Jangan lupa votmen-nya ya say. Votmen mu sumber semangatku:')
———
Ada masa ketika rindu tak bisa ditahan lagi. Pertahanan yang dibuat kokoh pun akhirnya runtuh juga.
°°°
Pemuda itu keluar dari kamar mandi, sembari menggosok rambut hitamnya yang basah sehabis keramas. Ia mendekat ke meja belajarnya, duduk, kemudian mengambil sebuah pas poto yang berdiri di sana.
Tersenyum miris, ia mengusap foto itu. Merasakan betapa rindunya dia pada gadis yang ada dalam foto kelulusan tersebut.
Qinan yang begitu cantik dengan polesan make up, juga kebaya panjang dan rambut berponinya. Berfoto bersamanya sembari memegang buket bunga mawar putih yang ditengahnya terdapat setangkai bunga matahari. Meskipun bahkan sampai sekarang Qinan belum mengetahui, jika sebenarnya buket bunga tersebut diberikan atas permintaan Galang.
Sudah tiga hari Gilang memaksakan diri tak bertemu dengan Qinan, mengabaikan pesan dan panggilan masuk dari gadis itu, mencoba tak peduli padahal begitu mencemaskannya.
Ia tahu, Qinan pasti ingin mempertanyakan soal kado dari Galang, tapi sayangnya Gilang tak berani untuk menceritakannya pada Qinan. Memilih diam, membiarkan waktu menjawab dengan kedatangan Galang sebagai bukti nyatanya.
Ditambah, mungkin Qinan juga ingin memarahinya karena kelancangannya waktu itu. Ia pun juga masih merasa begitu malu, untuk menampakkan wajahnya.
Panggilan telpon terdengar, membuyarkan lamunan Gilang. Ia mengangkatnya, mendengar kalimat singkat dari si penelpon.
"Iya, Pa."
Setelah itu panggilan terputus. Gilang menyimpan pas foto tersebut ke tempatnya semula, kemudian bersiap-siap untuk pergi ke bandara. Menjemput dan menyambut kedatangan saudara kembarnya.
***
Terakhir kali Gilang bertemu kembarannya adalah saat Galang bangun dari koma untuk kedua kalinya. Saat itu kondisi Galang begitu menyedihkan. Tubuhnya kurus, tatapannya sayu, rambutnya gondrong, mempunyai kumis dan janggut, juga dengan wajah yang sangat tirus sampai tulang pipi dan rahangnya menonjol. Begitu miris.Meskipun kini, Gilang bersyukur karena sekarang fisik Galang sudah lebih baik. Tubuh tingginya tidak sekurus waktu itu, wajahnya bersih tanpa kumis dan janggut, rambutnya sudah pendek yang sekarang warna hitam, dan auranya wajahnya jauh lebih segar.
Gilang mendekat ke hadapan Galang dan papanya yang juga berhenti setelah menarik koper. Ia menatap kembarannya itu dengan tatapan haru penuh kebahagiaan. Gilang rindu sekali dengan Galang, ingin rasanya memeluk dan mengatakan kalimat kerinduan padanya, tapi tubuhnya kaku dan bibirnya terasa kelu. Ia gengsi. Memilih mengulurkan tangannya, mengajak saudaranya berjabatan.
"Selamat datang kembali."
Galang sebenarnya ingin tertawa dengan tingkah kembarannya tersebut. Namun, tentu saja dia masih mau mempertahankan imej kalemnya. Berusaha tenang, memandang Gilang dengan aneh.
Sudah lama tak bertemu Gilang, dia tak mau menipu diri sendiri dan mengatakan jika dia tak merindukannya. Meski mereka seringkali tak akur, atau bahkan jarang berinteraksi juga. Tak mungkin, Galang tak merasa kehilangan ketika dia berada di Singapura.
Sayangnya, sama hal seperti yang dirasakan Gilang. Galang pun gengsi untuk mengungkapkan kerinduan. Alhasil, dia hanya berdehem singkat dan tersenyum miring. Membalas uluran tangan Gilang dan berjabatan dengan erat. Hanya begitu saja sudah cukup untuk mereka untuk melepas rindu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET : TWINS (2) ✓
Teen Fiction[Season 2 • Wajib baca season 1 nya dulu] Ketika waktu mengubah banyak hal. Sebuah kepercayaan, perlahan memudar. Sebuah keyakinan, mulai menimbulkan keraguan. Hati yang belum menetap, semakin terombang-ambing dalam ketidakpastian. Perasaan itu kini...