fraternity chapter : 10

907 110 3
                                    

Rey berlari sangat cepat dengan tangan yang masih bersimbah darah. Demi Tuhan dia sudah berusaha untuk menahan emosinya. Selama ini selalu tidak ada masalah. Tapi hari ini, kenapa? Apa yang terjadi padanya? Dia tidak sadar untuk kedua kalinya dia sudah melakukan kesalahan yang sangat besar.

"Arthur..." sekarang, pantaskah ia berlirih memanggil nama adiknya yang sudah ia cabik-cabik dengan tangannya sendiri. Rey melepaskan genggamannya dan pisau yang ada ditangannya tertinggal ditanah begitu saja. Ia menatap kosong darah adiknya.

Sebenarnya Rey sudah mengikuti Arthur sejak lama. Dia sangat ingin menyapa atau setidaknya berpapasan dengan Arthur. Tetapi emosi dan juga perasaannya tidak bisa ia tahan. Ia takut sisi gelapnya akan melukai Arthur seperti kecelakaan waktu itu.

Kejadiannya, Rey memang sengaja menabrak mobil Raka dan menyebabkan mobil itu bergeser. Rey tersadar. Ia memutar kemudi untuk menolong kakak dan adiknya. Tapi yang terjadi kemudian sebuah truk menabrak mereka berdua dan Rey tidak punya kesempatan.

Kecelakaan itu terjadi karena Rey kembali menjadi Rey yang penuh dengan kemarahan. Kemarin ia juga berubah demikian. Tanpa dosa dan tanpa rasa kasihan, dia menusuk bahkan menembak adiknya.

Rey bahkan tidak tau bagaimana keadaan Arthur sekarang. Jika sampai terjadi hal yang buruk pada adiknya, Rey akan menerima segala hukuman dalam bentuk apapun. Dia bersumpah untuk itu.

***

Terbang ke London kemarin bukan hal yang mudah untuk Raka. Sepanjang perjalanan kedua tangannya terus gemetar dan laju nafasnya pun tidak beraturan. Raka yang terpaksa harus mengaktifkan mode pesawat di ponselnya tidak mendengar kabar apapun hingga dia datang ke apartemen Arthur dan melihat darah yang sudah mengering beserta kepolisian dan juga penyelidik disemua sudut.

Dengan suara yang sangat kacau, Raka meminta penjelasan bahwa dia adalah kakak Arthur dan menanyakan dimana keberadaan adiknya saat ini.

Jadi, disinilah Raka yang sedang berdiri dilantai rumah sakit dengan situasi yang sama seperti dulu. Untuk kedua kalinya ia melihat Arthur terluka sangat parah dengan mesin rumah sakit yang mengelilingi tubuhnya. Yang berbeda adalah saat ini Raka juga diliputi rasa bersalah. Sebenarnya, Raka sudah memiliki rencana untuk jujur pada Arthur tentang keberadaan Rey yang merupakan saudara kembarnya. Fikirannya melayang pada rasa bersalah karena Arthur harus mengenal Rey dengan cara sesakit ini.

"Kita pernah melalui ini, Arthur. Kita harus kuat dan kau juga harus bisa bertahan. Kali ini, tidak sesakit yang kemarin, kan?" racau Raka dengan pandangan kosong tertuju pada wajah Arthur yang sedang tertutup dengan alat bantu nafas.

"Namanya Rey. Seharusnya kau mengenalnya sejak lama, Arthur. Tapi karena memang dia terlalu kasar dan tidak bisa mengendalikan apa yang dia lakukan. Ayah dan Ibu terpaksa menjauhkannya dari keluarga terutama dirimu. Dia menganggap kelahiranmu hanyalah penghalang. Dia takut Kak Raka akan lebih menyayangimu dari pada Rey. Kak Raka tidak begitu. Kak Raka akan berusaha sebisa mungkin untuk adil dalam menyayangi kalian berdua. Tapi, Kak Raka juga tidak tau dari mana asal sisi gelapnya itu hingga dia berani melukaimu sampai seperti sekarang. Kak Raka bahkan sampai tidak bisa percaya kalau dia lah yang mengatur kecelakaan itu, Arthur. Sedalam itukah kebenciannya pada keluarganya sendiri? Kita tidak membuangnya. Kalau saja dia mau menuruti nasehat Ayah dan melakukan pengobatannya dengan baik. Pastilah tidak akan seperti ini kejadiannya" sesal Raka masih dengan pandangan dan raut wajah yang kosong.

Arthur menunduk dalam sambil meremat jemarinya sendiri dengan kuat. Kedua kelopak matanya ikut terpejam rapat seiring dengan jelasnya ingatan yang sangat menyakitkan yang masih tersimpan rapi dalam memorinya.

"Arthur! Demi kebahagiaan kakakmu ini. Bangun, Arthur..." lirih Raka sambil memeluk tubuh Arthur yang sudah mulai dingin dan kaku. "Aaaaarrghhhh.... Kenapa adikku seperti ini? Adikku tidak boleh pergi...." tangisan yang sangat memilukan ini terkadang juga diiringi dengan teriakan dan juga jeritan dari Raka yang tidak rela akan kematian Arthur.

FRATERNITY //ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang