*7.
Nugraha berlari menaiki tangga darurat. Ia sudah terbiasa bercucur peluh pagi-pagi. Selalu seperti ini lift penuh. Ia harus mencapai lantai lima dengan segera. Tumben dokter Farra tidak membombardir dirinya dengan telfon saat telat begini?
Nugraha menepuk jidatnya saat tidak menemukan hand phonenya di manapun.
Dasar ceroboh Nugrahaa ... habis kamu! Omel hatinya, membayangkan apa yang akan ia dapati dari seniornya.
"Dokter Farra visite sampe mana?"
Nugraha bertanya saat bertemu ners Aida di koridor. Ners Aida nyengir, dengan ngeri menunjuk belakang dokter Nugraha. Memilih cepat-cepat kabur.
"Maaf, Dok," cekat Nugraha saat menyadari dokter Farra di dekatnya. Dokter seniornya itu hanya menatapnya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Nugraha menyeka keringatnya yang mengucur karena lari-lari.
Ners Neta dan ners Sindy yang mendampingi dokter Farra visite cuma menahan senyum. Dokter Nugraha berantakan gitu tetap saja keren.
"Kamu dokter apa atlet? Benahi diri, jangan sampai kredebilitas kita di pertanyakan."
Dingin dan datar ucapan dokter Farra. Nugraha memperbaiki maskernya. Ia buru-buru, pake semua aktribut perangnya di parkiran.
Mereka berempat meneruskan visite dokter Farra. Sambil membahas pasien berikutnya.
"Dia pasien gerd tapi juga pasien
Psikosis. Jadi dia meyakini memilki kemampuan tertentu. Hati-hati kamu nanti."Bla ... bla ... dokter Farra menjelaskan. Karena ini pasien baru bagi dokter Nugraha. Dokter Nugraha mengangguk-angguk. Ia pernah diserang pasien bipolar, di cakar-cakar.
Tiba-tiba ia ingat Aisha calon istrinya. Ia tersenyum. Seru kali bila pekerjaan mereka bisa saling melengkapi.
Begitu masuk ruangan mereka telah disambut dengan aroma entah minyak apa yang menyengat. Bahkan bisa menembus masker yang mereka pakai.
"Dokter Ali Nugraha. Anda mau menikah bukan? Tapi Anda sulit melupakan masa lalu Anda. Dan anda harus berjuang keras dalam rumah tangga anda jika tidak ingin karam di badai ... whuuss..! ucap pasien itu dari atas ranjang, dengan ekspresi serius dan tangan yang menukik ke bawah. Menggambarkan sesuatu yang jatuh dengan bahasa tubuh.
Hampir saja ners Neta dan ners Sindy tertawa ngakak. Tapi semampunya mereka tahan. Sambutan luar biasa dari pasien. Delusion of grandeur.
Delusi khayalan keagungan. Sebuah bentuk gangguan jiwa yang sang penyandang meyakini bahwa dirinya memiliki kemampuan lebih, seperti jenius, omnipotence, atau bahkan kekuatan super.
"Hallo, Bapak. Saya memang dokter Ali Nugraha, asisten dokter Farra."
Sapa Nugraha dengan senyum. Memperkenalkan diri. Tidak mau terpengaruh dengan kata-kata pasien barusan. Mungkin ia tahu dari perawat-perawat yang ngerumpi.
"Dengan bapak Wira Sanusi?"
Nugraha bertanya sambil membuka berkas-berkas pasien. Dibantu ners Neta. Yang masih menahan senyum, dan selalu menikmati sentuhan lembut dengan bahu dokter Nugraha. Saat mereka bersisian.
Sementara ners Sindy mengikuti dokter Farra ke pasien sebelah. Ini ruang kelas dua yang di huni dua pasien.
"Nyawa Anda dalam bahaya, Dok. Ada yang membenci Anda, bahkan ingin menghabisi Anda dengan cara kasar ataupun halus," Pekik pak Wira tiba-tiba, dengan mata melotot. Wajahnya menegang. Bapak-bapak yang menunggui pasien minta maaf berkali-kali.
Nugraha mengatakan tidak apa-apa sambil tersenyum. Mulai memeriksa pasien yang terus ngoceh ngalor ngidul.
"Anda tidak percaya sama saya, Dok? Saya punya kemampuan melihat yang tidak orang lain lihat."

KAMU SEDANG MEMBACA
₳ ĐⱤɆ₳₥ ₮Ⱨ₳₮ ₩łⱠⱠ ₦ɆVɆⱤ ĐłɆ
Espiritualوَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا". "Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk" ( qs. Al isra': 32 ) Pernahkah kalian berjuang melawan hawa nafsu untuk tidak "paca...