8. kebersamaan ✨

52 17 7
                                    


“yang sia-sia itu, ketika lo memperjuangkan dan mengharapkan seseorang yang sudah jelas gak bisa lo milikin.”
~LALLITA MAHESWARI~

✨•••✨

Gila, rame banget ni kantin,” ucap Defan yang melihat-lihat seisi kantin.

Herlan menatap sinis ke arah Defan. “ya-iyalah, goblok! Kalau gak rame yang ada penjual kantin bangkrut,”

“Ck! Ribut lo pada. Minggir gue mau lewat!” Lallita berjalan ke arah meja kosong yang ada di ujung kantin.

“kalian mau pesan apa? Biar gue pesanin,” tanya Rania.

“Enggak-enggak, lo gak boleh kemana-mana. Biar Defan aja yang pergi pesan makanan, lo tetap disini!”

Defan menatap Akhtar sinis. “ko gue sih? Suruh Herlan aja, gue lagi mager soalnya,”

“Enak aja lo nyuruh-nyuruh gue. Moon maap gue bukan babu lo!” tolak Herlan mentah-mentah.

Akhtar menatap Defan dan Herlan secara bergantian. “adilnya lo berdua yang pergi pesan, cepetan! Gak pake lama,”

Defan dan Herlan menghela nafas pasrah. Mereka berdua beranjak dari tempat duduknya dan pergi memesan makanan dan minuman.

Cukup lama mereka menunggu makanan yang mereka pesan. Hari ini suasana kantin memang cukup rame, bahkan penjual di kantin saja kewalahan melayani para siswa yang membeli.

“Woy! Bisa minggir gak lo pada gue mau lewat.” Defan berusaha membelah kerumunan dengan membawa enam mangkok mie ayam.

Sedangkan Herlan, ia juga sibuk membawa enam gelas teh manis. Segala sumpah serapah ia lontarkan kepada Akhtar, gara-gara dia, Herlan harus rela bersempit-sempitan dan mengantri untuk mendapatkan enam gelas teh manis.

“Akhtar anjing! Bisa-bisanya dia suruh gue. dia nggak liat apa keadaan kantin lagi rame banget,” gerutunya sambil membawa teh manis dengan hati-hati.

“Yuhuuu, makanan untuk nyonya dan tuan sudah datang,” ucap Defan mendramatis, lalu meletakkan mie ayam tersebut di atas meja.

Lallita memutar bola matanya. “lama lo!”

“Anjing!” balas Defan.

Defan mengelus dadanya, sabar. “astaghfirullahalazim, gak boleh ngomong kasar. Tapi lo kaya anjing, punya sipat kaya gitu!” lanjutnya.

“Akhirnya gue bisa terbebas dari kerumunan makhluk-makhluk yang kurang asupan makanan.” Herlan bernafas lega dan menaruh minuman yang ia bawa ke atas meja.

“Lo pada udah bayar gak ni?” Akhtar menyipitkan bola matanya. Pasalnya ia tak yakin kalau temannya ini sudah membayar makanan dan minuman yamg ada di hadapannya ini.

“Belum. Bule kantinnya tadi jual mahal, gue panggilin kaga nyaut-nyaut. Biasalah ngeseleb,” jelas Herlan yang memang benar bahwa bule kantinnya tidak mendengar panggilan dari Herlan.

“Udahlah gak usah di bayar, kita ngutang dulu. Nanti kalau sudah kaya baru kita bayar,”  timpal Defan yang mulai menyuapkan sesendok mie ayam kedalam mulutnya.

AKHTAR [ On Going ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang