chap 9

2.3K 239 12
                                    

New dan Mild menunggu begitu lama hingga mereka terlihat sangat mengantuk dan ingin segera tidur,  namun teman mereka begitu penting untuk mereka, karena Krist tidak memiliki siapa-siapa lagi selain mereka berdua

"New"

"Um?" New menoleh ke samping menatap Mild yg tengah menatap lurus.

"Apa yg terjadi jika hutang Krist tidak lunas, apakah dia akan di bunuh?" Tanya Mild

"Kau ini berbicara apa ha? Kita harus saling membantu"

"Aku takut New"

"Tidak ada ketakutan dalam hidupku saat ini Mild" New memegang tangan Mild dan menggenggamnya dengan erat.

Mild menoleh menatap New dengan haru "Terima kasih sudah menjadi temanku" Ucap Mild.

"Aku bangga menjadi dari bagian kalian" Jawab New.

Tak lama dokter keluar dari ruangan dan menghampiri mereka berdua.

"Anda orang yg membawa pasien kesini?" Tanya Dokter.

"Bu-bukan dokter, tetapi saya teman dari pasien, orang yg mengantarnya sudah pulang"

"Bagaimana dok keadaan teman saya?" Tanya Mild.

"Pasien akan di rawat beberapa hari disini, dan terima kasih sudah membawanya tepat waktu, jika tidak paru-paru yg di alami pasien akan tersumbat" Ucap dokter sembari tersenyum ramah.

Mild ikut senang saat mendengar ucapan sang dokter dan ia menatap New.

"Baiklah dok, terima kasih"

"Baiklah sama-sama, kalau begitu saya pamit dulu, jika terjadi apa-apa pada pasien langsung kabari perawat yg di sana" Tunjuk dokter tersebut ke meja yg tak jauh dari mereka.

"Baik dok"

New tersenyum dan memberikan Wai pada dokter tersebut, begitu pula dengan Mild.

"Aku ingin melihatnya" Ucap Mild

New pun memegang tangan Mild dan langsung saja mereka masuk ke kamar Krist.

Di kamar mereka melihat Krist bernafas dengan tidak teratur namun tetap dalam keadaan tertidur.

"Kau tahu kalau Krist memiliki penyakit asma?" Tanya Mild.

"Tidak, dia tidak pernah menceritakan tentang penyakitnya padaku" Jawab New.

"Dia bekerja untuk membiayai kuliah dan juga membayar peninggalan hutang dari orangtua nya" Ucap Mild.

"Aku harap dia baik-baik saja"

.
.
.

"Bagaimana Sing, apakah dia sudah sadar?" Tanya Tay.

"Aku tidak tahu, aku meninggalkannya bersama temannya"

"Apa kau yakin dia akan melunasi hutangmu? Dia tidak akan kabur?"

"Jika dia kabur aku akan membunuhnya" Singto mendudukkan tubuhnya di kursi kebesarannya lalu menyesap minuman alkohol yg tidak akan bisa berhenti saat mengkonsumsinya.

Tay menatap Singto yg sedikit berbeda, ia belum pernah melihat temannya tersebut seperti ini dan dirinya merasa kalau Singto ada sisi kekhawatirannya.

"Kau sangat berbeda malam ini" Ucap Tay.

Singto memandang sinis Tay dan memperbaiki duduknya.

"Apa yg kau lihat perbedaan dari diriku?" Tanya Singto, lalu meletakkan gelasnya sembari menunggu jawaban temannya tersebut

"Semenjak anak itu ada di dekatmu kau sedikit berubah"

"Berubah?"

"......."

"Aku belum menyempurnakan hasratku, dan dia tiba-tiba tumbang membuat penisku kembali menyusut"

Tay sedikit mengeluarkan tawanya dan bertingkah seperti mengejek.

"Sejak kapan kau menyukai laki-laki ha?" Tay tak berhenti tertawa dan merasa ucapan temannya tersebut sangat lucu dan patut untuk di tertawakan.

"Jangan menggangguku, lebih baik kau mengajar anak buahku untuk tetap siaga di tempat"

"Baik" Jawab Tay tegas namun ia tetap tertawa sembari berjalan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan.

Singto menggeleng kepalanya dan kembali menyesap minumannya.

Deerrtt deerrtt

Singto melihat ponselnya lalu mengangkat telpon tersebut tanpa nama.

"Hallo"

"Bagaimana kabarmu? Kau tidak merindukanku?"

Singto membelalakkan matanya saat mendengar suara yg tidak asing di telinganya.

.
.

Krist membuka matanya secara perlahan, ia sedikit pusing dan pandangan terlihat sangat kabur.

"Dimana aku?" Lirihnya dengan suara serak, bagaimana tidak ia belum membasahi tenggorokannya dengan air.

Krist menoleh kesamping, terlihat ada New dan Mild yg tengah tertidur pulas.

"Kau sudah sadar?"

Krist menoleh ke arah kiri dimana ia mendengar sebuah pertanyaan yg tak ia kenali suaranya.

"Siapa kau?"

Orang tersebut tersenyum lalu mematikan rokoknya dan mendekatkan kursi yg ia duduki.

"Kau memang tidak mengenaliku, tapi aku mengenalimu" Ucapnya.

Pria tersebut mengelus surai Krist dengan sangat lembut dan menatapnya dengan lekat, begitu pula dengan Krist yg menatapnya begitu intens.

Pria tersebut melepas oksigen dari mulut Krist lalu mendekatkan wajahnya dan membisikkan sesuatu.

Krist diam terpaku, ia terlihat lemah untuk saat ini, bagaimana bisa ia melawan pria bertubuh tegap tersebut dalam keadaan lemah.
.
.
"KRIST"

Krist menoleh ke arah pintu melihat seorang pria yg menghempas pintu kamar rumah sakit dengan kasar

"Kau baik-baik saja?" Tanya Singto dengan nafas yg tersengal-sengal.

"Um"

Singto menoleh ke arah sofa dimana dua orang tersebut tengah tertidur dengan pulas.

"Terima kasih" Ucap Krist dan hanya keheningan lah yg menyapa.

Singto terdiam lalu melangkahkan kakinya mendekati Krist.
Ia pun memegang selimut dan menutupi tubuh Krist.

"Beristirahatlah" Ucapnya lalu keluar tanpa pamit.

Krist sama sekali tidak menoleh dan hanya diam dengan linangan air mata yg ia tahan sejak tadi.

"Aku tidak boleh menyerah" Batinnya.

Krist menoleh ke samping dimana dua temannya tertidur dengan pulas akibat biusan yg di beri oleh pria tadi.

"Maafkan aku"

Hiks.


To be continue.

BIG BETRAYERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang