Dua

338 9 0
                                    

Siang hari setelah kepulangan Haris semalam, rumah keluarga Daniella saat ini cukup ramai karena abangnya, Reno dan keluarga kecilnya datang setelah 2 bulan tidak berjumpa.

Daniella yang baru saja terbangun karena kebisingan di ruang keluarga akhirnya memutuskan untuk keluar kamar dan melihat keadaan.

"Ella! Sini dek, aku baru bikin cheesecake. Cobain deh.", ucap kakak iparnya menawarkan kue yang baru ia buat.

Daniella pun menghampiri Jeana yang berada di dapur untuk menyicipi kue tersebut.

"Enak, kak." ucap Daniella singkat lalu duduk di sofa sebelah Reno, yang sedang menggendong anak ketiganya.

"Bang!", panggil Daniella.

"Heh lo. Sini deh gua ajarin gendong bayi. Biar nanti ga kaget kalau suatu saat punya anak.", ucap Reno.

"Ah ngga mau. Takut jatoh, gimana coba?"

Tentu Daniella se was-was itu karena dari abangnya memiliki anak pertama sampai sudah ada tiga, Daniella tidak pernah mau jika disuruh menggendong. Keponakan-keponakan nya pun takut padanya karena tattoo ditubuh Daniella memberi kesan seram, mereka justru sangat akrab dengan Rena, sang kakak perempuan nya.

Jangankan keponakannya, waktu adiknya lahir saja ia bahkan tidak mau datang ke rumah sakit. Apalagi untuk menggendongnya.

"Engga akan, gua ajarin sini."

Sebenarnya Daniella ragu. Ia takut memegang tubuh bayi yang semungil itu. Bisa saja saat Daniella menggendong nya, bayi berusia ±3 bulan itu memberontak dan berujung jatuh.

Daniella bergidik ngeri membayangkan jika hal itu terjadi sungguhan. Bisa bisa ia dihajar abang dan maminya.

"Yaudah, pelan-pelan tapi. Gua tremor nih, takut anak lo nggelinding!"

Semua orang yang mendengar nya, terutama Mami dan Haris, cukup dibuat heran karena ini pertama kalinya mereka mendengar Daniella mau menggendong salah satu keponakan nya.

"Jangan tegang makanya! Nanti bayinya ga nyaman terus nangis. Lo harus rileks."

"Y-ya ini, udah. Buta mata lo? Terus gimana?", ucap Daniella setelah merilekskan tubuhnya agar tidak tegang.

Lalu Reno memberikan anak nya pada Daniella secara perlahan.

"Gendong yang bener. Pegang nya gini oon! Jangan sampe salah! Nah nah gini.", ucap Reno memberi instruksi.

Daniella terdiam menatap bayi di gendongannya.

"Apa nanti anak gua bakal selucu ini?" benak Daniella.

"Wah udah cocok banget ini mah jadi ibu. Nikah gih sana biar kamu bisa lihat bayi lucu setiap hari."

Ucapan Jeana membuatnya sedikit terkejut lantaran ia yang tanpa menikah ini akan punya anak dalam beberapa bulan ke depan.

"Jangan sekarang deh. Gamau ngelompatin kak Rena. Kasian dia udah jadi perawan tua." ucapan Daniella tentu menyulut emosi Rena yang mendengarnya.

"HEH! Mulut nya pengen di geprek ya?!"

Daniella hanya mengendikkan bahunya seakan tidak peduli.

• • •

Saatnya makan malam tiba.

Daniella turun dari kamarnya dengan santai menuju meja makan yang baru diisi oleh mami nya dan keluarga abangnya.

Entah di mana Haris. Mungkin masih mandi.

Ah, informasi tambahan.
Kepala keluarga Abrahms sudah tiada beberapa tahun silam karena penyakit diabetes.

Daniella duduk pada salah satu kursi di meja makan. Lalu ia menoleh pada maminya yang sedikit berbeda.

Malam ini maminya agak pucat.

Daniella memberi kode pada Reno untuk menanyakan keadaan mami karena ia terlalu gengsi melakukan nya.

"Mami sakit? Kalau ga enak badan mami makan di kamar aja, nanti aku suapin. Mau?", tanya Reno pada mami nya.

"Eh gausah Ren. Mami cuman pusing dikit. Istirahat sebentar juga mendingan kok.", jawab mami nya dengan senyum tipis.

"Yaudah habis ini minum obat terus tidur ya mami. Jangan kecapekan, harus langsung istirahat.", titah Jeana.

Mami nya hanya menganggukkan kepalanya.

Lalu Haris turun dengan rambut basah pertanda ia baru selesai mandi.

Barulah mereka mulai makan malam dengan sedikit perbincangan ringan.


to be continued

Baca doang vote kaga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Baca doang vote kaga. Tebas juga nih yeu.

(O1) 🅖︎🅡︎🅐︎🅥︎🅘︎🅓︎🅔︎🅩︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang