti."

Sepeninggal Bang Thama, suasananya jadi hening. Beberapa menit berlalu sampai terdengar suara pintu bangsal digeser perlahan.

"Dok, Aya sadar 'kan?" tanya Joa yang langsung bangkit dan menghampiri bu dokter.

"Tadi itu cuman refleks respons. Belum memungkinkan kalau Aya bakal sadar."

Pundak Joa sedikit turun. Bukan hanya dia, namun semua orang yang sudah menunggu kembalinya Maia pun turut pilu.

Senang sekali semesta mempermainkan garis takdir, memberi harapan dan kepedihan di waktu yang sama. Sampai-sampai terlena dan tak tahu jalan pulang.

• • •

Embun lesap bersama mentari yang kian meninggi. Bunda sudah pergi sedari tadi karena ada urusan penting di butik. Begitupun dengan Joa karena taruna itu ada kelas pagi.

Kini hanya ada Maia seorang diri. Perlahan matanya mengerjap, menelisik langit-langit kamar yang menjulang tinggi.

Kedatangannya kembali mungkin akan menusuk hati di bentang rimbunnya sunyi yang tengah Joa lewati.

• • •

"Abis ini langsung ke RS?" tanya Haidar sembari makan cimol yang baru saja ia beli.

"Hooh." Joa melirik ponselnya sekilas, jam tiga lewat tujuh belas. "Dar, lu cari pacar gih, jangan ngintilin gue terus."

"Gue tuh setia kawan. Nemenin lu di senang maupun susah. Keren 'kan gue."

Joa menyipitkan matanya, "Jangan-jangan lu suka sama gue."

Haidar memukul punggung Joa dengan telapak tangannya. "Jingan. Gue masih suka yang cantik sama wangi, ngga kaya lu bau daki."

"Maneh mau diselepet sendal?"

"JOA!" Perhatian kedua lelaki ini pun teralih karena ada suara yang memanggil-manggil nama Joa.

"Lu mau ke RS 'kan? Bareng ya," ujar taruni itu sambil mengulas senyum.

﹝bersambung

﹝bersambung﹞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❥ Ningning

❥ Thama Virgoniel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❥ Thama Virgoniel

───────

ngga dapet adeknya,
kakaknya pun jadi :'D

Eunoia ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang