For, Teacher Sam|11

443 32 8
                                    

Sam menaikkan sebelah alisnya ketika tidak menemukan sosok pria kecil penyendiri di dalam ruangan kelas itu saat ia masuk. Salam sapa dari murid-muridnya yang lain juga tak ia hiraukan saking sibuknya menerka-nerka alasan kenapa Liam belum berada di tempatnya. Apakah dia terlambat?

"Good morning class!" Pada akhirnya Sam kembali pada pemikiran rasionalnya.

"Aku belum melihat Liam, apakah ada yang tahu dia ke mana?" Oh ternyata Sam masih pensaran.

Tidak ada jawaban dari para penghuni kelas itu. Membuat Sam secara spontan melirik ke arah Gideon yang tengah menopang dagu, anak itu tampak tidak memiliki semangat. Ada apa dengannya?

"Gideon, bukankah kau tetangga Liam? Apa kau tahu dia ke mana?"

Gideon yang namanya disebut seketika menunjukkan wajah kikuknya, ia mengerjap-ngerjap beberapa kali, posisi duduknya juga ia benarkan.

"Um...i don't know, sick maybe?..."

"Apa orang tuanya menitipkan pesan padamu?"

Gideon menggeleng, membuat Sam harus mendesah pelan, kemudian memilih duduk dan mengambil buku absensinya. Mencari nama Liam kemudian menuliskan keterangan bahwa anak itu tidak masuk tanpa keterangan pada hari ini.

Gideon mengambil ponselnya yang ia sembunyikan di dalam laci, tidak menghiraukan Sam yang sudah memulai mata pelajaran mereka.

Sangat lama di tatapnya benda pipih itu, bibir bawahnya ia gigit perlahan. Ada rasa khawatir dihatinya. Khawatir jika Liam mempermasalahkan hal tersebut dan memberi tahu hal itu pada ayahnya lagi. Untuk tindakan bully yang ia lakukan pada Liam mungkin masih bisa termaafkan, tetapi yang ia lakukan kemarin adalah tindakan pelecehan seksual, dimana ayahnya sangat anti akan hal itu.

Berulang kali Gideon ingin meminta maaf melalui pesan singkat, tapi berulang kali juga ia urungkan niatnya. Mungkin dia harus meminta maaf secara langsung dan memastikan Liam tidak akan membocorkan hal tersebut. Gideon kembali memasukkan handphonenya ke dalam laci.

Namun tetap saja, perasaannya masih gundah, lalu ia mulai menyalahkan orang lain atas kejadian ini semua. Ayahnya. Jika saja Harry tidak selalu ikut campur dalam urusannya dan Liam, mungkin ini tidak akan terjadi. Kekacauan ini bermula saat Harry pulang ke rumah kemarin.

[FLASHBACK]

Brak!

Pintu kamar Gideon terbuka dengan keras, membuat sipemilik ruangan menghentikan kegiatan bermain gamenya seketika dan menatap kaget pada Harry, sang pelaku.

Gideon sama sekali tidak mengerti dengan sikap ayahnya itu. Ia juga tidak tahu apa yang membuat ayahnya menatap nyalak padanya. Ingin bertanya, namun ada rasa takut baginya untuk bersuara. Saat ini ibunya sedang pergi shopping dengan teman-temannya, ia sama sekali tidak memiliki sang penyelamat dari amukan ayahnya kali ini.

"Apa itu benar...kau melakukan pembullyan terhadap Liam?" Harry membuka suara. Lantas membuat wajah tegang milik Gideon berubah menjadi dingin seketika.

Ayahnya selalu bersikap seperti ini, marah-marah hanya karena masalah sepele yang menyangkut Briana maupun Liam. Gideon selalu merasakan ketidakadilan akan sikap ayahnya itu. Terkadang dia selalu bertanya-tanya, apakah dia dan ibunya adalah betul anak dan istrinya? Hal ini lantas tidak membuat Gideon berpikir harus bersikap baik pada Liam, tak peduli apakah Liam memiliki kesalahan atau tidak, namun saat melihat Liam tertindas karenanya, ia selalu merasa puas.

For, Teacher SamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang