fraternity chapter : 17

767 91 6
                                    

Raka terbangun dengan paksa dari tidurnya karena mimpi buruk. Dalam mimpinya, Arthur sudah terbaring dalam sebuah peti dengan foto yang dikelilingi dengan karangan bunga. Raka memegang dadanya sambil mengatur nafas. Semua itu tidak mungkin terjadi karena Raka akan mendonorkan jantungnya tapi kenapa mimpi seburuk itu harus berdatangan?

Raka sudah tidak bisa tidur lagi kalau begini caranya. Raka memutuskan untuk mengambil minuman didapur dan mengambil minuman, setidaknya untuk menyegarkan tenggorokannya yang kering.

Raka baru berjalan setengahnya dan ternyata bukan hanya dirinya yang didapur tetapi juga Arthur yang sedang menatap kosong gelasnya sendiri sambil memainkannya dengan jari.

"Ada apa?" tanya Raka saat dia sudah duduk didepan adiknya itu. Raka tetap menatap adiknya yang sedang mengosong. Dia dengan sabar menunggu Arthur menjawab pertanyaannya.

"Dokter bilang aku butuh donor jantung", Raka  langsung meletakan gelas dan menatap Arthur dengan pandangan yang sangat fokus. "Tapi aku sangat ingin menolaknya. Bagainana bisa aku hidup sementara aku tau seseorang mengorbankan nyawanya untukku" lanjut Arthur sambil tersenyum sendu.

"Kau tidak ingin menerimanya?" tanya Raka yang juga ikut tersenyum sendu mendengarnya.

"Berikan aku alasan untuk menerimanya, Kak", Raka memikirkan sejenak permintaan dari adiknya ini. Dia juga takut salah bicara.

"Jika kau tidak ingin menerimanya, kau akan meninggalkan ibu, ayah, dan juga kakak", Raka harap ini bisa dijadikan pertimbangan untuk Arthur memikirkan tentang keputusannya.

Arthur semakin mengosong, senyumannya yang hanya sedikit itu menghilang. Fikirannya tertuju pada hal yang ia takutkan.

"Kau butuh tidur, Arthur. Untuk masalah donor jantung itu kau tidak perlu memikirkannya", Raka dengan perlahan membawa Arthur kembali ke kamarnya dan memastikan Arthur kembali terlelap.

***

"Selamat pagi, Bu" sapa Raka sembari menggulung kemeja biru muda dan menuruni tangga. Pandangannya tertuju pada semua sudut rumah. "Rey sudah kembali ke rehabilitasi?" tanya Raka kemudian.

"Iya, ayahmu yang mengantarnya. Mereka sampai harus membawa sarapannya keluar" jawab Ibu Mita yang masih sibuk merapikan meja makan.

Raka tersenyum kemudian mengalungkan kedua tangannya dibahu Ibu Mita, "Tidak apa. Ibu masih bisa sarapan dengan dua jagoan ibu. Aku akan memanggil Arthur" kata Raka sambil memeluk ibunya dari belakang.

"Sejak kapan kebiasaanmu saat kau kecil ini kembali, Raka?" tanya Ibu Mita yang bahagia merasakan pelukan putranya.

"Aku rindu masa kecilku. Aku juga rindu bertengkar dengan Arthur hanya karena nasi goreng buatanmu" jawab Raka sambil bersandar nyaman dibahu ibunya.

"Manja sekali sulungnya ibu hari ini. Tapi, ibu sempat melihat kantung mata itu. Kau tidur dengan nyaman kan beberapa hari ini?" tanya Ibu Mita yang merubah suasana.

"Arthur tidak bisa tidur semalam, dia juga bicara tentang pengobatannya" jawab Raka masih dengan posisi yang sama.

"Arthur pasti sedang kebingungan, Raka. Dia butuh kita" tambah Ibu Mita yang juga ikut sedih.

"Untuk itu aku berniat mengajaknya liburan, Ibu" usul Raka yang dijawab dengan wajah terkejut Ibu Mita. Dengan mata bulat dan bibir tipis itu, Raka sempat berfikir memang benar Arthur sangat mirip dengan ibunya.

"Kenapa, Bu?" tanya Arthur sambil tertawa kecil melihat wajah lucu ibunya sendiri.

"Ibu rasa Arthur tidak bisa liburan, Nak. Karena ayah juga berencana untuk membawanya ke rumah sakit. Semacam konsultasi dan untuk urusan donor jantungnya. Kita tunda dulu, ya"

Raka mengangguk samar. Dia memilih untuk berjalan menuju kamar Arthur dan mengetuk pintu itu perlahan.

"A--"

Pintu itu terbuka dan mereka berdua saling menatap, bedanya tatapan Arthur lebih tajam dari biasanya. Tanpa berkata apapun Arthur memilih pergi menuju meja makan dan menyelesaikan sarapannya.

Raka hanya bisa menatap punggung Arthur yang menjauh dan berharap ini semua tidam seperti yang ia fikirkan.

-fraternity-

FRATERNITY //ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang