For, Teacher Sam|04

1.7K 132 2
                                    

Deru langkah kaki menjadi pengisi sepinya lorong lantai dua sekolah menengah atas itu. Liam dan Sam saling berlomba siapa yang berlari paling cepat, yang satu ingin meraih dan yang satu mencoba untuk menghindar.

"Liam! Stop!" Perintah Sam yang Liam abaikan, tentu saja, bahkan langkahnya semakin bertambah cepat seiring suara Sam yang terdengar begitu dekat dengannya. Namun kaki jenjang yang Sam miliki tidak bisa ditandingi oleh kaki remaja berusia 16 tahun dengan tinggi badan yang hanya 169 cm.

Sam berhasil meraih pergelangan kurus itu, dan mau tak mau Liam menghentikan langkahnya. Ia menatap ke lain arah, ke mana pun asal jangan menatap langsung ke manik hijau Sam.

"Ada apa dengan mu?" Tanya Sam serius.

"I'm ok." Balas Liam masih tak berani menatap lelaki itu, lantas Sam menyatukan alisnya, menciptakan kerutan di antara kedua alis itu. Dia sangat tahu jika pemuda yang ada di hadapannya itu tengah berbohong padanya.

"No you're not! Apa kau selalu berbohong seperti ini? Dengar Liam, kau boleh membohongi orang lain, tapi jangan diri mu sendiri. Katakan pada ku apa yang terjadi tadi!" Tegas Sam, dia akan melakukan apa yang seharusnya seorang guru lakukan.

Liam kini menatap Sam dengan tatapan tajamnya, dia muak dengan sikap sok keperdulian orang-orang pada dirinya, dia muak dengan wajah penuh pengasihan orang-orang terhadapnya namun menjadikannya objek cercaan di belakangnya.

Liam menggelengkan kepalanya menanggapi ucapan Sam, "kau juga tidak boleh membohongi orang lain sir. Karena di saat dia mengetahui kebenarannya, dia akan berhenti mempercayai orang lain dan dirinya sendiri." Liam melepaskan genggaman tangan Sam dari pergelangannya, kemudian kembali melangkah pergi.

Sam hanya terdiam, terpaku mendengar ucapan seorang pemuda berumur 16 tahun yang baru yang di temuinya itu. Sudah berapa lama dia memendam rasa sakitnya? Hanya kata-kata itu yang bisa ia putar didalam kepalanya.

Tubuh Liam semakin mengecil seiring jarak antara dirinya dan Sam semakin menjauh. Di sudut mata pemuda itu, terdapat genangan air mata yang langsung ia seka sebelum membasahi pipinya. Dia sudah lelah menangis, dia sudah lelah mengalami depresi, dia sudah lelah menutup dirinya, dia sudah lelah untuk tidak mempercayai orang lain, tetapi untuk kabur dari kelelahan nya itu membutuhkan keberanian yang besar. Dan naasnya, dia terlalu takut untuk mencoba menjadi pemberani.

Liam menatap kosong ke arah rel kereta bawah tanah itu, pikirannya kosong. Biasanya di saat-saat seperti ini, dia lagi-lagi akan mendengarkan musik favoritnya untuk memenuhi kekosongan pikirannya.

Suara nyaring dari kereta yang melewatinya berhasil mengalihkan kekosongan Liam. Walau hanya sebentar, tapi suara itu berhasil membawa kesadaran pada pemuda itu. Pintu gerbong kereta terbuka tepat di hadapannya, ia melesat memasuki gerbong itu, kemudian berdiri di dekatnya. Sekalipun banyak bangku-bangku kosong, Liam lebih suka berdiri tepat didepan pintu, jika lelah, dia hanya tinggal menyenderkan punggungnya pada pembatas bangku. Liam lebih nyaman untuk mengamati pergerakan-pergerakan para penumpang lainnya, jika berada di posisi itu. Aneh memang, tapi cara itu juga berhasil menghilangkan kebosanan Liam selama di perjalanan.

Sudah setengah perjalan menuju pemberhentian keempat, Liam kedatangan seorang gadis yang berdiri tepat di sebelahnya "Hi George!" Sapa gadis itu. Liam sangat yakin jika gadis itu tengah menatapnya sambil tersenyum lebar saat ini. Dan Liam sama sekali tidak mengerti dengan maksud kedatangan gadis itu. Tetapi saat melihat wajah tegang di balik senyuman nya, Liam hanya mengangguk dan balas menyapa.

"Hi."

"Tak ku sangka kau juga menaiki kereta ini, kita tidak pernah bertemu sebelumnya di sini." Ungkapnya sambil terkekeh pelan.

For, Teacher SamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang