For, Teacher Sam|08

1.3K 110 2
                                    

Lagi-lagi sebelum cerita di mulai, author cuma mau bilang, jangan lupa untuk memfollow akun author terlebih dahulu dan memberikan vote dan sebaris komentar mengenai cerita ini🙂, karena hal itu sangat berharga bagi author. Jangan mau jadi silent reader!!🥰

.


.


.


.


.

Liam bangkit sendiri dari duduknya, tangannya masih belum beralih dari hidung yang kini tengah mengeluarkan cairan merah segar itu. Rasanya sakit, namun luka di hatinya lebih terasa sakit lagi. Baru saja dia merasa sedang berada di atas awan, tapi realita kembali menjatuhkannya ke tanah. Bodoh! Bodoh! Kata-kata itulah yang Liam ucapkan berulang-ulang kali di kepalanya. Seharusnya dia tidak mempercayai Gideon, seharusnya dia tidak berharap lebih dari perkataan Gideon.

Liam keluar dari gedung itu dengan langkah panjang. Ia menyusuri gelanggang koridor dengan perasaan yang bercampur aduk. Sedih, kecewa, marah, semuanya bercampur menjadi satu. Ia bahkan tak tahu perasaan mana yang lebih dominan. Yang ia inginkan adalah keluar dari rasa kesepiannya. Namun perlakuan Gideon kali ini membuat Liam semakin takut untuk mempercayai orang lain kembali.

Langkah Liam terhenti ketika lengannya ditarik dari arah belakang. Liam menatap sendu pria dewasa itu, Sam. Matanya terasa perih ingin menumpahkan air mata. Melihat Sam berada di dekatnya, membuat perasaan Liam kembali berkecamuk. Dia ingin menepis pergelangan itu dan berlari, namun disatu sisi dia merasa tenang berada di dekat Sam. Pria dewasa itu selalu mengerti apa yang ia rasakan bahkan ketika Liam tidak berucap, Sam bahkan mengetahui semua kebenaran yang Liam rasakan bahkan ketika ia mengucapkan kebohongan.

"What happen?" Tanya Sam, alisnya menyatu ketika melihat cairan merah segar di sekitar hidung Liam.

"Aku terjatuh.." Liam berbohong. Mata Sam seketika memicing, seakan tahu apa yang terjadi, Sam tidak langsung mempercayai perkataan Liam.

"Aku tahu kau berbohong, sekarang katakan yang sebenarnya."

Liam mendongak, ia menatap lurus kedalam mata Sam yang penuh dengan sorot keperdulian. Liam takut, Liam takut ia akan merasa nyaman berada di dekat Sam. Liam takut jika ia akan dikhianati lagi, Liam juga takut, jika semua keperdulian ini hanyalah fiktif. Dia sudah jera mempercayai seseorang.

"Ayo ke ruang kesehatan dulu, hidung mu perlu diobati." Ajak Sam kemudian menepis rasa penasarannya, yang terpenting sekarang adalah mengobati luka Liam yang Sam yakini sangat terasa sakit. Liam tidak membalas, ia hanya mengikuti langkah Sam tepat di sebelahnya. Tangan Sam yang besar itu memegangi punggung belakang Liam, terasa sangat nyaman. Tidak pernah sebelumnya seseorang merangkul Liam seperti ini ketika ia mendapatkan masalah dari Gideon, bahkan ibunya pun tidak.

Sam dan Liam melangkah bersamaan memasuki ruangan kesehatan yang berada dihadapan mereka. Sesaat setelah mereka masuk, aroma khas obat-obatan langsung menyambut mereka bersamaan dengan seorang wanita muda yang datang menghampiri mereka.

"Oh my god, what happen to your nose?" Tanya wanita itu sedikit terkejut, pasalnya, darah yang keluar dari hidung Liam tak kunjung berhenti. Dokter Irina, segera mempersilahkan Liam untuk duduk, kemudian memberikan tissue agar Liam dapat membersihkan darah dari sekitaran wajahnya.

"Katanya dia terjatuh, itu pengakuannya padaku." Sam menjawab dengan cepat pertanyaan Dokter Irina. Mendengar itu, Dokter Irina langsung menatap Liam, meminta kebenaran atas perkataan Sam.

For, Teacher SamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang