fraternity chapter : 3

1.3K 158 4
                                    

Raka dan Arthur pergi ke rumah orang tua mereka akhir pekan ini. Disana, mereka seperti anak kecil yang hanya bermanja-manja dengan orang tuanya. Raka lebih dekat dengan ayahnya karena beberapa sifat dan kemiripan Raka lebih kuat dengan ayahnya. Sedangkan Arthur lebih dekat dengan sang ibu karena kemiripan dan sifatnya hampir sama dengan ibu mereka.

Rumah ini, sebelumnya sangat kacau, saat Arthur jatuh koma. Semuanya seakan sedang diselimuti oleh kabut yang sangat gelap hingga tidak ada cahaya sedikitpun yang terlihat. Namun, saat Arthur terbangun, semuanya hilang. Kedua orang tuanya tersenyum kembali begitu juga dengan Raka, walaupun trauma Raka masih sangat menghantuinya.

"Ibu, kau ingin beberapa sayur untuk daging malam ini?" tanya Arthur sambil mencari selada dikulkas.

"Boleh, Raka sangat menyukainya" jawab Ibu Mita dengan sangat halus.

"Iya, hampir semua makanan yang masuk dalam tubuhnya berwarna hijau" jawab Arthur dengan sedikit menghela nafas sambil membawa selada dan pisau ditangannya.

"Kalau kau berwarna apa?" tanya Ibu Mita dengan setengah tertawa.

"Warna warni" jawab Arthur yang sembarangan tapi mereka berdua tertawa dengan penuh kasih sayang.

"Bagaimana kuliahmu disana, Nak?"

"Ah, tidak asik. Tidak ada ibu yang bisa aku peluk soalnya" jawab Arthur sambil meluk ibunya dari belakang.

"Arthur, kau masih memegang wortel" kata Ibu Mita mengingatkan.

"Iya, baiklah", Arthur dengan berat hati harus melepas pelukannya.

"Ibu, apa ada yang bisa aku bantu?" tanya Raka yang dengan santai ikut bergabung didalur bersama adik dan ibunya.

"Akh!" rintihan Arthur ini mengusik ketenangan ibu dan kakaknya. Ibu Mita masih sangat tenang sementara Raka sudah sangat cemas dan dengan berjalan cepat dia menghampiri Arthur.

"ARTHUR!!"

BRAAKKK!!

"Akh....aakk...hhkkkk. uhuk....uhukk... Hhgghh"

"A-Art-thur"

Nafas Raka terdengar sangat cepat disertai dengan keringat dingin yang membasahi dahi dan turun ke pelipisnya. Kedua tubuhnya juga ikut gemetar tidak karuan. Tangannya yang mulai dingin meraba kedua tangan Arthur sambil memeriksanya.

"Apa yang terjadi, Arthur? Kenapa kau berdarah seperti ini? Apa kau sakit? Apa ini sakit? Tuhan, aku mohon lindungi adikku. Selamatkan dia..." racau Raka yang entah dia sadari atau tidak.

"Kak Raka, Kak!" panggil Arthur dengan sedikit berteriak.

Raka dengan cepat mengambil beberapa lembar tisu untuk menghentikan darah dari jari telunjuk Arthur.

"Tidak, tidak. Aku mohon selamatkan adikku, Tuhan. Aku bersalah, aku yang bersalah. Aku mohon jangan berikan adikku sakit. Arthur, kau baik-baik saja kan? Ini, ini--"

"KAK!" teriak Arthur sambil mengguncangkan kedua bahu kakaknya. "Lihat Arthur, Kak" pinta Arthur yang perlahan dilakukan oleh Raka.

"Aku baik-baik saja. Ini hanya luka kecil. Tidak ada yang perlu kau takutkan, okay?", butuh beberapa detik bagi Raka untuk kembali menjadi dirinya. Raka harus melihat tatapan Arthur dengan sangat dalam barulah ia percaya Arthur baik-baik saja.

"Duduklah disini bersama ibu, Kak. Aku akan mengambil air minum untukmu" kata Arthur sambil menuntun kakaknya untuk duduk di kursi yang paling dekat dengan ibunya.

Arthur mengambil minum untuk Raka sekaligus mengambil kotak P3K untuknya sendiri. Arthur tidak tau Raka akan setakut itu melihatnya hanya teriris pisau dengan luka kecil yang tidak seberapa.

Arthur kembali dengan menyerahkan segelas air minum untuk kakaknya. Arthur menunggu Raka selesai meminum air putih itu, Arthur berlutut dihadapan kakaknya dan bertanya, "Sudah lebih baik, Kak? Sungguh, aku baik-baik saja" kata Arthur yang mempertegas.

Ibu Mita yang sedari tadi menepuk punggung Raka juga menambahkan, "Arthur baik-baik saja, Nak"

Raka melirik ke segala arah dan dia temukan Arthur sedang menggenggam sebuah plester dan salep antiseptik yang pasti untuk lukanya.

"Sini, biar Kak Raka yang mengobatimu" pinta Raka dengan meraih tangan Arthur. Raka mengobati luka Arthur dengan sangat mudah. Ibu Mita sangat bangga melihat kedua putranya yang tumbuh dengan kasih sayang yang kuat untuk saudaranya.

"Jangan terluka lagi, Arthur"

"Tidak akan, Kak"

Arthur memeluk pinggang Raka sementara Raka membalas dengan mengusap kepala Arthur saja. Raka lebih memilih untuk bersandar dibahu ibunya.

"Aku takut, Ibu" lirih Raka yang tidak didengar oleh Arthur yang sedang nyaman didalam peluknya.

-fraternity-

FRATERNITY //ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang