Terkadang, menerima perubahan itu memang berat.
°°°
"Tetap begini, Qi, jangan berubah. Gue gak siap kalau itu terjadi."
Pemuda begitu serius saat mengatakan hal tersebut. Sedangkan gadis yang diajak bicara mendadak terdiam.
Qinan tak tahu harus membalas apa, karena dia sendiri tak yakin apa sekarang dia masih sama seperti dulu atau sudah berubah. Walau terkadang kita pun bisa merasakan perubahan dari diri sendiri, tapi bukankah yang menilai perubahan kita adalah orang lain?
Qinan mengukir senyuman tipis sebagai balasan, kemudian mengangguk sekali.
"Jangan sakit lagi, ya, Kak."
Galang balas tersenyum, mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Qinan. Meski kemudian niatnya tersebut urung, ia segera menurunkan tangannya kembali saat mendengar pintu kamarnya terbuka. Yang juga membuat Qinan pun refleks segera berdiri.
Seseorang masuk tanpa permisi ke kamarnya, membuat Galang berdecak sinis, karena yang masuk adalah saudaranya. Lagi-lagi, kenapa Gilang terus saja mengganggu momennya dengan Qinan?
Gilang sejenak terdiam di depan pintu, cukup terkejut ketika melihat Qinan berada di kamar Galang. Tadi saat di kamarnya, dia mendengar suara mobil pergi. Awalnya, dia heran karena mereka pergi terlalu cepat, dan dia mengira jika Qinan pun ikut pulang juga bersama mereka. Ternyata mereka meninggalkan Qinan, toh.
Gilang segera menguasai diri, mendekat ke sisi kasur yang bersebrangan dengan Qinan. Lalu mengecek cairan dalam labu infus yang digantung di sisi kiri kasur Galang.
"Dokter Hendri ada pasien darurat, gue disuruh cabut infusan lo," ucap Gilang tiba-tiba, menjelaskan sebelum ada pertanyaan dari mereka.
Tak ada balasan apapun. Qinan dan Galang diam, membiarkan Gilang melakukan tugasnya untuk melepas jarum infus yang menusuk di tangannya.
"Eung, Kak."
Galang dan Gilang menoleh pada Qinan bersamaan, membuat gadis itu jadi gelagapan sendiri.
"M-maksudku ... Kak Galang. Aku ... mau pulang, ya."
"Kenapa?" Lagi, dua pemuda kembar itu kini bertanya kompak. Mereka saling pandang dengan kaget. Lalu segera berpaling dan menyorot Qinan lurus.
Qinan tersenyum kaku. Mendadak jadi grogi sendiri. "Bentar lagi udah mau ashar."
Galang ber-oh pelan. Menggerakkan lengan kirinya yang udah lepas dari infusan. Sedikit pegal.
"Yaudah, ayo gue anterin."
"Jangan!"
Kali ini malah Gilang dan Qinan yang berseru bersamaan. Mereka saling tatap sama-sama terkejut, Qinan segera berdehem agar Gilang membiarkannya bicara lebih dulu.
Qinan menatap Galang teduh dan melanjutkan kalimatnya. "Lebih baik kakak istirahat dulu, kan baru selesai diinfus. Aku bisa sendiri kok."
"Gue gak butuh istirahat," ucap Galang, lantas bangun dan berdiri ke samping Qinan. Sekali lagi, dia tegaskan jika dia benci sekali dengan kata itu.
"Jangan maksain." Gilang akhirnya angkat suara, memutari kasur, berdiri di sisi yang sama.
Galang mencibir, menatap sinis saudaranya. Ia tak mau ambil pusing, tak peduli dengan larangan kedua orang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET : TWINS (2) ✓
Teen Fiction[Season 2 • Wajib baca season 1 nya dulu] Ketika waktu mengubah banyak hal. Sebuah kepercayaan, perlahan memudar. Sebuah keyakinan, mulai menimbulkan keraguan. Hati yang belum menetap, semakin terombang-ambing dalam ketidakpastian. Perasaan itu kini...