Chapter 3 : First Day

145 12 2
                                    

Hingga siang harinya, Zack menahan Jonas untuk beranjak dari kedai kopi itu dan membicarakan beberapa hal tak penting lainnya dari remote control dengan pendeteksi suara yang hanya menerima perintah melalui suaranya. Lelaki itu seperti mendapatkan rekaman suaranya lagi, lalu bernyanyi sepuasnya—selagi rekaman suara itu belum pergi.

"Jadi, kau bertemu dengan Rachel saat X memberimu tugas untuk membunuhnya?"

Zack kembali bertepuk tangan kegirangan saat mendengar kisah Jonas bertemu dengan sang detektif misterius bernama Rachel itu. Jonas juga mengatakan, jika sekarang keduanya sudah resmi menjalin hubungan. Hal itu tak dapat Zack terima, karena sejak Jonas kecil, ia tidak begitu terbuka dengan orang asing. Beberapa kali Zack berkata jika ia benar-benar 'tumbuh besar'.

"Manhattan membesarkan jiwamu, bung!" sorak Zack senang.

"Bukan soal. Kota itu sudah menjadi darah daging bagiku. Dan, bagaimana denganmu? Apa bisnis online itu masih berjalan?" tanya Jonas dan mulai meminum kopinya perlahan.

"Tentu, perusahaan motherboard dan beberapa perangkat komputer itu lebih menguntungkan saat aku coba menjualnya diberbagai situs online. Karyawanku menyebutnya dengan, Perusahaan Hardware Online," tuturnya. Jonas mulai membetulkan posisi duduknya dan kembali menatap sahabatnya itu dengan baik.

Ia menyimpan gelasnya diatas meja kayu yang sudah mereka singgahi. "Lalu, darimana kau mendapatkan Alice?".

"Itu adalah masalah terbarunya," Zack menghela nafasnya dalam. "Joker memberikannya padaku saat permainan berakhir. Tubuhnya dipenuhi luka, dan aku membawanya ke rumah sakit.". Kedua bola mata milik Jonas membulat, "Apa kau bilang? Joker?! Kau melawan penjudi kelas dunia itu?!"

Senyum sinisnya terpancar. Zack menceritakan itu lebih lanjut hingga Jonas perlu memesan satu gelas kopi lagi untuk mendengarkan sahabatnya bercerita.

"Itu gila," komentar Jonas setelah Zack menyampaikan berbagai hal yang telah terjadi padanya kemarin malam. "Kau tahu, itu tidak masuk akal."

"Maka dari itu, Joe. Bisakah kau selidiki ini untukku?". Kali ini, Zack yang menambah takaran cafeine-nya pada satu gelas kopi yang ia pesan.

Lelaki Asia itu mengeluarkan buku catatannya dari salah satu kantung jaketnya. Matanya meneliti berbagai tulisan yang ada didalamnya. Zack menebak jika itu adalah buku catatan hariannya sebagai seorang detektif kelas kakap di Manhattan—juga seorang polisi paling berpengaruh disana. Sesekali ia mengeryitkan kedua alisnya, lalu kembali menatap Zack dengan tak yakin.

"Aku tak yakin dapat menelaahnya lebih jauh. Kau tahu," ia menyimpan catatannya kembali pada kantung jaketnya. "Seorang detektif hanya mencari fakta dari sebuah identitas, bukan riwayat hidup secara pribadi."

Zack menutup wajahnya dengan kedua tangannya berat. "Suara itu, darah yang berhenti mengalir dari tangan Alice, pesan rahasia dari Joker... Joe, apa yang harus kulakukan?"

Jonas menatapnya enggan. Ia tak dapat memutuskannya. "Aku tahu, Zack. Kau terlalu paranoid, tidak berani memilih disaat genting karena setiap pilihannya adalah sebuah resiko,". Lelaki itu menepuk pundak Zack untuk menyemangatinya. "Mengembalikannya, atau menyelidikinya."

Diambilnya gelas kopi itu perlahan. Zack meminumnya dengan sekelumit pilihan tak menentu, juga resiko yang siap menghadangnya kapan saja. "Bagaimana jika aku menyelidikinya?"

"Kau akan mempelajari Alice dari berbagai aspek; meliputi kebiasaan, kelainan fisik, adat, agama, kejiwaan, dan sebagainya. Dan kau harus membiarkannya tinggal bersamamu dulu untuk beberapa hari kedepan. Setelah data itu terkumpul, carilah kejelasannya. Untuk setelahnya, keputusan tetap berada ditanganmu, bung."

HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang