BAB 25 (2/2)

5 1 0
                                    

Tebing ini akan menjadi tempat pembantaian. Bukan hanya Iwan cs, Rei cs ternyata juga telah merancang agar perang terbuka ini berlangsung singkat.
Di kalangan pendaki, jalur ini dikenal dengan sebutan ''Jalan Setan''. Tingkat kesulitannya yang cukup tinggi membuat jalur ini lebih sering digunakan untuk latihan fisik. Dan bisa ditebak, jumlah pendaki cewek yang pernah melewati jalur ini bisa dihitung dengan jari.''Siap?'' tanya Rei. Sikap dan intonasi suaranya seakan-akan dia baru saja mendapatkan konfirmasi bahwa kedua lawan dipastikan akan menyerah di lintasan tegak lurus ini.
Langen dan Fani tidak bisa memberikan jawaban lain selain mengangkat dagu tinggi-tinggi, membusungkan dada, dan menampilkan ekspresi ready to fight till the last blood!
Berdiri di kiri-kanan Rei, Bima dan Rangga juga mengamati kedua lawan mereka. Kelelahan kedua cewek itu sebenarnya terlihat sangat nyata. Sayangnya yang mereka ingin lihat adalah.....kejatuhan yang nyata!''Gue lupa!'' Rei berdecak. ''Ini perang. Jadi harusnya nggak perlu basa-basi,'' kalimatnya membuat kedua sobatnya di kiri-kan kontan ketawa pelan. ''So, ladies first or gentlemen first?'' sambung Rei dengan nada sopan.''Kenapa? Lo takut diem-diem kami balik badan terus ngibrit pulang?'' tanya Langen langsung. Dia pura-pura tersinggung. Padahal yang sebenarnya, dia perlu waktu untuk mencari pijakan-pijakan yang telah dibuat Iwan cs di antara cabang dan ranting pohon. Yang tidak mungkin bisa dilakukan di bawah pandangan ketiga lawan.''Oke. Gentlemen first!''Rei menepuk bahu kedua sobatnya. Begitu ketiga cowok itu balik badan, kedua mata Langen dan Fani kontan jelajatan. Menggerayangi seluruh permukaan tebing. Berusaha secepatnya menemukan tanda-tanda yang ditinggalkan Iwan cs, yang benar-benar tersembunyi seperti dalam lukisan tiga dimensi.
Akhirnya mereka temukan tanda-tanda itu. Cabang dan ranting-ranting pohon yang telah dibentuk sedemikian rupa untuk memudahkan pemanjatan. Keduanya sejenak menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya kuat-kuat. Saatnya untuk menyusul ketiga lawan..Dan pembantaian langsung terjadi!Di tebing tegak lurus dan tinggi ini, Langen dan Fani bukan saja dipaksa untuk melihat bukti bahwa gunung adalah dunia cowok, dan bahwa cowok adalah makhluk superior, tapi juga bahwa teori evolusi Charles Darwin kemungkinan bisa diyakini kebenarannya.Dengan lincah, seakan tubuh mereka sangat ringan, Rei, Bima, dan Rangga berpindah dari satu dahan ke dahan lain. Melompat-lompat dan berayun-ayun. Persis seperti yang dilakukan kera. Sementara Langen dan Fani, mengingat proses evolusi telah berjalan jutaan tahun lamanya, tidak lagi yakin dalam tubuh mereka masih tersisa DNA kera.Dan memang tidak ada. Meskipun Theo dan Evan sudah membuat pijakan-pijakan tambahan hingga jarak satu dengan yang lain berdekatan, ternyata tetap tidak membuat pemanjatan itu menjadi mudah. Langen dan Fani berpindah dari satu dahan ke dahan lain dengan susah payah, dengan gerakan nyaris selambat kukang.Akibatnya.....jarak mulai terentang.Dengan napas terengah dan sambil memeluk sebatang dahan kuat-kuat, Langen mendongak. Kontan dia terkesiap. Ketiga lawannya telah lenyap!''Fan! Fan! Buruan, Fan!''Fani, yang cuma satu setengah meter di bawahnya, menjawab dengan suara terpurus-putus.''Bu.....ruan? Lo nggak liat.....? Sekarang kita..... Ada di mana....?''''Tapi mereka udah nggak keliatan!''Fani mendongak lalu menatap ke segala arah.''Wah, iya! Gawat, La!''''Makanya buruan!''
Keduanya berusaha bergerak lebih cepat. Tapi saat ini mereka sedang berada di ketinggian. Tanpa pengaman. Tenpa perlindungan. Dan itu membuat kedua kaki mereka tidak bisa dipaksa untuk tidak gemetar.
Sebenarnya Rei cs tidak berada terlalu jauh, tapi mereka sengaja bersembunyi di balik rimbunnya daun-daun, agar bisa leluasa mengawasi kedua lawan. Ketiganya saling pandang setelah beberapa saat mengamati bagaimana Langen dan Fani berpindah dari satu dahan ke dahan berikut dengan begitu lambat. Mereka juga memerhatikan, Langen dan Fani sebentar-sebentar melongok ke bawah lalu langsung memeluk cabang pohon terdekat kuat-kuat dan memejamkan mata rapat-rapat, tubuh mereka gemetar ketakutan setiap kali akan berpindah tempat.''Sama sekali bukan karena mereka lupa pake kostum Catwoman!'' ucap Bima. Rei seketika menoleh dan menatapnya, sementara Rangga nyaris meledak ketawa. ''Dulu gue pernah janji mau ngasih lo bukti.'' Bima membalas tatapan Rei tepat di bola mata. ''Ini buktinya! Bener-bener jelas, kan?''
Rei berdecak, sedikit kesal. ''Bim, emang gue segoblok itu? Nggak usah pake bukti gue juga tau. Yang gue masih bingung, gimana cara mereka bisa sampe puncak lebih ceper dari kita, dan lewat mana!''
Ganti Bima berdecak.''Itu apa namanya kalo bukan goblok? Lo kira gimana caranya orang naek gunung sampe ke puncak? Waktu itu kita sama sekali nggak denger ada suara helikopter. Kita juga sama sekali nggak ngeliat Superman lewat. Berarti tinggal satu kemungkinan.....dengan kaki! Kalo cuma pake kaki mereka sendiri, jelas nggak mungkin.'' Bima menggerakkan kepalanya ke bawah. Ke arah Langen dan Fani yang masih setengah mati merambati tebing. ''Jadi diperlukan banyak kaki. Sampe di sini lo pasti ngerti dan bisa mengalkulasi, kira-kira diperlukan berapa kaki tambahan untuk bisa mencapai puncak dalam waktu cuma empat jam!''
Ketika beberapa detik terlewat dan Rei masih juga tak bersuara, masih terus menatapnya tapi dengan mata yang tidak terfokus, Bima berdecak kesal.''Perlu nama?'' tanyanya gemas. ''Gue sebutin jumlah kaki tambahannya pun percuma, lo pasti akan tanya siapa-siapa aja mereka.''''Siapa?'' tanya Rei langsung. Bima geleng-geleng kepala, sementara Rangga tertawa tanpa suara.''Iwan, Evan, Yudhi, Rizal, Theo!''Kedua mata Rei kontan melebar. ''Mereka bukannya....''''Tepat!'' Bima menjentikkan jari. ''Di depan mata, Rei! Belom pernah gue ngerasa idiot parah kayak gini!''''Dan lewat mana mereka, menurut lo?''''Kalo yang ini, jujur gue juga nggak tau. Makanya.....''Kalimat Bima terpental. Tiba-tiba cowok itu berdiri lalu bergerak menuruni tebing dengan cepat. Melompati dahan demi dahan dan menerjang lebatnya daun dan ranting tanpa memedulikan kulitnya yang terluka karena sabetannya.
Beberapa detik kemudian Rei dan Rangga tahu penyebabnya. Fani terjatuh. Tergelincir dari dahan tempatnya berpijak. Sementara Langen membantu dengan tubuh tegang dan wajah pucat. Tak mampu menolong.Secepat kilat Bima menyambar Fani sebelum tubuh cewek itu menghantam salah satu dahan. Dia bisa merasakan tubuh yang dipeluknya gemetar ketakutan. Sayangnya saat ini bukan momen yang tepat untuk memberinya lebih banyak pelukan menenangkan. Karenanya, begitu menemukan sebatang dahan yang kokoh, segera dilepaskannya pelukannya.
Tak ada satu kata pun yang keluar. Bima hanya menatap tanpa bicara, memastikan cewek di depannya tidak menderita luka serius. Hanya beberapa luka gores yang memang tidak mungkin dihindari. Kemudian ditinggalkannya Fani dan dihampirinya Langen yang sama pucatnya.''Perhatiin temen satu tim! Jangan jalan sendiri-sendiri!'' desis Bima tajam. ''Sekarang dia tanggung jawab elo. Bukan gue!''''Sori,'' jawab Langen pelan, merasa bersalah. Bima masih menatapnya tajam selama beberapa saat, kemudian kembali ke tempat Rei dan Rangga.''Nggak apa-apa dia?'' tanya Rei langsung.''Nggak. Cuma shock.''''Nggak apa-apa lo tinggal begitu?''''Mau gimana lagi? Lagi perang begini.''
Bima kembali ke dahan tempat dia duduk tadi, lalu mengawasi ke arah bawah dengan waspada. Kedua sobatnya mengikuti. Sementara itu Langen menyingkirkan segerumbul daun yang menghalangi pandangannya ke Fani.''Fan,'' panggilnya dengan suara serak. ''Lo nggak apa-apa?'' Sambil mencengkeram kuat-kuat beberapa ranting sekaligus, Fani menggeleng tanpa bicara. Dia belum bisa membuka mulut. ''Lo bisa ke sini, kan? Gue nggak bisa....''Langen melirik ke atas.''Iya. Gue tau.'' Fani mengangguk.
Meskipun tubuhnya masih lemas, Fani nekat memaksakan diri meniti dahan menuju tempat Langen berdiri. Ini perang, jadi dia tidak bisa terlalu lama membiarkan dirinya dicekam ketakutan.''Kenapa bukan Langen yang jalan?'' di atas, Bima menggeram marah melihat itu. Dia tidak tahu, Langen tidak mungkin meninggalkan jalur pemanjatan yang telah dibuat Iwan cs.''Di mana-mana anak buah ngikutin jenderal. Bukan sebalinya,'' kata Rangga.Begitu Fani sampai di sebelahnya, Langen langsung memeluk dan minta maaf. Keduanya kemudian meneruskan pemanjatan. Di atas, Rei cs masih terus mengawasi dengan waspada. Dugaan sekaligus harapan mereka tercapai. Karena terlalu khawatir dengan kondisi Fani, Langen jadi lengah.
Ganti dia yang terpeleset. Kedua tangannya refleks meraih sesuatu untuk dipegang. Sayangnya dahan yang terpegang tidak cukup kuat. Dahan itu patah dan ikut jatuh bersama sang pemegang. Fani berusaha menolong tapi nyaris membuatnya ikut jatuh juga.
Rei langsung bertidak begitu apa yang akan menimpa Langen masih berupa gelagat. Dituruninya tebing dengan cepat. Tak peduli ranting-ranting liat dan permukaan kasar dahan-dahan pohon membuat kulitnya yang tidak terlindung pakaian tergores. Disambarnya tubuh Langen dan dibawanya ke satu dahan yang kokoh, tidak jauh dari Fani yang memandang pucat pasi. Tanpa bicara Rei menatap sang mantan dalam-dalam.
Sepasang mata milik Rei menatap Langen dengan banyak ekspresi. Ada senyum tertahan di sana. Ada kangen yang terbaca jelas. Ada kecemasan yang sarat. Ada permintaan untuk berhati-hati. Namun sepasang mata itu juga memancarkan sinar yang memerintahkan Langen untuk mengaku terus terang!Tatapan itu baru terputus setelah kedatangan Bima dan Rangga. Rei lalu menggabungkan diri dengan kedua sahabatnya itu.''Ada satu hal yang harus kami beri tau,'' ucap Rei, ''Karena ini perang, jadi seharusnya kami tidak perlu memberikan pertolongan. Tapi kalo gue sama Bima nggak turun tangan waktu lo berdua jatoh tadi, urusannya bisa sampe ke kepolisian. Jadi terpaksa harus dibuat perjanjian.....'' Rei berhenti sejenak, menikmati sorot waswas di mata kedua lawannya. ''Ada tiga kali kesempatan untuk kelepeset kayak tadi. Bukan tiga kali kesempatan untuk masing-masing, karena itu jumlahnya jadi enam. Tiga kali kesempatan untuk lo berdua!'' Dia hentikan lagi kalimatnya untuk menciptakan situasi dramatis dan mencekam. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk mempercepat kekalahan lawan. Dan kalimat Rei itu diteruskan Bima.''Dan apabila sampai terjadi kalian kepeleset untuk yang ketiga kali, yang artinya untuk yang ketiga kalinya pula salah satu dari kami harus memberikan pertolongan, berarti....kalian kalah!''
