☆BAGIAN 3☆

687 41 0
                                    

Vano menunduk memainkan jarinya sambil mendengarkan amarah Frasia yang sedari tadi tiada hentinya. Vano sudah sadar setengah jam yang lalu dengan Frasia yang duduk di samping ranjang uks menemaninya.

Bukan pelukan dan kata-kata penenang yang Vani dapatkan melainkan umpatan, bentakan yang ia dapatkan saat ini. Sebisa mungkin Vano menahan isakan nya, ia tak mau amarah gadis kesayangannya itu semakin menjadi-jadi.

"Kamu itu bisa gak sih sehari aja gak nyusahin? Seharusnya kamu jaga kesehatan, mandiri! udah tau punya fisik lemah masih aja manja!"

"Kamu tuh kalau ada sakit bilang! bilang vano, jangan di sembunyi gini. Sekarang liat kan sapa yang kamu repotin!"

"Udah punya fisik lemah nyusahin lagi!"

"Udah punya fisik lemah nyusahin lagi!"

Runtuh sudah pertahanan Vano saat ini, kata-kata menyayat hati yang Frasia berikan menambah rasa sesak di dada Vano. Vano sudah biasa mendapatkan amarah gadis itu, tapi kali ini sudah melewati batas.

"Maaf, maafin Vano yang selalu nyusahin Frasia."

"Frasia jangan ngomong kasar gitu, dada Vano sesak dengarnya."

"Maafin Vano, maafin Vano."

Vano mengusap air matanya yang memenuhi wajah bulatnya, tangan bergetarnya berusaha menggenggam erat tangan mengepal gadis itu, tapi begitu kasar Frasia melepaskan genggamannya.

"Berhenti menangis, aku muak liat muka nangis kamu!"

Frasia meninggalkan Vano sendirian di ruangan itu, kepalanya begitu panas sampai-sampai ia tak sengaja berkata kasar begitu.

"Aku gak ada niatan buat kamu nangis...."

🍼🍼🍼

Vano duduk depan halte menunggu sopir menjemputnya, setelah kejadian tadi pagi di uks sampai sekarang Vano tak melihat Frasia lagi, bahkan tasnya di bawakan Echa ke uks dan Frasia tak ada disana. Frasia juga tidak memberikannya susu keju hari ini.

Vani menatap senang saat melihat gadis itu keluar dari gerbang, namun senyuman menghilang saat seorang remaja laki-laki berhenti di hadapan Frasia menggunakan motor.

Motor itu melaju kencang di hadapan Vano dengan Frasia disana, bahkan Frasia tak menyapanya sama sekali. Vano menahan rasa nyeri di dadanya menatap motor itu menjauh dari hadapannya

"Gapapa kok. Vano gak boleh sedih, mungkin aja itu teman Frasia."

Tak lama setelah itu mobil hitam berhenti di hadapannya dengan sopir yang selalu mengantar jemput Vano. Vano masuk kedalam mobil dengan senyuman manis yang selalu ia berikan kepada sang sopir.

"Adek maaf ya tadi jalannya lagi macet jadi agak telat jemput adek."

Adek adalah nama panggilan Vano di rumah, hanya orang rumah saja yang selalu memanggilnya seperti itu, termasuk bundanya.

"Gapapa kok pak, kita ke rumah bunda dulu ya baru pulang. Vano lagi kangen sama bunda soalnya."

Sang sopir hanya mengangguk dan melajukan mobilnya membelah jalan kota Jakarta yang begitu padat akan pengendara.

🍼🍼🍼

"Selamat sore bunda..."

Vano tersenyum manis menatap gundukan tanah di hadapannya yang ditumbuhi rumput-rumput hijau di hadapannya. Inilah rumah bunda yang Vani maksud.

Baby nono [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang