PART 5. KALUNG BUNDA

10 2 0
                                    

Happy reading💚

Bulan mendongak menatap langit yang gelap dari jendela kamarnya, sejak tadi langit mendung. Namun, belum menunjukkan hujan akan turun.

Buku harian yang berada di pangkuannya, ia letakkan di atas tempat tidur. Kakinya melangkah mengambil sesuatu di atas meja, kalung. Lebih tepatnya kalung milik bundanya.

Saat ia rindu bundanya, kalung ini yang selalu ia genggam dan di ajak berbicara seperti berbicara pada manusia.

"Bunda," panggil bulan seraya menatap kalung bundanya.

Hanya kalung ini yang ia punya sebagai kenang-kenangan dari bundanya, ayahnya bahkan tidak tahu jika ia memiliki kalung ini. Kalung ini ia dapatkan di panti asuhan, dimana bundanya lahir.

"Bunda apa kabar?".

Hening.

"Bunda gak rindu bulan ya? Kenapa gak pernah datang di mimpi bulan?".

"Bulan, rindu bunda." Perlahan mata bulan memburam karena berkaca-kaca.

"Bulan, baik kok disini."

"A-ayah juga b-baik," kata bulan sedikit ragu.

Bulan menarik nafas berusaha mengatur nada suaranya, "ayah sayang bulan kan, bunda?" Setetes air mata jatuh membasahi pipi bulan, seiring ia melanjutkan pertanyaannya.

"Ayah pasti sayang bulan kan?" Tanyanya kembali kali ini dengan suara bergetar.

"Ayah pasti sayang bulan. Kalo gak sayang, ayah gak bakal peduli kalo bulan pulang lama." Kata bulan berusaha meyakinkan pendiriannya.

Lagi-lagi air mata yang ia tahan jatuh membasahi pipinya, bersamaan dengan itu hujan turun dengan deras.

"Bulan sayang sama ayah."

"Tapi kenapa ayah selalu pukul bulan?" Perlahan isak mulai terdengar seiring hujan yang semakin deras di luar sana, seakan menutup suara tangis bulan.

"Kenapa ayah selalu marahin bulan?".

"Kenapa ayah gak pernah mau peluk bulan? Salah bulan apa, bunda?" Tanyanya, meski ia tau tidak akan ada yang menjawab pertanyaannya.

Air matanya terus berjatuhan membasahi pipinya, tangannya terulur menyentuh kaca jendela kamarnya yang terasa dingin karena hujan.

"Kapan ayah mau peluk bulan, seperti teman-teman bulan? Kapan, bunda?".

"Bulan juga mau di sayang seperti kak awan, bulan juga mau dipeluk seperti teman-teman bulan. B-bulan juga mau di cium seperti kak bintang.." lirihnya.

Bulan menunduk dengan tubuh bergetar, tangisnya sama sekali tidak ia tahan. Ia membiarkan air matanya membasahi wajahnya, seiring bulan kembali menatap hujan di luar sana.

"Tuhan...tolong biarin bulan bahagia."

***

Bulan menunduk saat aurora melemparinya buku, "nih, kerjain tugas gue." kata aurora.

Aurora mengambil alih buku yang angkasa pegang, "sekalian nih, buku angkasa juga."

Bulan mengangguk, beralih menatap langit. "Kamu juga, langit?" Tanyanya pada langit yang di balas deheman kecil oleh langit.

"Ambil di laci," titah langit yang langsung berjalan keluar dari kelas di susul oleh aurora.

Angkasa terdiam sebentar, menatap wajah bulan lama. Bulan yang masih melihat angkasa berdiri, mendongak menatapnya bingung.

"Kamu perlu sesuatu?" Tanya bulan.

Angkasa menatapnya dengan pandangan datar, tanpa mengeluarkan sepatah kata ia kembali melangkah keluar dari kelas. Menyusul langit dan aurora.

Bulan menghela nafas, duduk di kursinya kembali. Mengerjakan tugas langit serta kedua sahabatnya, padahal tugas ini baru di berikan tadi dan akan di kumpul minggu depan.

Tapi, tidak apa. Ini mungkin akan mengalihkan perhatiannya dari rasa laparnya, hari ini ia memang tidak membawa pisang sebagai sarapannya di pagi hari.

Sedangkan uang? Ia belum gaji-an minggu ini. Pekerjaannya sebagai pengantar kue dan koran akan di gaji akhir minggu sebesar 70ribu, tergantung berapa yang ia jual tiap harinya. itu juga sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan bulan selama satu minggu di tambah bersedekah di panti asuhan ibunya setiap dua bulan sekali di tambah dengan uang tabungannya.

Di sela-sela menulisnya, bukan mengedarkan pandangannya di dalam kelas. Ia tidak sendiri di kelas, ada ghea si gadis yang pernah memberinya roster tiga hari yang lalu.

Selama ini, gadis itu memang tidak pernah keluar dari kelas jika tidak penting. Bahkan di jam istirahat sekalipun, ia selalu sibuk dengan dunianya.

Merasa di perhatikan ghea menoleh menatapnya, membuat bulan melempar senyumnya yang di balas tatapan datar dari gadis itu.

Bulan mengerjab dua kali, "apa senyum ku jelek? Setiap aku tersenyum pada orang lain, pasti responnya selalu sama. Membalasku dengan tatapan datar." Gumam bulan.

Bulan kembali menunduk, memfokuskan dirinya untuk kembali mengerjakan tugas langit dan sahabatnya.

"Bisa di marahi aku, sama aurora kalo tugasnya nggak selesai hari ini."

***

"Lang," langit menoleh menatap angkasa yang memanggilnya.

"Kenapa?".

Angkasa terlihat berfikir sebentar, sebelum akhirnya menggeleng. "Nggak jadi, gue lupa." Ucapnya.

"Tumben lo pikun," aurora mengernyit heran.

"Bagusan gue, dari pada lo yang tiap harinya pikun."

Aurora mendelik tidak suka, "apaan sih lo, pakai bawa-bawa gue segala."

Angkasa mengedihkan bahunya pertanda tidak peduli, membuat aurora menggeram kesal.

"Udah, makan aja ra." Sela langit, sebelum teman-temannya berkelahi.

Aurora mendengus kesal, memilih menyantap pesanannya kembali. Angkasa, laki-laki itu sibuk berfikir membuat langit yang berada di sampingnya menyenggol lengannya pelan.

Angkasa menoleh menatap langit, "lo mikirin apa?" Tanya langit.

"Bukan apa-apa,"

Langit mengangguk mengerti mengalihkan perhatiannya ke arah aurora, "ra, bentar lu latihan?" Tanyanya pada aurora.

Aurora mengangguk, "iya, kenapa emang?" Langit menunjuk angkasa dengan dagunya, "mau jalan, kayaknya teman lo ini banyak fikiran. Makanya butuh refresing," ujar langit membuat angkasa berdecak kesal.

Aurora terkekeh geli, "boleh aja sih, tapi angsa yang traktir!".

"Gak usah, mending lo latihan. Gue cuman kepikiran hal yang gak penting," ungkap angkasa.

"Takut gue porotin ya?" Aurora terkikik geli melihat wajah datar angkasa, tapi jika di fikir-fikir wajah angkasa memang seperti itu.

"Iya,"

Mendengar ucapan pasrah angkasa membuat aurora tertawa ringan, sedangkan langit menggeleng pelan melihat interaksi keduanya.

***

Tbc.

DITULIS,
24 JUNI 2021.

DIPUBLIKASIKAN,
1

2 JULI 2021
Secretwriter.


Strong girl, moonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang