Butuh waktu 30 menit yang mereka habiskan untuk sampai ke tempat tujuan. Rumah kayu bergaya classic. Memiliki taman mini di depannya dan lapangan yang cukup luas dengan rumput yang tertata rapi, ada kursi taman juga sebagai pelengkap tampilan depan rumah itu. Liam menggerakkan bola matanya menelusuri setiap inchi bagian luar rumah itu. Ia tidak menyangka jika kepribadian Sam yang tampak semrawut ternyata menyimpan sisi positif seperti ini. Meskipun ia masih belum memasuki rumah itu, Liam sudah merasa nyaman.
"Kenapa kau menatap rumah ku seperti itu?" Ucap Sam secara tiba-tiba, membuat Liam sempat tersentak kaget untuk sementara.
"Rumahmu bersih juga."
"Apa? Maksudmu aku tidak bisa menjaga kebersihan begitu?" Sam memberi komplain, namun hanya di abaikan oleh Liam. Pemuda itu melangkah lurus menuju pintu rumah itu.
"Apa dia lupa kalau kemarin dia menangis sesenggukan karena tidak mau meninggalkan rumahnya?" Sam mendumel pelan, kemudian melangkah sembari membawa barang-barang Liam.
Kedua pria itu terdiam sejenak di depan pintu kayu rumah itu. Kemudian saling menatap. Liam menyatukan kedua alisnya sembari menatap pria dewasa yang malah balik menatapnya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Protes Sam.
"Bukankah ini rumahmu?" Tanya Liam.
Sam memberi anggukan, yang lagi-lagi membuat Liam mengerutkan alisnya.
"Lalu apa yang kau tunggu? Kenapa tidak membukanya?"
Sam membuang napasnya gusar, "apa kau tidak lihat jika kedua tanganku terisi semua oleh tas bawaanmu? Ambilkan kuncinya di saku celanaku." Sam mencondongkan pinggul sebelah kanannya pada Liam, agar anak itu segera mengambil kunci dari dalam sakunya.
"Kenapa kau tidak menurunkan tasnya saja dulu, lalu ambil kuncinya?" Liam bertanya.
"Aku malas menunduk untuk mengambil tasmu jika tasnya ku turunkan. Ambil saja cepat." Ucap Sam tampak sedikit kesal, tas-tas yang ia pegang semakin lama semakin terasa berat.
Liam menghembuskan napasnya resah, kemudian mulai mengarahkan tangannya ke dalam saku celana pendek yang Sam kenakan. Entah kenapa, wajah Liam seketika memerah. Kemudian menatap Sam dengan tajam karena pria itu tidak berhenti bergerak, sesekali Sam juga terkekeh kala merasakan geli dari jari-jari tangan Liam yang mencoba untuk meraih sebuah kunci rumah didalam saku itu.
"Berhentilah bergerak!" Protes Liam layangkan, kesabarannya sudah habis. Dengan kasar pemuda berperawakan manis itu menggenggam dengan erat kunci rumah itu, sempat membuat Sam mendesis kala ia merasakan sakit ketika Liam tidak sengaja mencubit pahanya.
Liam mengarahkan kunci yang di genggamnya itu ke arah lubang kunci, memutarnya hingga pintu itu terbuka. Ia mempersilahkan sang pemilik rumah masuk terlebih dahulu, dan tanpa mengulur waktu, Sam melenggang masuk di ikuti Liam di belakangnya. Liam lagi-lagi terperangah, bagian dalam rumah itu sangat tertata.
"Fiuu...barang bawaanmu sangat banyak ternyata." Ucap Sam sembari mengusap keningnya yang mengeluarkan keringat.
"Bagaimana? Kau suka dengan rumahku?" Sam kembali bersuara, ia tampak antusias.
"Biasa saja. Rumahku jauh lebih nyaman." Ucap Liam sama sekali tidak menatap lawan bicaranya itu. Menandakan bahwa dia tengah berbohong. Liam sangat bodoh dalam hal itu.
Sam melangkah mendekat secara perlahan, wajahnya menunjukkan wajah meledek, "baiklah, kalau begitu mungkin kau akan merasa nyaman saat melihat kamarmu." Ucap Sam kembali berantusias. Dia menarik pergelangan Liam, menarik tubuh remaja itu menyusuri lorong rumahnya, kemudian berhenti tepat di depan sebuah pintu kayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
For, Teacher Sam
Romance[21+] [Warning!!] [#Cerita ini mengandung adegan sex!! #tidak cocok dibaca oleh anak-anak berumur 17 tahun kebawah #kalau masih nekat, konsekuensinya ditanggung sendiri #BOY♡BOY/Homo/LGBT #tidak menerima pembaca homopobic] Masa lalu Liam yang kela...