Langen mendesis marah. Gimana bisa monyet-monyet ini bilang akan memberikan tiga kali kesempatan sementara yang dua telah terpakai?
Seakan seperti bisa membaca pikiran Langen, Bima tersenyum lalu meminta maaf dengan sikap berlebihan.''Maaf. Ada kesalahan teknis. Harusnya kami kasih tau dari awal tadi. Bukan begitu?'' Dia menoleh ke sobat-sobatnya yang mengangguk takzim tapi sambil menahan senyum.
Puncak kepala Langen kontan berasap. Dengan gigi gemeletuk dia lalu bicara dengan penekanan penuh, ''Dan elo-elo pasti berharap akan ada yang ketiga, kan? Jangan harap! Lo bertiga silakan mimpi!''''Amin. Semoga lo berdua selalu ada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.'' Rei, Bima, dan Rangga bicara bersamaan dan menganggukkan kepala juga bersamaan. Dengan sikap serius dan khidmat yang berlebihan. Membuat kedua lawan mereka ingin menjerit-jerit saking emosinya.''Ayo, jalan!'' ajak Rangga kepada kedua sekutunya. ''Karena mereka nggak mungkin kepeleset lagi. Jadi kita tunggu aja di atas.''''Oh, iya. Untung lo ngomong, Ga!'' ucap Rei sambil menepuk dahi. Kembali dihadapkannya tubuhnya yang sudah sempat berbalik ke Langen dan Fani. Bima mengikuti. ''Ada satu hal lagi. Kasih tau, Bim!''''Oke!'' Bima bersiul dengan gaya menjengkelkan. ''Bicara soal nunggu di atas, sekali lagi karena ini perang, jadi kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena tidak bisa menunggu lama'lama. Kalian akan kami tunggu selama sepuluh menit. Tidak lebih! Jadi kalau lewat dari sepuluh menit, meskipun cuma satu detik....,'' sepasang mata Bima menajam, menatap kedua lawannya bergantian, 'Kalian kalah!''
Senyum puas mengembang di bibir Rei cs saat kedua lawan mereeka terperangah mendengar dua ancaman mematikan itu. Tanpa bicara lagi ketiganya lalu balik badan. Merambati tebing dengan cepat dan hilang ditelan rapatnya dahan pohon dan dedaunan.
Langen dan Fani masih tercengang. Pembicaraan itu dilakukan di ketinggian hampir lima belas meter! Nan jauh di bawah, batu-batu besar dan kecil bertonjolan di antara lebatnya semak belukar. Memberikan penegasan bahwa siapa pun yang terjatuh dan tidak segera mendapatkan pertolongan, maka dipastikan akan mendapatkan gelar di depan nama: in memoriam!
Kesimpulannya, kalau tidak ingin terjatuh yang berbutut mendapatkan pertolongan, di mana pertolongan itu berarti kekalahan, maka kedua cewek itu harus sangat berhati-hati dalam meniti setiap langkah.
Sedangkan jika ingin berhati-hati, mereka butuh waktu yang tidak sebentar. Sementara waktu yang disediakan oleh ketiga lawan hanya sepuluh menit.Ini benar-benar buah simalakama. Beracun pula!Ultimatum Rei cs kemudian membuat Langen dan Fani memutuskan untuk nekat. Daripada malu!''Daripada hidup menanggung malu, lebih baik mati berkalang tanah!'' desis Langen, mengutip pepatah lama. Tangan kanannya terkepal kuat.''Setuju, La! Merdeka!'' Fani ikut mengepalkan tinju.''Jangan ngeliat ke bawah!'' tegas Langen.''Jangan ngeliat ke bawah!'' Fani membeo. Mengangguk kuat-kuat.''Tempat ini nggak tinggi, dan di bawah nggak banyak batu!'' tegas Langen lagi.''Tempat ini nggak tinggi, dan di bawah nggak banyak batu!'' kembali Fani membeo dengan penekanan suara kuat-kuat.''Sip! Ayo, jalan!''''Oke!''
Semangat memang sanggup mengenyahkan jauh-jauh segala kelemahan. Rei cs serentak mengangkat alis tinggi-tinggi saat kedua lawan mereka tidak lagi bergerak selambat kukang. Keduanya bahkan dengan lihai menyelinap di antara dahan dan daun. Tidak lagi terlihat ketakutan, dan seakan tak pernah mengalami kejadian yang mengerikan sebelumnya.
Ketiga cowok itu saling pandang. Tebing ini memang pernah menelan korban. Tidak ada catatan pasti berapa jumlah pendaki yang kehilangan nyawa di sini. Dan untuk saat ini memang bukan itu yang jadi fokus pikiran Rei cs. Bukan berapa banyak jumlah pendaki yang tewas di tempat ini. Tapi berapa banyak jumlah arwah yang sedang bergentayangan saat ini. Karena dari perubahan yang benar-benar sangat dratis ini, tidak diragukan lagi, Langen dan Fani sudah pasti sedang kerasukan!
Apa pun tudingan Rei cs, kerasukan atau kerusupan, Langen dan Fani berhasil mencapai puncak tebing dengan selamat. Dan dengan waktu dibawah target ketiga lawan. 10 menit kurang 5 detik! 10 menit kurang 5 detik yang begitu spektakuler dan mencengangkan, sekaligus 10 menit kurang 5 detik yang menelan habis seluruh cadangan kekuatan.
Kedua cewek itu berdiri di puncak tebing, di hadapan ketiga lawan mereka. Tapi tidak lagi dengan tubuh tegak sempurna. Keduanya sudah tidak mampu lagi menutupi kenyataan, stamina mereka telah merosot dratis. Nyaris di titik nol! Dengan pasrah mereka terpaksa membiarkan tubuh mereka yang melambai-lambai bak batang-batang nyiur di tepi pantai, terlihat ketiga lawan.
Namun Rei cs angkat topi dengan ketangguhan lawan-lawan mereka. Kali ini mau tidak mau mereka harus berhenti untuk beristirahat sejenak. Musuh sudah dipastikan akan kalah. Jadi tidak perlu mencemarkan piala kemenangan dengan kata-kata ''tidak fair''.''Break sepuluh menit!'' ucap Rei.Break sepuluh menit yang sama sekali tidak ada manfaatnya. Tubuh tidak mungkin mampu memulihkan diri dalam waktu sesingkat itu. Yang diperlukan Langen dan Fani adalah break yang lamanya bisa dipergunakan untuk tidur, memanggil tukang pijit, atau pingsan!
Sepuluh menit waktu istirahat itu kemudian dilewati Rei cs dengan berleha-leha. Ketiganya tidur-tiduran berbantal carrier. Untuk mengusir udara yang jadi terasa sangat dingin pada saat tidak bergerak, di tangan masing-masing cowok, dalam mug biru langit bertuliskan ''My soul belongs to mountains'', mengepul susu jahe panas yang dinikmati bersama potongan-potongan cake cokelat.
Masih ada lagi. Sementara mulut mengunyah, kedua mata mereka menatap berkeliling. Menikmati pemandangan yang indah. Yang jadi terasa semakin indah manakala mata melirik, dan lawan-lawan yang sedang sekarat berada tidak jauh di sebelah.Betul-betul hari yang sama sekali tidak berminat untuk membagi makanan dan minuman yang sedang mereka nikmati dengan kedua lawan. Bukan karena mereka kejam apalagi pelit, tapi karena orang yang sedang sekarat lebih membutuhkan doa ketimbang susu jahe panasdan kue cokelat. Dan hal yang terpenting, kedua cewek itu harus merenungi semua perbuatan yang telah mereka lakukan sebelumnya. Misalnya, melakukan kebohongan dan pengkhianatan.
Nanti setelah perang gender ini selesai, setelah bibir kedua warrior girls itu memberikan pengakuan yang gamblang, lengkap, mendetail, jelas, jujur, dan tentu saja harus diakhiri dengan permohonan maaf dari lubuk hati yang paling dalam, keduanya akan mendapatkan sesuatu yang jauh lebih panas daripada segelas susu jahe!

CONTINUE TO BAB 26

Girl!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang