Chapter 5 : First Healing

131 10 2
                                    

Zack terbangun diatas meja batu berbentuk persegi panjang. Kedua matanya meneliti ruangan yang sedang ia tempati: sebuah pondok penginapan murahan dengan berbagai alat musik juga beberapa alat medis yang dilapisi emas menggantung disetiap sudut ruangan. Terdapat dua pilar kayu yang menahan pondasi atap, juga dinding kayu yang dipenuhi oleh gambar-gambar yang bergerak. Tak lupa juga, satu wastafel dengan kaca besar yang berada tepat dihadapannya. Ia tak begitu yakin dengan kesadarannya, namun ia yakin jika tempat ini bukanlah restoran korea yang sedang ia kunjungi.

Langkahnya mulai melaju menuju lira berlapis emas pada nakas yang berada tak jauh dari bongkahan batu yang sempat ia jadikan alas tidur. "Alat musik simbolis untuk seorang dewa musik seperti diriku,".

"SIAPA KAU?!" Seru itu tak mengagetkan sang pemilik suara yang saat ini menopangkan tubuhnya pada salah satu pilar kayu. "Sulit dijelaskan," ia mulai mengangkat kakinya untuk berjalan.

"Siapa kau?!" Zack terus menyerukan kepanikannya dengan genggaman erat pada lira yang—tidak ia sadari—cukup kuat. "Bisa saja aku membunuhmu sekarang sebelum kau menjelaskan, siapa dirimu sebenarnya," lirihnya menusuk.

Pria tampan itu melanjutkan langkahnya mengelilingi bongkahan batu. "Kau boleh—ya, coba saja. Tetapi itu akan sia-sia." Kini pandangan pria misterius itu lebih tajam, namun intens.

Zack melepas genggamannya pada lira itu kasar. Menjatuhkan lira emas itu pada lantai batu nan kuno, hingga kedua lengannya bersiap dengan sebuah senjata tembak yang bisa membunuh pria dihadapannya kapanpun ia inginkan. "Mengapa aku harus ragu?"

"Zack Xaverius Fletcher," pria itu menduduki bongkahan batu yang telah ia kelilingi. "Namaku Apollo, dewa matahari, musik, pengobatan, juga dewa Oracle. Mungkin bisa menjadi salah satu alasan datangnya seorang wanita padamu,".

"Alice?" Salah satu alisnya terangkat. "Dewa pengutus Joker untuk membuang Alice padaku, begitu?" Cengkramannya beralih menuju pelatuk yang sudah siap ia lontarkan pada pria bedebah dihadapannya.

Pria bernama Apollo itu tersenyum sinis. "Bukan pengutus," ia menjentikkan jemarinya pelan bersamaan dengan keluarnya seluruh peluru dari dalam pistol Zack. "Apollo adalah seorang dewa, dan Alice Madylin Henderson, adalah salah satu putrinya."

Tundukan malu juga geraman dari seorang Zack tetap Apollo hadapi sebagai sebuah intermezo. Raut wajahnya tak terbaca—menggeram namun berpikir.

"Kuharap Alice tak pernah menyesal memiliki seorang ayah yang brengsek seperti dirimu," Tubuh tegapnya kembali bersiap, namun Apollo tertawa kecil saat pernyataan tersebut keluar dari mulut tak berlidah milik Zack. "Dan kuharap, Alice tak pernah menyesal memiliki seorang malaikat penjaga yang tangguh, bersikap keras terhadap siapapun yang akan menyerangnya tanpa ampun," Apollo kembali menjentikkan jemarinya tepat dipelipis Zack.

"Seperti dirimu."

Petikan jemari Apollo kali ini berhasil memecah emosinya menjadi sebuah pertanyaan. "Malaikat penjaga?"

"Menyedihkan," Apollo menggiring Zack pada sofa empuk dan memberinya waktu untuk berpikir dengan tenang. "Hilang ingatan, dunia malam, Joker, lalu Alice... Bagaimana kau bisa hidup tanpa mengetahui sedikit pun tentang kebenaran?"

Tatapan Zack kini kosong. Sudut bibirnya terangkat tipis, "Hidupku berawal dari sebuah kegelapan. Untuk apa mengetahui kebenaran disaat aku bisa menikmati kegelapan itu dengan tenang?"

Pria berjubah putih itu membawa lira emas yang sempat Zack jatuhkan. "Namun kebenaran itu akan datang, Fletcher. Sebuah cahaya akan menembus gelapnya hidupmu dengan senyuman, mengobati setiap luka lama yang teriris tanpa balasan, juga kebenaran, ia membawa kebenaran itu," Apollo memetik dawai lira itu dengan lembut, hingga secara perlahan, kedua mata Zack tertutup rapat. Meninggalkan gelap, juga fakta yang telah ia temukan sebelumnya.

HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang