BAB 11

10 0 0
                                    

Langen tergeragap. ''Nggak. Nggak ada apa-apa!'' Cewek itu buru-buru duduk. ''Aku cuma sedih aja.''''Sama. Aku juga sedih ending-nya harus begini....'' Rei tersenyum lunak. ''Makanya kita minum. Biar sedihnya ilang meskipun cuma sebentar.''Sebuah gelas diletakkan Rei di hadapan Langen. Cewek itu langsung panik. Buru-buru Langen menghilangkan perasaan itu, karena ketika ia mengangkat kepala, Rei tersenyum tipis menatapnya. Kepanikan Langen telah tertangkap kedua mata cowok itu.Diam-diam Langen menarik napas panjang. Mempersiapkan diri. Terima kasih banget untuk Adys yang pernah mengajaknya menenggak berbagai macam minuman beralkohol, dulu sekali. Jadi dia sudah bisa mengira-ngira, seperti apa rasanya cairan di dalam botol itu. Dan karena Fani telah datang, perjuangannya tinggal bagaimana caranya supaya tetap sadar.Rei meraih botol yang tegak di antara mereka berdua. Membuka tutupnya, dan perlahan cairan dalam botol berpindah tempat. Sepasang mata Langen mengerjap saat aroma yang kuat menyengat.''Untuk awal, setengah gelas dulu,'' ucap Rei. Cowok itu mengira kemenangan akhirnya akan berpindah juga ke tangannya, paling tidak menyamakan kedudukan jadi satu sama, karena itu kemarahannya menghilang. Sekarang dia bersiap-siap menyaksikan kejatuhan lawan. Diangkatnya gelasnya, mengajak toast cewek di depannya.''Kesedihan kadang perlu dirayakan,'' kata Rei lunak. Perlahan, Langen mengangkat gelasnya. Beberapa saat sebelum gelas itu menyentuh bibir, Rei menyentuh tangannya. ''Satu lagi yang aku mau kamu tau, la. Dan harus kamu ingat ini baik-baik. Aku nggak bisa ngelarang Stella, Josephine, Dian, Nuke, Lia, dan semua cewek yang pernah ikut kegiatan Maranon, agar jangan ikut. Tau kenapa?'' dalam keremangan suasana taman, ditatapnya Langen tepat di manik mata. ''Karena mereka bukan cewekku!''Langen tertegun. Gelasnya terhenti di udara. Seketika muncul harapan masalah ini bisa diselesaikan. Tapi harapan itu hilang saat Rei bicara dengan nada yang begitu wajar.''Toast untuk perpisahan kita.''Dan sedetik kemudian, cowok itu menelan seluruh isi gelasnya tanpa sisa!Langen terpaksa mengikuti. Dipejamkannya mata rapat-rapat. Dengan cepat dipindahkannya seluruh isi gelas ke dalam lambungnya. Seketika tangan kanannya mencengkeram gelas kuat-kuat. Sepasang matanya mengerjapnya kaget. Badannya sempat tersentak ke belakang saat cairan itu melewati tenggorokan.Satu menit. Langen berjuang keras melawan bir yang terpaksa harus ditegaknya. Beruntung remangnya cahaya lampu taman, juga rambut ikal panjangnya yang dibiarkan terurai, menyelamatkannya dari sepasang manik hitam Rei yang menyorot tajam.Tanpa belas kasihan, Rei mengawasi seekor singa keambang kematian.Tapi akhirnya cewek itu berhasil mengatasi pemberontakan badannya. Diangkatnya kepalanya perlahan, dan diletakkannya gelas itu ke meja. Kedua alis Rei terangkat sesaat. Tangannya meraih botol yang tegak di tengah meja, kemudian lagi-lagi menuangkan isinya. Setengah gelas yang kedua!Fani, yang diam-diam mengikuti peristiwa itu dari parit tempatnya bersembunyi, terperangah. Tidak percaya!Kontak batin antara Langen dan Fani memang pantas diacungi jempol. Selepas Langen menelepon, mendadak Fani mendapatkan firasat tidak enak dan ingin sekali pergi ke tempat Langen. Dan di ruas jalan yang menuju rumah sahabatnya itu, ia menemukan Jeep Rei diparkir dalam kegelapan. Hampir dua ratus meter jauhnya. Ini aneh, soalnya Rei itu amat sangat bangga dengan mobilnya. Dan hal yang paling exciting buat cowok itu, melebihi apa pun, adalah memamerkan Jeep penuh spotlight yang telah dimodifikasi habis itu, di mana saja. Jadi kalau di malam yang sudah gelap begini itu mobil masih diparkir di kegelapan bayang pepohonan pula, sudah pasti ada apa-apa.Fani batal lanjut. Dia putar arah, menunggu di mulut kompleks, dan langsung dikuntitnya diam-diam begitu Jeep Rei muncul tak berapa lama kemudian. Firasatnya semakin memberikan peringatan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, soalnya kecepatan Jeep Rei yang semula normal mendadak jadi tinggi. Membuat usaha penguntitannya jadi setengah mati.Meskipun dengan nekat cewek itu menerabas lampu merah sampai hampir dicium bus, kena maki banyak orang karena memaksa meminta jalan padahal jelas-jelas jalanan sedang padat merayap, tetap saja akhirnya dia kehilangan jejak. Tidak sanggup mengikuti Jeep Rei yang tetap saja bisa menemukan celah. Cowok itu memang offroader sejati. Kondisi apa pun kalau masih on-road, buat dia sepertinya kecil.Karena sempat kehilangan jejak, Fani hanya bisa menyaksikan babak terakhir. Buru-buru digantinya arah begitu mengenali siluet Jeep Rei yang diparkir di pinggir taman yang lengang. Cewek itu menghentikan mobilnya di tikungan yang tak terlihat dari taman, lalu melompat turun. Dari balik sebatang pohon, kemudian diamatinya dua orang yang sedang berdiri berhadapan itu.Dia harus mendekati kancah peperangan. Bukannya mau nguping, tapi dia harus tahu seberapa gawat masalahnya. Kalau tidak terlalu, berarti dia bisa menunggu di mobil. Barangkali saja Langen kemudian tidak mau diantar Rei pulang.Sementara kalau masalahnya ternyata gawat, itu artinya dia harus siap-siap, mungkin Langen butuh bantuin. Mereka berdua bisa mengeroyok Rei, atau paling tidak mengetok kepala cowok itu dari belakang. Soalnya, selain bertubuh besar, Rei juga memegang sabuk hitam karate. Jadi kalau ingin mengalahkannya mau tidak mau harus keroyokan atau curang.Fani mulai mengendap-endap di kegelapan. Dari balik sebatang pohon buru-buru dia berlari ke samping tempat sampah. Diam di situ sebentar, mengintip dulu, baru berlari ke arah semak-semak, lalu merunduk di situ diam-diam. Mengintip lagi ke arah taman, lalu berlari ke portal dan meringkuk di balik pondasi tiangnya. Terus begitu sampai hampir mendekati medan perang.Setelah jaraknya dinilai cukup aman, Fani memberi tanda pada Langen dengan lambaian tangan dan melompat-lompat. Bahwa dia siap membantu kalau terjadi sesuatu. Setelah itu kembali cewek itu mengendap-endap. Dan sampailah dia di benda terakhir yang masih bisa dijadikan tempat bersembunyi, sebatang pohon, sementara taman masih beberapa puluh meter di depan. Terpaksa Fani melompat masuk selokan. Beruntung saat ini sedang kemarau, jadi selokan itu kering kerontang. Sambil membungkukkan badan, dia menelusurinya sampai ke depan taman.Kepalanya lalu muncul sedikit demi sedikit. Sampai kedua matanya sejajar dengan trotoar. Diperhatikannya dua orang yang duduk berhadapan itu, juga sesuatu yang tegak di tengah meja. Kedua matanya langsung menajam begitu akhirnya mengenali benda itu.Botol!?Ya Tuhan! Fani terperangah. Nggak mungkin! Masa Rei tega ngajak ceweknya nge-drink? Kejam banget tuh orang!Tapi dari cara kedua orang itu menenggak isi gelas masing-masing, sudah tidak diragukan lagi. Itu minuman keras!Fani terduduk di dasar selokan. Benar-benar terkejut. Gawat! Berarti dia harus siaga karena Langen dipastikan akan butuh pertolongan.Dengan badan membungkuk, buru-buru Fani berlari menelusuri selokan kembali ke arah semula, dan langsung melompat keluar setelah selokan itu menikung. Sekarang dia berdiri bingung di sebelah mobilnya. Tetap diparkir di sini sebenarnya tidak apa-apa. Tidak kelihatan dari taman. Tapi yang dia takutkan adalah kalau dia dan Langen tidak bisa langsung pergi. Orang yang sedang mabuk biasanya tidak kooperatif. Malah suka bikin ulah. Mudah-mudahan saja Langen tidak sampai mabuk. Tapi kalaupun tidak, sudah pasti dia tidak akan sadar seratus persen.Lagi pula, kalau Langen raib dan Rei melihat ada sedan diparkir di pinggir jalan, sudah pasti cowok itu bisa menebak. Dan kalaupun mereka sempat melarikan diri, dengan gampang Rei bisa mencari tahu. Cowok itu tahu di rumah Fani ada dua sedan dan di rumah Langen ada satu. Cuma dua alternatif itu. Rei tidak akan mencari ke rumah Febi, karena sedan-sedan yang terparkir di sana adalah produk Eropa yang format bodinya jelas berbeda dengan sedan keluaran Jepang.Fani makin kebingungan. Kelamaan berpikir bisa keburu kacau. Tiba-tiba matanya tertancap ke sebuah rumah tidak jauh dari situ. Rumah itu sepertinya sedang kedatangan banyak tamu, sebab pintu gerbangnya terbuka lebar dan ada kira-kira tujuh atau delapan mobil terparkir di halamannya yang luas. Di sarangnya, sang satpam sedang bersantai sambil merokok. Buru-buru Fani masuk mobil lalu menghidupkan mesin.''Selamat malam, Oom satpan,'' disapanya satpam itu dengan ramah.''Selamat malam juga.'' satpam setengah baya itu tersenyum ramah. ''Jemput Papa?''''Iya. Oom satpam tau aja!'' Fani tertawa, geli sungguhan. Soalnya dia masih bingung. Mau menjawab apa kalau nanti ditanya. Eh, ternyata malah dikasih jawaban!''Ya tau dong. Barusan ada juga yang datang, mau jemput papanya juga. Silakan....''''Terima kasiiiih....'' Fani mengangguk sopan. Untung aja dia nggak nanyain bbe gue yang mana, desahnya lega. Setelah memarkir mobil di tempat yang gampang keluar, buru-buru dia turun dan berjalan keluar. ''Jalan-jalan dulu, Oom satpam.''Bapak satpam itu tidak memberikan jawaban, karena Fani sudah keburu menghilang. Dari balik sebatang pohon, cewek itu lalu berdiri menunggu. Meskipun tidak bisa melihat jelas, sepasang matanya mengawasi dua orang di taman itu tajam-tajam.Sementara itu, pertarungan hampir usai. Botol di tenggah meja telah kosong dan bir terakhir baru saja melewati tenggorokan. Langen meletakkan gelasnya di meja dengan entakan. Ditatapnya Rei dengan sepasang alis terangkat tinggi.''Udah? Cuma satu botol ini aja? Gue kirain satu kraf!'' cewek itu masih bisa sesumbar meskipun perutnya berontak hebat.Rei terkesima. Benar-benar tidak menyangka! Tadinya dia pikir dia akan terpaksa memulangkan Langen dalam keadaan fly, bahkan bisa jadi tidak sadar. Karena itu dia telah menyiapkan sederet alasan untuk menghadapi orangtua juga empat kakak Langen yang cowok semua.Tapi ternyata.....! Langen masih tegak di hadapannya dan tidak ada tanda-tanda akan tumbang!''Masih ada, nggak? Kalo nggak, gue mau pulang! Minum kayak beginian, cuma bikin gue cepet ngantuk aja, tau!'' Langen bangkit berdiri. Dia harus secepatnya pergi. Kepalanya mulai sakit dan matanya mulai susah melihat terfokus. Rei ikut berdiri. Tapi Langen langsung memberikan penolakan tegas. ''Elo nggak usah nganter. Gue bisa pulang sendiri!''''La....''''Nggak! Gue udah bosen sama lo, tau! B-O-S-E-N! Gue mau pulang sendiri! Sendiri!''Kembali Rei terkesima. Cowok itu berdiri diam menatap Langen yang kemudian berjalan pergi tanpa menoleh lagi.Fani langsung bersiap-siap. ''Kuat nggak ya tuh anak?'' desisnya khawatir. Tapi kalau dilihat dari cara jalannya yang masih lumayan gagah meskipun agak meliuk-liuk, kayaknya sih masih kuat. Dan begitu Langen melewati tikungan, Fani bergegas menyambut.''Lo jauh banget sih jemputnya?'' keluh Langen begitu mendapati sahabatnya.''Deket-deket ntar ketauan, lagi.'' Fani meraih tubuh Langen yang oleng ke sana kemari lalu memapahnya. Tapi suara orang berlari membuatnya terpaksa menggeletakkan Langen di tengah jalan. ''Sori, La. Bentar!'' bergegas Fani berlari ke tikungan lalu mengintip ke arah taman. Rei sedang berlari menuju mereka!Gawat! Desis Fani panik dan buru-buru kembali ke tempat Langen.''La, bangun cepet! Rei lagi ke sini!'' ditariknya Langen sampai berdiri. ''Jalan dong, La! Buruaaaan!'' desisnya, gemas melihat kedua kaki Langen tidak bergerak.''Kepala gue pusing banget, Faaan. Rasanya mau copooot!''Yah, gawat! Mabok nih anak!''Tapi tadi lo bisa jalan?''Tiba-tiba Langen terkekeh-kekeh geli.''Dikiranya gue bakalan pingsan! No way! Nggak bakalan! Gue kan Xena! Superwoman! Belom taaau dia!''Aduh! Fani tambah panik. Terpaksa ditariknya Langen ke pinggir selokan.''Lompat cepet! Rei udah deket!''Langen melompat masuk selokan, itu juga karena Fani mendorongnya. Yang pasti sih gaya melompatnya orang teler, jadi mendaratnya dengan bunyi ''gedebuk''. Fani yang terus memegangi satu tangan Langen, tak ayal ikut tertarik dan mendarat di dasar selokan dengan bunyi yang sama. Dapat bonus malah. Benjol!Sambil meringis menahan sakit, ditariknya Langen sampai terduduk.''Sst! Rei ada di sini!'' bisiknya. Dibekapnya mulut Langen, takut dia mengeluarkan suara. Suara langkah berlari Rei akhirnya tiba, tepat di atas mereka. Cowok itu berjalan mondar-mandir, kemudian lari ke arah taman beberapa meter, lalu kembali lagi. Fani semakin memeluk Langen kuat-kuat dan meringkuk dalam-dalam.Untungnya tidak lama Rei mondar-mandir. Begitu suara langkah kakinya yang berlari kembali ke arah taman telah hilangm Fani buru-buru melompat ke atas. Langen terpaksa dia tinggal, karena tidak mungkin dia membawa masuk orang teler ke halaman rumah orang, lewat di depan satpam pula.Baru saja Fani akan berbasa-basi pada Oom satpam yang rupanya cinta banget dengan gardu kecilnya itu, deru mesin sebuah mobil yang dipacu kencang terdengar di tikungan. Rei!Seketika Fani bereaksi seperti jagoan-jagoan di tivi. Melompat ke rumput lalu tiarap di situ. Diam tak bergerak. Di posnya, satpam itu menatap bingung. Fani baru berdiri setelah suara Jeep Rei sudah benar-benar hilang.''Kesandung, Oom. Licin sih,'' jelasnya sambil meringis. ''Saya jalan-jalan dulu ya, Ooh? Abis Papa lama banget sih.''''Oh, iya. Silakan.''Bergegas Fani berlari ke mobilnya. Dia benar-benar khawatir pada Langen yang terpaksa ditinggalnya di dalam selokan. Selain itu, dia ingin secepatnya pergi dari sini. Tapi Langen ternyata sudah tidak ada di tempatnya. Fani kontan panik. Dia melompat turun ke selokan dan dilihatnya Langen sudah jauh di depan. Berjalan sempoyongan menelusuri selokan ke arah taman.
Astaga! Serentak ditutupnya mulut. Benar-benar ajaib Rei bisa tidak melihatnya!Buru-buru Fani melompat naik, masuk mobil dan tancap gas.''LANGEN!!!'' teriaknya sambil menginjak rem dan bergegas turun. ''Lo kenapa jalan-jalan sih? Gue bilang tunggu, gue!''''Dingin, tauu!''''Cuma sebentar doang! Gue cuma ngambil mobil!''''Emangnya gue buah-buahan, ditaro di tempat dingin biar tetep fresh?''''Ah, udah! Udah! Buruan naik!'' Fani mengulurkan kedua tangannya. ''Naik cepetan! Itu kaki kanan lo nginjek tembok selokan dong! Gimana sih?''''Iya, ini udah, tauuu!'' jawab Langen. Susah payah Fani menarik Langen keluar dari selokan, lalu memapahnya ke mobil. Begitu masuk mobil, Langen langsung menggeletak di jok belakang. Tapi baru saja Fani akan memutar kunci, satu sinar benderang muncul di tikungan belakang. Cewek itu terkesiap. Rei! Buru-buru diputarnya kunci kontak dan langsung tancap gas. Melesat meninggalkan tempat itu tanpa ada satu pun lampu mobil yang dinyalakan.''Aduuuh.....pusiiing,'' keluh Langen.''wkwkwk'' Fani menoleh sekilas. ''Lo nginep di rumah gue aja deh. Daripada pulang, ntar lo abis dicincang bokap-nyokap sama kakak-kakak lo. Dan pasti gue bakalan kebagian juga!''
Fani melesat dengan mobil dalam keadaan gelap total. Semua lampu mobil padam dan baru dia nyalakan setelah yakin Rei tidak membuntuti di belakang. Sekarang cewek itu sedang berdiri kira-kira dua ratus meter dari pagar rumahnya. Dia harus melihat situasi dulu. Aman atau tidak. Bahaya kalau orangtuanya sampai melihat Langen fly. Pucuk dicinta ulam tiba. Ijah pas lewat. Baru pulang dari warung.''Ngapain parkir di sini, Non?''Fani terlonjak kaget, karena Ijah muncul dari arah belakang.''Eh, elo, Jah! Ngagetin gue aja!'' desisnya sambil menepuk-nepuk dada. ''Ada siapa di rumah?''''Kosong? Kenapa?''''Aman kalo gitu. Ntar elo tau deh. Ayo naik.''''Aah, ngapain? Cuma dari sini ke situ aja,'' jawab Ijah malas, dan langsung ngeloyor pergi.''Bukain pagernya!'' teriak Fani, dan dicelanya Ijah saat mobil lewat di depannya. ''Dasar orang kampung! Diajakin naik mobil, malah milih jalan kaki!''''Jalan kaki itu sehat, Non!'' jawab Ijah sambil menutup pagar.''Eh! Eh! Jangan masuk dulu, Jah. Bantuin gue gotong mayat di jok belakang!''
Dengan kening mengkerut, Ijah membuka pintu belakang mobil dan dia langsung memekik.''Hah! Mbak Langen kenapa, Non? Sakit? Kok malah dibawa ke sini? Anterin ke rumahnya dong!''''Mabok!''''Hah!'' Ijah memekik lagi, lalu menggeleng-gelengkan kepala dengan takjub. ''Ck ck ck! Hebat banget ya, Mbak Langen itu! Udah pembalap, pemabok juga! Tau nggak Non? Waktu Ijah buru-buru mau pulang kampung kemaren itu, kan sama Mbak Langen dianterin sampe Rawamangun. Waktu itu Ijah bilang busnya sebentar lagi berangkat, eh Mbak Langen langsung ngebut, Non! Sampe ngetril-ngetril! Ngepot-ngepot kayak yang di pilem-pilem, gitu. Hebat deh pokoknya! Trus, sekarang Mbak Langen mabok kenapa?''''Ya kebanyakan minum bir.''''Waaah!?'' Ijah terbelalak. ''Ck ck ck! Canggih banget dia!''''Aah, udah! Udah!'' potong Fani agak-agak sirik. ''Bantuin gue gotong dia sampe kamar!''
Dengan susah payah, Fani dan Ijah menggotong Langen yang masih meracau. Tapi baru saja beberapa langkah mereka memasuki rumah, telepon berdering.''Itu pasti Rei!'' desis Fani. ''Angkat, Jah. Tapi jangan bilang Langen ada di sini!''''Tadi Mas Rei juga udah nelepon nanyain Mbak Langen, Non. Sampe bolak-balik neleponnya. Terus nanyain Non Fani ke mana.''''Lo bilang gue ke mana?''''Beli martabak. Non pamitnya sama Nyonya gitu kan tadi? Sekarang mana martabaknya?''''Lupa. Angkat tuh telepon buruan. Tapi bilang Langen nggak ada.
Ijah ragu saat akan melepaskan pegangannya.''Kuat nggak, Non? Ntar Mbak Langen jatoh ke ubin, malah gegar otak, lagi!''''Ambilin kursi deh. Iya nih. Makin lama makin berat.''Hati-hati Ijah melepaskan satu tangannya lalu buru-buru menarik sebuah kursi ke belakang punggung Langen. Baru setelah itu diangkatnya pesawat telepon yang terus berdering.''Halo! Jah, Langen ada di situ?'' tanya Rei begitu telepon diangkat Ijah.''Mbak Langen Ranger? Kan tadi Ijah udah bilang? Nggak ada!''''Apa maksud lo, Mbak Langen Ranger?'' tanya Rei dengan nada bingung.''Ya, dia itu kan hebat banget! Pahlawan Penegak Keadilan Wanita....! Eh, Pahlawan Wanita Penegak Keadilan....! Eh?'' Ijah bingung. ''Pokoknya gitu deh!''''Terus kenapa?''''Ya, saya kan penggemarnya!''
Rei tercengang. Ya ampun, satu orang lagi terkontaminasi Langen!''Fani udah pulang?''''Udah. Tapi lagi makan.'' Ijah melirik Fani.''Saya mau ngomong sama dia sebentar aja, Jah. Tolong.''''Lagi makan. Tangannya belepotan saos, Mas. Jadi nggak bisa megang telepon.''''Ntar aja telepon lagi. Tanggung!'' teriak Fani sambil memberikan isyarat pada Ijah agar cepat menutup telepon. Soalnya Langen, yang mulutnya terpaksa dibekapnya kuat-kuat gara-gara ngoceh melulu, mulai berontak. Langen malah mencubiti tangan Fani kuat-kuat!''Tuh denger, kan? Tanggung, katanya. Udah ya, Mas?'' Ijah menutup telepon dan Fani langsung menjerit saat itu juga.''Adaow! Kok lo nyubit sih, La?''''Tau nggak? Rei emosi banget tadi. Gue dipaksa-paksa ngaku, dibantuin sama siapa!'' Langen tertawa cekikikan. ''Emangnya gue gampang dipaksa, apa? Belom taau dia!''''Buruan, Jah!'' desis Fani. ''Ini orang kudu buru-buru kita masukin ke kamar. Ntar Mama keburu pulang. Bisa gaswat kalo dia sampe tau!''''Iya! Iya!'' Ijah bergegas menghampiri.''Trus kami berantem!'' Langen meneruskan ocehannya, sementara Fani dan Ijah menariknya sampai berdiri. ''Terus, lo tau nggak terusannya?'' Telunjuk Langen yang gemetar menunjuk muka Ijah pas di hidung.''Nggak!'' jawab Ijah pendek.''Kalo elooo?'' Telunjuk itu pindah ke depan muka Fani.''Nggak!'' jawab Fani. Sebenarnya dia ogah merespons, tapi takut Langen ngotot.''Elo-elo pasti nggak nyangka!'' Langen tertawa dengan nada aneh. ''Demi memperjuangkan harkat dan martabat wanita, terusannya.....hahaha.....GUE PUTUSIN DIA!!!''
BRUK!!! Pegangan Fani dan Ijah terlepas bersamaan.''ADAOW!!!'' Langen menjerit keras begitu badannya mendarat di lantai yang keras.''Sori! Sori! Sori, La! Elo ngagetin gue!'' Fani buru-buru menarik tubuh Langen yang terkapar. Dipeluknya sahabatnya itu, lalu diusap-usapnya kepala Langen yang sempat beradu dengan lantai. Ijah mengikuti.''Iya. Ijah juga kaget banget!''''Beneran, La?''''Bener doooong! Biar tau rasa dia!'' Langen tertawa-tawa lagi.
Fani dan Ijah tertegun saling pandang. Kata-kata orang yang sedang mabuk adalah kata-kata yang jujur. Berarti hubungan Langen dengan Rei memang sudah berakhir.Gila! Benar-benar tidak disangka!Jam berdentang sebelas kali. Fani dan Ijah tersentak. Bergegas mereka berdirikan Langen lalu memapahnya menuju kamar. Ini nih, bagian yang paling berat. Naik tangga. Mati-matian Fani dan Ijah menyeret Langen menyusuri anak tangga demi anak tangga. Sampai di depan tempat tidur, sambil mengerang, keduanya ikut menjatuhkan diri ke tempat tidur bersama Langen. Tapi suara mobil di kejauhan membuat keduanya seketika melompat bangun.
''Gawat, Jah! Jangan-jangan itu Papa sama Mama!'' Fani memandang berkeliling dengan panik. ''Kita masukin aja Langen ke lemari. Ayo, buruan!''''Dimasukin ke lemari!?'' Ijah terbelalak. ''Jangan, Non! Rapet begitu lemarinya. Ntar Mbak Langen bisa mati. Trus kita berdua dimasukin penjara, jadi penjahat!''''Ya jangan lama-lama. Yang penting Papa sama Mama nggak tau!''''Yaa....'' sejenak Ijah terdiam ragu. ''Ya udah deh kalo gitu. Yuk!''
Langen ditarik dari tempat tidur. Tapi dia memberontak, menolak bangun dari tempat tidur. Malah ganti ditariknya Fani sampai terjatuh di sebelahnya.
''Eh, lo tau lagu itu nggak, yang suka dinyanyiin cowok lo itu? Wanita dijajah pria sejak duluu.... Yang gitu tuh! Siapa sih yang ngarang? Pasti cowok! Nggak mungkin cewek! Ntar kalo gue temuin tuh orang, gue kasih tau deh dia! Pasti dia nggak pernah kenal cewek kayak gue!''''Iya! Ntar kalo ketemu, lo omelin aja dia!'' jawab Fani buru-buru. ''Tapi sekarang lo kudu bangun dari tempat tidur gue, La!''''Siapa yang mau diomelin!?'' tanya Ijah kaget.''Aaa, udah iyain aja! Udah tau lagi mabok!'' tukas Fani. Dengan paksa Langen ditarik sampai berdiri, lalu dipapah menuju lemari. Tapi tiba-tiba Langen berteriak keras.''UDAH GUE PUTUSIN DIA! HORE! MERDEKA! MERDEKA!!!''''SST! SST!'' dua orang yang memapahnya kontan berbisik panik.''Jangan teriak-teriak, Mbak! Ini udah malem, ntar tetangga pada denger!'' desis Ijah.''Udah kita seret aja, Jah! Terpaksa!''
Langen di seret ke lemari. Tapi mendadak tubuhnya membungkuk dan dia muntah habis-habisan!
Fani dan Ijah memekik bersamaan. Keduanya lalu mematung memandangi genangan air di lantai yang menyebarkan aroma tidap sedap dan tajam menusuk. Mengalahkan pengharum ruangan yang digantungkan Fani di kotak AC.''Yeekh!'' Ijah meleletkan lidah sambil mengibas-ngibaskan tangannya yang bebas ke depan hidung.''Gawat!'' desis Fani dengan suara tercekat. ''Kacau nih! Taro dulu nih orang, Jah! Bersihin dulu muntahannya. Ntar baunya keburu ke mana-mana.''
Langen, yang tubuhnya jadi semakin lemas, diseret mundur kembali ke arah tempat tidur.''Jangan! Jangan! Jangan di kasur!'' cegah Fani saat Ijah akan menarik Langen ke atas tempat tidur. ''Susah ntar bersihinnya. Geletakin aja di bawah!''
Langen didudukkan di lantai, bersandar di tempat tidur. Cewek itu masih sibuk mengoceh sendiri sambil tertawa-tawa geli, sementara Fani dan Ijah membersihkam muntahannya. Tiba-tiba terdengar jeritan klakson. Tepat di depan rumah. Kedua terlonjak dan saling pandang dengan panik.
''Cepet! Cepet!'' desis Fani. ''Itu Papa sama Mama!''Dengan gerakan seperti kesetanan, keduanya melanjutkan membersihkan lantai. Fani langsung lupa dengan rasa jijiknya. Bergantian dengan Ijah, dia berlari bolak-balik ke kamar mandi. Mencuci kaus yang terpaksa dikorbankan jadi kain pel. Pekerjaan menjijikkan itu selesai beberapa detik kemudian, bersamaan dengan jeritan klakson yang kedua kali. Ijah melemparkan kaus-kaus yang berubah fungsi jadi kain pel itu begitu saja ke dalam kamar mansi lalu menutup pintunya. Kemudian cepat-cepat dibantunya Fani yang sedang menarik Langen sampai berdiri. Berdua, mereka seret Langen yang masih saja mengoceh, ke lemari.
''Gue adalah pejuang emansipasi! Jadi ati-ati aja sama gue! Emangnya kalo elo jago karate trus lo kira gue jadi takut? No! No! Sori aja! Nggak gampang.... Eh? Lho, kok gelap? Mati lampu, ya?''
Fani tidak menghiraukan. Buru-buru dikuncinya pintu lemari. Bersamaan dengan itu, kembali terdengar bunyi klakson. Tiga kali berturut-turut. Dua kali pendek, dan yang ketiga melengking panjang. Pertanda kedua orangtua Fani mulai tak sabar.
''Tadi Ijah kunci gerbangnya. Biar aman,'' kata Ijah sambil balik badan dan terbirit-birit berlari keluar. Tapi tiba-tiba Ijah berseru lagi dari tangga, ''Non...itu...pura-puranya Non Fani lagi Ijah pijitin ya!''''Oh, iya! Iya! Ide bagus! Sip! Oke!''
Fani langsung menyambar botol minyak kayu putih dari atas meja. Dia cipratkan beberapa tetes isinya ke lantai tempat Langen muntah tadi. Lalu dengan menggunakan kedua telapak kaki, digosok-gosoknya lantai dengan cepat. Setelah itu dia melompat ke atas tempat tidur, membuka kausnya dan menggosokkan beberapa tetes minyak kayu putih di tubuhnya. Sambil menarik napas panjang-panjang untuk mengurangi ketegangan, cewek itu kemudian berbaring tengkurap, beradegan sedang dipijat. Tapi tiba-tiba terdengar suara Langen, yang meskipun jadi agak-agak ngebas karena ngomongnya dari dalam lemari, tapi terdengar lumayan jelas.''Fan? Kok gelap sih? Mati lampu, yaaa? Nyalain lilin dooong!''''Aduh, gawat!'' Fani melompat bangun. Langen nih, nggak kompak banget!
Bergegas dia berlari ke sudut ruangan, tempat seperangkat elektronik bertengger. Dihidupkannya radio. Tapi ternyata suara sang penyiar tidak mampu meredam suara dari dalam lemari.
''CD! CD!'' desisnya dan buru-buru diaduknya koleksi CD-nya. Mesti yang genjreng-genjreng. Nah, ini kayaknya pas. Tip-X!
Fani meringis saat Sakit Hati memekik keras. Sip! Musiknya rame, beriraman ska. Cocok banget buat orang yang sekarang lagi disimpan di lemari. Tapi ternyata lagu itu malah membuat Langen naik darah.''HEH! SIAPA ITU YANG NYETEL? MATIIN! MATIIN! EMANGNYA SIAPA YANG SAKIT HATI? ORANG GUE NGGAK SAKIT HATI JUGA! AYO, MATIIN BURUAN! MENGHINA GUE LO, YA? SIAPA ITU YANG NYETEL? ELO, FAN? APA ELO, JAH? AWAS YA, NTAR! TUNGGU PEMBALASAN GUE!''Ya, ampuun! Langen ini! Fani berlari ke lemari dan memutar kunci. Begitu pintu terbuka, Langen langsung terjatuh keluar.''Elo diem kenapa sih, La? Nyokap gue udah pulang tuh!''''Eh? Apa?'' Langen mengerjap-ngerjapkan mata telernya yang silau terkena sinar lampu.''Bokap-nyokap gue udah pulang. Jadi elo jangan berisik. Lo mau kita diomelin? Ntar kalo nyokap gue tau, pasti dia bakalan langsung lapor ke nyokap lo. Buntutnya kita jadi kena dimarahin dua kali, tau!''''Oh, iya. Iya.'' Langen mengangguk-angguk. Entah benar-benar paham atau tidak.''Makanya diem, ya? Sst!'' Fani menempelan telunjuknya di bibir. ''Gue tutup lagi pintunya, ya?''
Pas! Baru saja pintu lemari dikunci, Fani balik badan dengan kaget karena ibunya berteriak di pintu.''APA-APAAN SIH INI!? MALEM-MALEM BEGINI NYETEL MUSIK KENCENG-KENCENG BEGITU!!!''
Fani buru-buru berlari ke sudut ruangan dan mematikan CD player-nya sambil harap-harap cemas, semoga Langen benar-benar bisa diajak kerja sama.''Maaf, Ma! Maaf! Maaf! Abis kepala Fani lagi pusing banget nih.''''Masa kepala pusing malah nyetel musik kenceng-kenceng begitu? Trus ini kamar baunya kok begini?'' Mama Fani melangkah masuk sambil mengerutkan kening dan mengendus-endus.''Eh....itu, Nyah. Non Fani tadi lagi Ijah pijitin,'' jelas Ijah buru-buru.''Masa sampai begini baunya?''''Oh, itu. Tadi minyak kayu putihnya Ijah campurin minyak goreng, Nyah. Biar mijitnya gampang. Kan kalo tukang pijet juga begitu. Suka dicampurin minyak goreng.''''Iya. Tapi minyak yang bersih, Jah. Ini minyak apa yang kamu pake? Jangan-jangan bekas ngegoreng ayam.'' Wanita itu menoleh ke anak tunggalnya dengan pandang khawatir. ''Kenapa kamu, Fan? Masuk angin?''''He-eh!'' Fani mengangguk cepat-cepat.''Makanya jangan suka nahan-nahan makan. Itu Mama bawain empek-empek.''''EMPEK-EMPEK!?'' jerit Fani seketika. ''Jah, empek-empek, Jah! Empek-empek!'' diguncang-guncangnya tangan Ijah. ''Yuk! Makan empek-empek yuk!''
Cewek itu berlari ke luar kamar. Mamanya jadu mengerutkan kening melihat reaksi anaknya yang menurutnya agak berlebihan itu.''Kamu nggak mau, Jah? Masih anget lho,'' tanya mama Fani ke pembantunya yang tidak beranjak itu. Ijah langsung geleng kepala.''Ntar aja, Nyah. Saya mau beresin kamar Non Fani dulu.''
Sang nyonya rumah keluar kamar sambil mengangguk puas, mengira pembantunya itu rajin sekali. Setelah menunggu selama beberapa menit sambil bertiarap di lantai, mengintip dari anak tangga teratas dan yakin suasananya sudah benar-benar aman, Ijah buru-buru membuka pintu lemari. Langen langsung terjatuh keluar dan menggeletak di lantai.
''Mbak Langen. Mbak,'' panggil Ijah pelan. Diguncan-guncangnya badan Langen. Tapi tidak ada reaksi. ''Yeee, tidur sih!''
Terpaksa Ijah membiarkan Langen menggeletak di lantai, karena tidak kuat mengangkatnya ke tempat tidur.Sementara itu Fani sedang asyik menyantap empek-empek. Dari luar sih dia kelihatannya asyik-asyik aja, padahal dalam hati asli deg-degan! Tiba-tiba telepon berdering. Langsung cewek itu melompat bangun. Pasti Rei!''Halo?''''Halo! Fan, Langen ada di situ?''''Nggak. Kenapa?'' jawab Fani datar. Rei merasa napasnya nyaris putus mendengar jawaban itu.''Nggak. Nggak apa-apa. Dia nggak nelepon?''''Nggak tuh. Kenapa sih?''''Nggak. Nggak apa-apa. Tadi kenapa sih HP lo nggak aktif?''''Yee, suka-suka gue dong. HP HP gue. Lo telepon aja ke HP Langen.''''Tadi dia pergi nggak bawa HP,'' ucap Rei pelan. Fani tersenyum tipis. Dia tahu itu, karena dia yang kasih saran begitu. ''Ya udah. Thanks. Sori, gue udah ganggu elo!''''Nggak apa-apa.''
Di seberang, Rei menutup telepon. Seketika tubuhnya melunglai.''Siapa sih malem-malem begini nelepon? Udah hampir jam dua belas begini,'' mama Fani bertanya dengan ekspresi wajah tidak suka.''Langen, Ma. Dia kan emang suka gitu. Kalo nelepon ke sini mana mau peduli waktu. Kalo dia masih melek, dianggapnya Fani pasti masih melek juga.''
Sang mama tidak jadi curiga gara-gara keterangan itu.''Coba tadi kamu suruh dia ke sini. Besok, gitu. Soalnya Mama juga beli empek-empek yang masih mentah.''''Oh, gampang itu, Ma. Besok Fani telepon dia!'' Fani menjawab sambil meringis. Tidak usah besok siang, sekarang saja tuh anak sudah ada di sini!Alhasil malam itu kedua orangtua Fani tidak tahu ada cewek teler menginap di kamar anak mereka.

CONTINUE TO BAB 12

Girl!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang