Bab 3-Mighty

27 8 0
                                    

"Hari-Hari berat akan mendatangi jiwaku, kurasa aku sangat belum dapat menerimanya namun itulah takdir yang kudapat, melewati hari-hari yang kelam akan menjadi makananku, aku hanya bisa berharap semoga aku dapat melewati hari-hari itu." -PHILIP

-----------------------------------------------------------------------------

Setelah Sisi meninggalkanku dengan kesunyian yang terlalu sering menemaniku di kamarku ini, aku kembali tenggelam dalam kesedihan, entah kapan ini bisa berakhir, namun saat aku sedang tenggelam dalam kesedihan, aku teringat pesan Sisi kepadaku Jika Ayah ingin aku menemuinya, dengan kesedihan yang masih tertinggal dalam hatiku aku beranjak dari kamarku, menuju ke taman dimana Ayah selalu berjalan-jalan di pagi hari untuk meringankan pikirannya, setibanya aku ditaman aku tidak melihat seorangpun di taman itu, tiba-tiba saat aku sedang mencari sesorang ditaman ini, aku terkejut karena sesorang menepuk pundakku...

"Philip........"

Suara itu sangat tidak asing bagiku, aku terkejut ternyata itu adalah ayahku, aku melihat ayah dengan tatapan yang berbeda saat ini, ayah adalah orang yang tak pernah bersedih, bahkan disaat ia kehilangan kakaknya yang selalu ia kasihi ia tak ingin menunjukkan kesedihannya kepada orang lain, namun kini aku melihat sisi ayah yang berbeda, aku mengenal ayah adalah seseorang yang tangguh namun kini, mungkin ada sesuatu yang menyenggol hatinya kali ini.

"Ayah, Apakah ayah ingin menemuiku?" kataku membuka pembicaraan, aku tidak mengerti kenapa disaat ayah yang sedih seperti saat ini, dia masih ingin aku menemuinya, padahal ia tak mengijinkan seorangpun bahkan Ibuku menemuinya disaat sia sedang bersedih.

"Hemmmm" ayah menghela nafas, dari tarikan nafasnya aku sudah mengerti bahwa ayah memang sedang sangat tertekan saat ini.

"Ayah Tau, kejadian ini mungkin memang berat bagi kita semua, terutama untukmu Philip. ayah pernah berada di posisi mu, pertama kali ayah menerima takdir itu, ayah merasa ingin lari meninggalkannya, namun takdir itu dengan sengaja mengejutkanku...." Ayah berusaha melanjutkan penjelasannya namun ia tidak bisa membendung kesedihannya, mungkin ini adalah hal yang terberat baginya disaat ia menjadi raja.

"Ayah..." aku berusaha menyemangati ayahku yang tengah tenggelam dalam kesedihannya agar dia dapat melanjutkan perkataanya.

"hah...... oh ya..... maafkan ayah, takdir itu tiba-tiba datang dengan sangat tiba-tiba, dia datang dalam bentuk pamanmu, saudara laki-laki yang paling kukasihi harus gugur dalam peperangan di Wina, saat itu aku sangat tidak siap, sama sepertimu, namun itulah takdir yang harus ku terima, yang ayah ingin sampaikan kepadamu, Philip, aku tau ini berat namun kau harus singkirkan kekhawatiranmu dan terimalah takdirmu."

setelah mendengarkan pesan dari ayah, aku hanya terdiam dan membeku dalam kesunyian, Apa maksudnya itu, tidakkah dia tau cukup untuk menerima takdir ini aku tidak mau lagi ada sebuah pisau yang menancap dalam diriku... enough.. gumamku dalam hati, setelah aku mendengar perkataan ayah, semakin bercampur aduklah emosi dalam hatiku.. aku ingin marah seketika ayah mengatakan hal yang paling tidak ingin kudengar di dunia ini ya kalimat yang selalu kudengar hari ini "Philip, terimalah takdirmu." jika sekali lagi ada seseorang yang mengatakan demikian aku akan menempelkan wajahnya didalam air....

setelah aku termenung sekian lama. aku memutuskan untuk kembali menuju kamarku, langkahku terhenti ketika ayah memberika pesan kepadaku..

"Besok jenazah kakakmu akan tiba disini, aku tidak ingin kau mengurung diri dikamar dan menghilang dari kenyataan, aku tau ini berat bagimu namun, aku ingin kau berada disebelah kakakmu."

Tanpa meninggalkan sepatah katapun pada ayah aku langsung pergi meninggalkan ayah sendirian

setibanya aku dikamar aku hanya duduk menghadap meja kerja yang disini aku selalu menuangkan emosi ku dan kujadikan dalam syair-syair yang selalu kutulis sesuai dengan keadaan hatiku saat ini. namun karena kedatangan berita yang sangat meyedihkan ini aku tidak ingin menuangkan dan mencurahkan isi hatiku dalam bentuk syair yang biasanya kutulis jika aku sedang dalam suasana hati yang baik, sedih bahkan saat aku marah aku tetap menuliskan syair-syair tersebut namun kali ini cukup berbeda, sepertinya tidak ada yang perlu ku tuliskan dalam syairku sekarang, aku kembali termenung dan tanpa kusadari aku kembali tenggelam dalam lautan kesedihan. saat aku sedang tenggelam dalam kesedihan, tiba-tiba seseorang mengejutkanku, ternyata itu adalah Sisi, saudari yang sangat kucinta

"Philip....., bukankah kau ada janji dengan Tuan Von Kitz?, dia sudah menunggumu, sekarang dia ada dibawah, jika kau ingin membatalkan janjimu aku bisa...."

"Tidak usah Sisi, aku akan menemuinya, mungkin dengan berkuda aku bisa melupakan semua ini." kataku memotong perkataan Sisi, ya seperti itulah diriku, aku tidak disukai karena sikapku yang suka memotong pembicaraan orang, tapi hal itu sejalan dengan sikapku yang tidak suka bertele-tele dan terlalu banyak basa-basi.

"Baiklah Philip, jangan buat Tuan Von Kitz menunggu." sahut Sisi agar aku segera bergegas menemui Tuan Von Kitz yang sedari tadi menungguku karena aku belum datang ketempat berkuda. meskipun berkuda disaat kerajaan sedang berkuda sangatlah melanggar budaya, tapi aku akan tetap menemui Von Kitz mungkin hanya berjalan-jalan santai melihat orang-orang sedang memandikan kuda membuat pikiranku sedikit tenang.

Segera setelah Sisi meninggalkanku, aku segera bersiap untuk menepati janjiku bertemu dengan Von Kitz, aku ingin segera melihat dunia luar karena aku hanya melihat isi dari istana ini seharian, ditambah dengan berita yang sangat-sangat membuatku tertekan ini, seakan-akan aku ingin meninggalkan istana ini selamanya. aku menuruni anak tangga dengan perasaan yang sangat hampa, belum sampai ke bawah Alois sudah menyapaku dan membuatku tersadar dari lamunanku.

"Yang Mulia...." sapanya mengejutkanku yang sedari tadi hanya melamun dan merenungkan apa yang menimpaku hari ini...

"Tuan, aku turut bersedih dengan apa yang menimpa saudara anda, aku mendengarnya itu sangat tragis."

"Terima kasih Alois, aku harap aku dapat melewatinya." jawabku dengan suasana hati yang masih sama sejak tadi pagi aku terbangun dari tidurku.

" Mari Tuan, Kereta sudah menunggu." ajaknya kepadaku, lalu kami menaiki kereta untuk menuju lapangan berkuda yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Istana kemungkinan sekitar 500 Meter ke arah utara, tidak ada percakapan apapun diantara kami, karena memang aku saat ini tidak ingin berbicara kecuali orang lain mengajakku bicara, saat ini memang pikiranku hanya memikirkan berita yang menyedihkan ini entah mengapa hari ini aku tidak bisa memikirkan hal lain selain berita itu. tiba tiba aku tersadar dari lamunan dan keheningan karena kami sudah sampai di tempat tujuan kami.

Next.......

Terima Kasih teman-teman, buat yang masih setia mendukung dan mensupport hehehe.....

maaf jika jalan ceritanya agak membingungkan wkwkkwkwwk

semoga kalian masih setia membaca cerita ini

see you di Bab 4......


The Strains Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang