Selat Sunda

6 6 0
                                    

Lelah setelah duduk berjam-jam di bus terbayar ketika bus yang Pandu tumpangi mulai memasuki kawasan pelabuhan. Sedikit rasa gelisah ketika ia hendak menyebrang. Beberapa jam yang akan datang, ia akan menginjakkan kaki di pulau Sumatra.

Bus mulai memasuki kawasan antrean. Sejenak ia melihat pemandangan sekitar yang penuh sesak. Antrian kendaraan dan manusia yang berlalu lalang dengan kesibukan masing-masing. Ada yang melepas kepergian keluarganya, temannya, pasangannya sambil menangis menguraikan air mata. Ada pula yang menyambut kedatangan dengan penuh suka cita.

Tak lama kemudian bus pun berhenti. Waktunya turun... Batinnya senang. Duduk berjam-jam di kursi bus dengan memangku tas membuat kakinya kesemutan. Sejenak dia menoleh ke bapak yang duduk di sampingnya. Semoga bapak ini mudah di bangunkan do'anya dalam hati.

"Pak, bangun pak" ucap Pandu sambil menepuk bahu bapak di sampingnya.
"Kita sudah sampai mas" tanya bapak itu sambil menggeliat.
"Kita sampai pelabuhan pak, saatnya turun."
"Owh ya ya." Jawab bapak itu masih linglung. Dia melihat-lihat sekitarnya tanpa semangat.

Mereka pun beranjak turun, seperti penumpang lainnya. Berjalan berombongan melewati jalur penumpang yang kini mulai di penuhi penumpang bus lain. Langkah demi langkah antrean panjang itu bergerak dengan perlahan. Hingga akhirnya mereka semua memasuki kapal yang akan membawa mereka menyebrang.

Begitu melangkah ke kapal, Pandu melihat ke belakang sejenak. Pelabuhan Merak akan segera ia tinggalkan. Namun yang lebih menyakitkan adalah, ia meninggalkan pulau Jawa dan juga meninggalkan seseorang yang belum sempat ia temui. Ia menghela nafas pelan dan memasuki kapal itu.

Menatap laut dan langit lewat jendela rasanya kurang puas. Pandu memutuskan untuk melihatnya dari luar. Terlihat banyak penumpang yang berfoto ria di lantai 1 kapal itu, membuat Pandu tidak dapat dengan bebas menikmati pemandangan. Di lihatnya lantai 2 yang cukup sepi. Sepertinya duduk di lantai 2 nyaman. Sambil melamun menatap lautan batinnya dalam hati.

Begitu melangkah menuju lantai dua kapal itu, Pandu di kejutkan oleh sebuah panggilan dari orang di belakangnya. Ia pun langsung menoleh ke belakang, dan mencari sumber suara.

"Mas Pandu, seneng bisa ketemu lagi" ujar seseorang yang kini berada lima langkah darinya.
"Hehe iya Al." Jawab Pandu singkat.

Masih di ingatnya dengan jelas kejadian beberapa waktu lalu saat gadis berambut panjang di depannya ini tengah ketakutan dan menangis. Mungkin semalam gadis itu juga menangis, terlihat dari kantung matanya yang sedikit bengkak.

"Mas Pandu mau ke atas?"
"Em, iya kayaknya pemandangannya lebih bagus."
"Saya boleh ikut mas?" Tanya Alleta dengan menatap Pandu penuh harap.
"Boleh deh, sekalian kamu fotoin aku nanti. Hahaha... " Ujar Pandu berusaha mencairkan suasana.

"Ok. Tapi ada syaratnya... " Sengaja Alleta menggantungkan ucapannya. Dia mencoba mengalihkan pandangan, gugup saat Pandu menatapnya balik.
"Syarat apa?" Tanya Pandu sambil mengerutkan kening. Jangan-jangan dia fotografer bayaran? Atau mau nelfon ibunya lagi? Batin Pandu mencoba menebak-nebak apa yang ada di pikiran Alleta.
Hening beberapa saat, membuat Pandu semakin penasaran.
"Nanti gantian ya fotonya" jawab Alleta setelah sekian lama diam.

Alleta benar-benar terkejut melihat sosok yang menghiasi mimpinya semalam, kini berada tak jauh darinya. Pandu, sosok laki-laki yang sejak kemarin sore mengusik pikirannya. Entah mengapa, gadis itu merasa aman dan nyaman bila berada di dekat Pandu. Padahal mereka belum pernah bertemu sebelumnya.

"Mas Pandu mau ke atas?"
"Em, iya kayaknya pemandangannya lebih bagus."
"Saya boleh ikut mas?" Tanya Alleta dengan menatap Pandu penuh harap.
"Boleh deh, sekalian kamu fotoin aku nanti. Hahaha... " Ujar Pandu membuat perasaan gadis itu sedikit lega

Kekasih VirtualkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang