Chapter 11

440 40 2
                                    

Detik demi detik,menit demi menit,jam demi jam,dan jam berganti hari. Waktu terus berjalan begitu saja.

Arva dan Zira makin hari makin dekat,setiap harinya Arva selalu mengantar Zira pulang. untuk urusan ke sekolah masih ada Zifan yang selalu mengantarnya ke sekolah. Dan alasan dia tidak bisa menjemput Zira,jam kampusnya kini selalu jadi jam siang sampai sore. Dan untuk Zidan? Sekarang dia di sibukan mempelajari urusan-urusan kantor papanya. Dia juga tidak mempunyai banyak kegiatan,jadi dia mempokuskan membantu papanya.

Tidak terasa juga,kini Zira sudah satu bulan bersekolah di SMA Tirta Negara. Banyak yang ia lalui akhir-akhir ini. Salah satunya omongan-omongan siswa siswi tentang kedekatannya dengan Arva.

Zira bukan orang yang lemah,tapi dia juga punya batas kesabarannya. Untunglah dia punya ketiga teman yang selalu mensupport.

Saat ini Zira masih di alam mimpinya,padahal waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi. Ya Itu karena sekolahnya di liburkan selama tiga hari,jadi hari-hari nya Zira dikuasi oleh malas-malasan.

Zira tidak mempunyai rencana untuk kemana-mana hari ini,kemarin harinya dihabiskan bersama keluarganya jalan-jalan sebelum papahnya berangkat lagi keluar kota.

"Zira bangun astagfirullah anak perawan jam segini belum bangun." Zifan memasuki kamar Zira dengan teriakannya.

Zira tidak terganggu sedikitpun dengan teriakan abangnya.

"Heh bangun liat jam" Zifan menarik selimut yang menutupi seluruh badan adiknya "Allahuakbar gak pantes anak perawan jam segini masih ngebo! ZIRA."

"Apaan si bang." Zira membuka matanya,ia melihat abangnya sedang berkacak pinggang di hadapannya.

Zira memutar bola matanya malas,padahal ini hari libur.

"Bangun." Pinta Zifan masih dengan posisi yang sama

Bukannya bangun Zira malah membalikan badannya membelakangi Zifan.

"Heh Lo tuh anak perawan,bangun pagi-pagi, beres-beres rumah tuh."

"Abang ish berisik,udah keluar Zira masih ngantuk." Zira menutup mukanya dengan bantal.

Zifan tersenyum jahil,dia tau adiknya akan bangun dengan cara ini.

Zifan duduk di tepi kasur. "Lo yakin gak mau bangun?" Tidak ada balasan dari adiknya.

"Yaudah gue suruh Arva pulang lagi aja." Ya dia tau cara ini akan berhasil

Zira membuang bantal yang menghalangi wajahnya,dia menatap Zifan dengan mata memincing.

Zifan hanya menunjukan muka datarnya. "Yaudah gue kebawah,suruh Arva pulang lagi,anak perawan nya juga masih ngebo." Zifan bangkit dari duduknya,sengaja ia lambatkan ingin tau respon adiknya.

"Ngapain kak Arva kesini?" Bener dugaannya, Zira langsung duduk menghadap Zifan.

"Katanya mau ngajak jalan-jalan,dahlah gue kebawah." Zifan hendak menutup pintu, suara Zira membuatnya tersenyum kemenangan.

"Iya Zira bangun." Zira langsung berlari kearah kamar mandi.

Zifan melewati satu persatu anak tangga,setelah diujung tangga,matanya menangkap sosok laki-laki yang pamiliar.

"Lah ngapain Lo disini?" Tanyanya pada laki-laki yang sedang duduk

"Di suruh bang Zidan ambil map yang di laci kamar,tapi gue gak tau,gue manggil Lo juga kagak nyaut-nyaut." Jelasnya

"Ya-yaudah gue ambil,tunggu disini." Zifan melewati Arva dengan muka yang sulit diartikan.

"Eh kak Arva udah lama nunggu?" Zira datang dengan pakaian yang sudah rapih.

ARVABASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang