Alasan

16 7 0
                                    

"Panduuuuu" panggil om Dimas yang sedang mencari-cari keponakannya. Derap langkah kakinya terdengar hingga ke kamar Pandu.
"Lagi di kamar om" jawab Pandu yang sedang memasukkan baju-bajunya ke dalam tas.

Pandu sedang packing barang yang akan dibawanya nanti siang ke Lampung.

"Tiket kamu mana?" Tanya om Dimas saat muncul di pintu kamar Pandu. Terlihat bulir-bulir keringat membasahi dahinya dan membuat rambutnya nampak kusut.

"Di atas meja om, memangnya kenapa om?." Tanya Pandu sambil menutup resliting tas yang kini telah penuh oleh baju-bajuku.

"Kamu berangkatnya siang kan?"
"Iya om. Mungkin abis dhuhur"
"Om boleh minta tolong ngga?"
"Minta tolong apa?"
"Kita tukeran. Kamu berangkatnya pagi, biar om aja yang siang. Ga Papa kan? Dah selesai packingnya?" Sambil menghampiri Pandu dan duduk di kursi samping ranjang.

"Alhamdulillah sudah om. Tapi kenapa tukeran? Padahal harusnya om Dimas yang berangkat pagi." Tanya Pandu penuh kebingungan.

"Ada hal yang lupa belum om urus. Harusnya sih kemarin, tapi om sibuk packing dan kemungkinan pagi ini om belum bisa berangkat. Kamu duluan aja ya ndu, tolongin om." Pintanya dengan wajah memelas.

"Em... Gimana ya om?..." Kata Pandu menimbang-nimbang sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

Bukannya aku ingin menolak, tapi aku punya rencana untuk mengajak seseorang untuk bertemu. Risya, gadis yang aku kenal sejak setahun yang lalu. Namun kami belum sempat bertemu. Aku malah akan meninggalkannya ke pulau sebrang... Pikiran Pandu sedang melayang jauh, hingga tak menyadari ada omnya yang sedang menunggu jawaban darinya

"Gimana bisa ngga?" Tanya om Dimas membuyarkan lamunan Pandu.
"Ya om !" jawab Pandu spontan. Terlampau kaget. Seolah ditarik paksa dari lamunan, ia menjawab tanpa pikir panjang.

Om Dimas tersenyum sambil memandang Pandu.
"Makasih ya ndu. Oh iya tiketmu om bawa dulu. Abis ini ke rumah om ya!." Pintanya seraya mengambil tiket di meja sampingnya dan beranjak pergi.

"Ya om, abis mandi Pandu langsung ke sana"
"Ok om tunggu" jawabnya seraya berlalu keluar rumah.

Sejenak Pandu terdiam. Sedikit menyesali jawaban yang telah ia berikan. Ia menghembuskan nafas dengan berat dan memikirkan hal yang ia alami.

Mengapa gagal lagi?. Selalu saja ada halangan untuk menemuinya. Apa semesta belum mengizinkan kami untuk bertemu?.

Dengan tanpa semangat Pandu pergi ke kamar mandi. Sambil terus memikirkan Risya.

°°°

Sebuah tas besar sudah bertengger di bahu kiri Pandu. Membuat tubuhnya agak miring kesamping. Padahal rumah lelaki itu dan rumah om Dimas hanya dipisahkan oleh 5 petak rumah tetangga, tetapi entah mengapa Pandu merasa jarak rumah omnya jauh banget.

Bahunya mulai terasa pegal, padahal dia hanya membawa sedikit baju.

Tok Tok Tok
"Assalamualaikum. Om Dimas, ini aku Pandu" Salam Pandu setelah mengetuk pintu yang selalu tertutup itu.

Rumah om Dimas merupakan rumah yang terletak di sudut desa dan sedikit orang yang melewati jalan di dekat rumahnya. Tidak heran kalau suasana di sekitar rumahnya terkesan sepi dan sedikit horor.

Tok tok
"Om ini Pandu om" ujar Pandu mulai gusar. Suara jangkrik di sekitar rumah om Dimas menambah aura mistis dan membuatnya merinding.

Lama dia berdiri di depan pintu hingga ketika ia akan mengetuk untuk yang ketiga kalinya, muncullah sosok lelaki yang menyambut Pandu dengan senyum manisnya.

Kekasih VirtualkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang