17. Soal Matematika

473 111 0
                                    

"Kamu yang tadi meminta uang saya, kan?"

Salsa hampir saja terbahak melihat situasi memalukan yang kini menimpa sahabatnya itu. Siapa sangka doanya malah dikabulkan dan Amanda akhirnya bertemu lagi dengan cowok yang ia minta uangnya tadi. Salsa benar-benar puas melihatnya. Apalagi wajah memerah Amanda yang menahan malu sangat kontras sekali saat ini.

"Iya, kan? Itu kamu yang di pasar tadi?" Ucap cowok itu lagi masih dengan menunjuk Amanda yang buru-buru menyembunyikan wajahnya di balik tubuh salsa.

Amanda menggelengkan kepalanya. Ia mencengkram kuat baju salsa, memohon pada sahabatnya itu untuk mengeluarkannya dari rasa malu ini. Namun salsa malah menjauhkan diri dan melepaskan secara paksa tangan Amanda dari bajunya. Kini wajah Amanda benar-benar berhadapan langsung dengan cowok itu lagi.

Amanda menatap salsa dengan kilatan amarah, sementara yang ditatap pura-pura tidak peduli dan acuh. Semua anak-anak yang ada di pondok itu kini melihat ke arah Amanda dan itu benar-benar memalukan.

Amanda mengepalkan tangannya, memberanikan diri menatap lelaki yang kini berdiri di hadapannya itu. Amanda tidak punya pilihan lain selain tersenyum pada laki-laki itu dan menyapanya.

"Hai, kita bertemu lagi. Hehe." Sapanya mengangkat tangan.

Laki-laki itu malah membalasnya dengan ikut menyapa balik. "Oh, iya hai." Katanya.

Amanda menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. "Ngomong-ngomong, makasih untuk uang tadi." Ucapnya sok manis.

Salsa melihatnya dengan alis bertaut. Sel-sel di otaknya ikut keheranan melihat tingkah Amanda saat ini. Apa urat malunya sudah beneran putus hingga menyebabkan ia bersikap seperti itu?

"Ya, sama-sama. Uangnya cukup, kan?" Tanya laki-laki itu.

"Iya, cukup." Balasnya cengengesan. "Malah terlalu banyak." Sambungnya lagi dengan nada pelan.

"Syukurlah." Ujar laki-laki itu.

"Uangnya perlu gue ganti gak? Gak usah aja ya?"

Salsa menoleh cepat pada Amanda. Salsa mengerjapkan matanya dengan mulut melongo. Dari seluruh orang di dunia ini, entah kenapa tuhan mempertemukannya dengan makhluk tidak tahu diri ini? Kenapa ia harus bersahabat dengan makhluk yang membuatnya harus ikutan malu juga?

Lelaki itu menatap Amanda sambil tertawa kecil. Salsa menjadi waspada, takut jika laki-laki itu akan marah atau bahkan meneriakinya maling. Lagian kenapa salsa tidak pergi saja sejak tadi dan meninggalkan Amanda menghadapi ini sendirian. Bodohnya ia malah tetap di sini dan ikutan terjebak rasa malu yang diciptakan Amanda.

"Sepertinya kamu penduduk baru di desa ini ya?" Kata cowok tersebut usai menghentikan tawanya. "Tinggal di mana?"

"Mampus!" Umpat salsa yang seakan sudah tahu ending dari semua ini. Ya, jika ia menanyakan tempat tinggal itu berarti keduanya dalam bahaya.

"Di sana. Di rumah kayu yang di depannya ada pohon mang-"

"Bego, ngapain di kasih tahu!" Seru salsa menarik tangan Amanda yang kelewat polos itu. Ia memukulinya secara brutal, salsa benar-benar gemas dengan kepolosan Amanda.

"Karena dia nanya mangkanya di kasih tahu." Ucapnya dengan wajah polos.

Salsa menatap Amanda penuh emosi. Hampir saja ia mencekik sahabatnya itu jika saja tidak ada banyak orang di sini.

"Oh, rumah yang itu." Sahut si cowok manggut-manggut seolah ia mengetahui lokasi yang dikatakan Amanda tersebut. Tidak lama ia menyodorkan tangannya ke hadapan dua orang tersebut.

"Kalau gitu salam kenal, saya Gibran." Ucapnya memperkenalkan diri.

Amanda langsung membalas dan menjabat tangan laki-laki tersebut. Sementara salsa menatapnya bingung, namun ujung-ujungnya tetap membalas jabat tangan laki-laki tersebut dan memperkenalkan dirinya.

JEJAK LANGKAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang