☆BAGIAN 12☆

360 33 2
                                    

Pagi ini bibi Ami dibuat kalang kabut saat kondisi Vano mendadak drop sejak semalam. Vano meraung kesakitan saat rasa nyeri di kepalanya datang, kepalanya seperti di tusuk secara terus menerus menggunakan benda tajam dan dadanya juga begitu sesak.

Dari semalam juga pak Adi ingin membawanya ke rumah sakit, tapi Vano menolak keras akan hal itu, alasan Vano tidak ingin di bawa ke rumah sakit karena dokter pasti akan memaksanya untuk melakukan kemoterapi secepatnya dan Vano tidak ingin melakukan tindakan itu.

Kemarin sebelum ke panti asuhan, Vano menyempatkan diri untuk melakukan pemeriksaan dan ternyata kanker yang menggerogoti tubuhnya sudah memasuki stadium lanjut. Dokter sudah menganjurkannya untuk melakukan tindakan kemoterapi secepatnya, tapi Vano menolaknya.

Dan sekarang ia harus menahan sakit di kepalanya sedari semalam.

Bibi Ami hanya bisa memeluk tubuh ringkih Vano sambil mengusap-usap kepalanya. Sudah lebih dari lima macam obat Vano minum, tapi hasilnya nihil.

"Bunda...."

"Bunda, tolong adek, bunda..."

"Bunda, sakit!!"

bruk.

"ADEK!"

Vano tak sadarkan diri di dalam pelukan bibi Ami, bahkan hidung Vano kembali mengeluarkan darah yang dimana hal itu semakin membuat panik bibi Ami. Pak Adi yang mendengar teriakan bibi Ami lantas ke kamar Vano dan dengan cepat membawa Vano ke rumah sakit.

"Bertahan adek...."

🍼🍼🍼

Pelajaran matematika adalah pelajaran yang paling di minati Echa, tapi sekarang anak itu malah tidak fokus memperhatikan guru menerangkan. Beberapa kali Cia menepuk pundaknya saat melihat gadis itu hanya memandang kosong mejanya.

Sedari tadi yang di pikirnya hanyalah Vano dan Vano. Hari ini Vano tidak masuk sekolah dan tanpa keterangan juga. Di telfon pun nomornya malahan tidak aktif. Echa semakin cemas di buatnya.

Kringg kringg

Pelajaran matematika berakhir dan semua siswa berlari ke kantin, sedangkan Echa buru-buru mengemas isi tasnya.

"Echa, mau kemana?" Echa menoleh sejenak ke arah Arkana dan kembali mengikat rambutnya dan memakai jaketnya.

"Tolong izinin aku di mapel selanjutnya ya, na. Aku mau ke rumah Vano dulu, perasaan aku gak enak banget nih."

"Halah palingan cari perhatian aja tuh anak gak masuk kelas tanpa keterangan biar orang-orang pada panik nyariin dia," bukan Arkana yang berbicara, melainkan Frasia. Semua sahabatnya yang ada di kelas itu di buat terkejut mendengar ucapan frontal Frasia, pasalnya gadis itu selalu peduli kepada Vano, tapi sekarang begitu berbeda.

Echa mengepalkan tangannya mendengar ucapan Frasia. Frasia tidak tahu saja jika Vano saat ini berusaha mati-matian melawan sakitnya.

"Nanti aku izinin di guru, cepetan sana pergi dan ini tolong kasih ke Vano." Echa mengangguk kaku mendengar ucapan Frans. Sebelum keluar dari kelas.

"Kamu bakalan menyesal, Frasia."

Disinilah Echa berdiri di depan gerbang hitam rumah Vano. Rumah itu sepi, pintu gerbang di gembok dan juga mobil yang biasa mengantar jemput Vano kesekolah tidak ada di garasi, mungkin saja Vano sedang pergi keluar. Pikir Echa saat ini.

Baby nono [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang