//
CHAPTER EMPAT BELAS
Jimin masih ingat senyuman Dahyun kala mereka berangkat bersama. Dahyun punya senyuman lebih terang dari matahari, dan Dahyun terlihat lebih segar daripada kelopak bunga yang masih berembun. Gadis itu sangat cantik dengan aura cerahnya, sampai Jimin betah berdekatan dengan Dahyun.
Setelah beberapa tahun terpisah, Jimin sempat kehilangan sinar dari dirinya, dan dia bertanya-tanya apakah ada sosok gadis yang lebih terang menderang dibanding sahabat kecilnya, Hwang Dahyun.
Jimin nyaman bernostalgia, menghabiskan waktu mengisi energi dengan melihat beberapa foto lama mereka. Oh ya, Dahyun enggan didekati laki-laki manapun. Dahyun juga hanya mau dirangkul olehnya, hingga Jimin merasa teramat spesial. Waktu mereka berbaris atau pekan olahraga, Dahyun akan langsung mendekatinya sambil berceloteh kalau dia sebal kala ada banyak gadis berkerumun di lapangan padahal Dahyun pikir ruang kelas mereka adalah yang terbaik.
"Kau tidak suka berada di luar?"
"Hm, kalau ramai begini, agak pusing. Tapi untung kau di sini, aku akan memaksakan diri agar tidak pusing."
"Berpegangan denganku kalau memang pusing. Aku bisa antarkan ke UKS juga."
Dahyun mengerucutkan bibirnya lantas menggeleng. "Aku di sini saja, tidak apa," katanya pelan.
Aku akan mengusap kepalanya, kemudian tersenyum. "Anak pintar." Kemudian Dahyun akan melotot dan mencubit sisi pinggangku jahil.
"Mengapa bicara seperti Appa kepadaku?"
Jimin akan terkekeh pelan.
Appa Dahyun adalah sosok menyenangkan. Bahkan Jimin seperti kawan lama untuknya, sehingga meeka biasa duduk lama, mengobrol tentang banyak hal tanpa canggung. Jimin ingat bagaimana Appa Dahyun pun sangat menyayangi Dahyun, sampai dia terus berkata bahwa putrinya, Dahyun, adalah hal paling menakjubkan dalam hidupnya.
"Aku ingin.. pria yang mendampinginya kelak sadar berapa berharganya Dahyun. Aku harap dia juga menghargai Dahyun dan mencintai putriku dengan tulus. Aku tidak menuntut apapun, aku hanya mau mereka bahagia, dan Dahyun sehat selalu."
.
.
Chaeyoung membawa dua kotak susu stroberi. Menarik kursi, dia pun duduk. "Untukmu."
"Terima kasih, Chae."
"Jadi, bagaimana keadaanmu? Kau sudah periksa ke dokter?"
"Yah, aku sudah pulih. Bagaimana latihannya? Dan syutingnya?" tanya Dahyun cepat. Absen dari grup membuat hari Dahyun sepi. Padahal, dia biasanya akan bercanda dan berlarian di ruang latihan mereka bersama Chae atau terkapar di lantai latihan lantas tertawa keras saking kelelahannya.
"Semuanya lancar."
"Syukurlah," sahut Dahyun cepat.
Chae menyesap ujung sedotannya, tidak melepaskan pandangan dari Dahyun. "Apa yang kau pikirkan? Apakah kau masih khawatir soal Park Jimin?" tanyanya blak-blakan.
"Ssh."
"Sudahlah, tidak akan ada yang dengar di sini." Chae menghela napas. Bahkan rasanya menyebut nama Park Jimin saja seperti tabu di depan Dahyun, apalagi jika mereka di agensi. Yah, seolah ada peraturan tidak tertulis bahwa menyebut nama pria itu hanya akan menyebabkan mereka dalam masalah. "Kau merindukannya?"
"Ti—tidak, kok." Dahyun mencebik. "Bagaimana bisa aku rindu.."
"Seharusnya kau menemuinya, yah, bagaimana pun caranya. Ada banyak hal yang belum selesai di tengah kalian, dan aku khawatir kau semakin memikirkannya."
Begitu, kah?
"Aku yakin dia akan selesai hiatus dan kembali. Kalau kau juga boleh kembali, kalian bisa bicara. Yah, tidak terang-terangan dan secara khusus, cukup bicara santai saja kalau kalian tidak sengaja berpapasan saat masa promosi. Pastikan saja semuanya baik," jelas Chae dengan santainya. "Aku ingin kau tidak terbebani lagi."
Dahyun melipat bibirnya lantas menunduk. Yah, tiga bulan terakhir ini memang yang terberat karena fokusnya terpecah; ingin kembali dengan membernya, dan ingin terbebas dari banyak pikirannya sendiri.
.
.
Jungkook datang dengan ponsel di tangannya. Dia mendekati Jimin yang masih menonton TV dengan tangan memegangi remote. Di dorm mereka, Jimin jadi penguasa sekarang karena pria itu yang selalu standby jika tidak ada jadwal ke agensi atau bertemu dokternya untuk pemeriksaan. "Kau dapat kiriman, tadi manager-nim yang titipkan."
Jimin mengeryit, kemudian menatap buket bunga ungu tersebut. "Untukku?"
"Ada suratnya juga."
Jimin bergerak dan meraih surat itu. Sejenak dia membacanya dengan serius.
"Aku tidak tahu agensi memperbolehkan kau menerima hadiah. Aku kaget tadi."
"Ini bukan dari penggemar."
"Oh ya? Dari siapa?"
Tapi Jimin sudah terlanjur membawa bunga dan surat itu menuju kamarnya yang berada di ujung lorong. Jimin duduk nyaman di tepian ranjang sembari membaca lebih seksama. Ini dari Dahyun dan sepertinya Manajer Ryu yang mengirimkan ke dorm Jimin dengan izin agensi. Entahlah, untung saja tidak diambil orang di luar agensi mereka atau ini akan jadi berita baru.
Intinya Dahyun sudah membaca surat dari Jimin dan gadis itu berulang kali memohon maaf. Dahyun juga berharap Jimin cepat sembuh agar bisa beraktivitas lagi, tidak lupa, Dahyun juga mengatakan semoga mereka punya kesempatan untuk bertemu secara langsung.
Yah, semoga.
Jimin melipat surat itu lagi dan menaruh di laci nakasnya. Sebenarnya, dia sudah bisa kembali setelah sebulan ini. Apalagi terapinya menunjukkan hasil dan kembali menari sudah diperbolehkan. Tapi untuk mengikuti jadwal promosi South Boys yang padat, itu jadi pertimbangan agensi.
Dan yah, Jimin terus terperangkap di dorm ini tanpa leluasa melakukan banyak hal. Apalagi bergerak ke sana kemari hanya akan membuatnya mudah letih pula.
Aku mau kita seperti sebelumnya—sibuk dengan dunia kita masing-masing.
Jimin merasa tercubit membaca potongan kalimat Dahyun. Jadi, mereka lebih baik menjadi dua sosok asing yang sibuk sebagai publik figur saja? Tanpa terlihat saling mengenal? Apakah waktu-waktu berharga sebelum semua ini tidak berkesan untuk Dahyun? Karena untuk Jimin, itu berarti dan penting. Jimin bahkan merasa lebih semangat sewaktu dia syuting di rumah iDOL hanya karena membayangkan ada Dahyun di sana, ada Dahyun di sekitarnya dan ada Dahyun yang memberikan energi layaknya mentari di harinya yang suram. Mentari itu memilih bersembunyi sekarang, sibuk dengan dunianya, sedangkan Jimin terus berharap pertemuan mereka yang sudah sekian lama.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
I-DOLL | park jm ✔
FanfictionHwang Dahyun tahu bahwa menjadi seorang idol akan menuntut banyak hal darinya; hilangnya privasi, menjadi target kebencian bahkan adanya invasi dalam hubungan asmaranya. Apalagi di saat grupnya (Pop Rush) tengah naik daun, Dahyun harus ekstra berhat...