Dua puluh kali berturut-turut, panggilannya tak kunjung dibalas. Kekesalan menumpuk di kepalanya, tangan kirinya mengepal, sedangkan tangan kanannya meremas ponsel seolah bisa meremukkannya kapan saja.
Orang-orang yang melihatnya seolah bisa tahu jika dia sedang dalam suasana hati yang buruk, mereka berjalan melewatinya yang berdiri di lobi kampus itu dengan menjaga jarak. Takut-takut akan menjadi sasaran lemparan ponsel yang diremasnya itu.
Galang mendengus untuk kesekian kali. Masih berusaha bersabar. Ia membuka roomchatnya dengan Qinan.
Lalu mengetikan banyak teks di sana.
|Lo dmn?
|knp gk diangkat?
|Berani lo ngacangin gw?
|Qinan
|Lo gpp kan?
|Gw ke kelas lo tp knp lo gk ada?
|Oy
|Jgn buat gw kesel, Q!
|Gw bilang mau jemput lo, knp lo gada di sini?
|QINAN!!
|Gw bkl ke rumah lo sekarang!Sudah cukup, Galang tak bisa menunggu lebih lama lagi, mungkin Qinan memang sudah pulang lebih dulu. Padahal ia sudah bilang jika akan menjemputnya setiap pulang kuliah. Awas saja, Galang akan memarahinya nanti.
Pemuda jangkung itu segera beranjak dari lobi, kembali ke parkiran, dan segera meninggal area kampus menuju ke rumah gadis itu.
Ia sampai dalam sepuluh menit. Segera mendekat ke pintu, mengetuknya tiga kali.
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam." Seseorang menyahut, membuka pintu. "Eh, Galang? Sendirian aja? Qinan-nya mana?" Ibu bertanya heran. Biasanya Galang akan datang bersama anak gadisnya itu. Namun, kali ini dia sendiri saja.
Wajah Galang tampak bingung. "Jadi, Qinan belum pulang?"
Ibu menggeleng. "Kan biasanya pulang sama kamu."
"Oh, mungkin dia ada urusan sama temen-temennya. Kalau begitu, saya pergi dulu, Bu," kata Galang sopan, tersenyum ramah.
"Gak mau masuk dulu sambil nunggu Qinan pulang?"
Galang menggeleng pelan. "Gak perlu, Bu. Makasih."
Galang pamit kembali, segera pergi dengan hati dongkol. Kalau tidak pulang, ke mana gadis itu pergi? Biasanya Qinan selalu memberinya kabar jika ada urusan atau setidaknya, gadis itu harusnya membalas telpon dan pesannya. Namun, sampai saat ini tak ada balasan apa pun yang dia terima.
Ia menepi lebih dulu di tepi jalan. Hanya untuk melihat ceklis dua warna abu-abu di pojok chat yang dia kirim. Qinan bahkan belum membaca pesannya.
Ia menghubungi nomor gadis itu. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Masih tak ada jawaban. Galang beralih ke nomor Rama. Menghubungi sahabat gadisnya itu.
Di angkat.
"Halo, Kak—"
"Dimana, Qinan?" sambarnya to the point.
"Eh? Gue gak tau, Kak. Gue masih di kampus nih. Emang dia belum pulang?"
Galang mengembuskan napas kasar, bahkan sampai terdengar ke sebrang telpon. "Dia gak ada di kampus, di rumahnya juga gak ada. Lo bener gak tau di mana dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET : TWINS (2) ✓
Teen Fiction[Season 2 • Wajib baca season 1 nya dulu] Ketika waktu mengubah banyak hal. Sebuah kepercayaan, perlahan memudar. Sebuah keyakinan, mulai menimbulkan keraguan. Hati yang belum menetap, semakin terombang-ambing dalam ketidakpastian. Perasaan itu kini...