BAB 19 (1/2)

9 0 0
                                    

Kekalahan telak. Sayangnya Langen dan Fani sama sekali tidak menyadarinya. Mereka meningkatkan kewaspadaan hanya karena insting mereka mengatakan sepertinya telah terjadi sesuatu dan kembali akan terjadi sesuatu. Sayangnya, ''sesuatu'' itulah yang sama sekali tidak mereka ketahui.Saat ini yang sedang mereka awasi dengan ketat adalah gerak-gerik Rei dan Bima. Padahal itu salah besar, karena kali ini Rangga-lah yang memegang peranan.Apa yang diinginkan Rei adalah A, dan apa yang diinginkan Bima adalah B, dan jadi tugas Rangga untuk mencari cara agar dua keinginan yang berbeda itu bisa terlaksana dalam waktu yang sama. Dan Rangga sudah menyiapkan skenarionya.Sebagai pembukaan babak kedua ini, ketiga cowok itu akan jarang terlihat bersama-sama, dan akan berakting seolah mereka sangat sibuk, jadi tidak hanya waktu untuk merencanakan macam-macam seperti yang telah dituduhkan kedua lawan mereka lewat sorot mata.Gimana Langen dan Fani nggak bingung, coba? Mereka telah mengangkat senjata tinggi-tinggi, tapi musuh-musuh mereka malah sibuk berlalu-lalang dengan buku-buku tebal di tangan, atau berjaket lab dengan tabung-tabung reaksi dalam genggaman. Kali lain mereka menemukan salah satu musuh sedang serius berdiskusi dengan dua atau tiga teman, sementara yang lain membaca buku sendirian di pojok-pojok sepi atau terhalang.Begitu sibuk dan seriusnya Rei cs, sampai sekadar menoleh pun mereka tidak sempat lagi. Akhirnya Langen dan Fani terpaksa menurunkan lagi senjata yang sudah mereka acungkan tinggi-tinggi. Kewaspadaan mereka pelan-pelan mengendur. Jangan-jangan perang sudah selesai? Atau jangan-jangan sebenarnya malah sama sekali tidak ada perang?Rei cs pilih menahan senyum dan meneruskan aksi serius dan sibuk mereka. Tidak ada yang lebih seru daripada mempermainkan lawan yang bingung.Dalam babak kedua ini juga akan ada kehadiran satu bintang tamu yang akan ikut memeriahkan jalannya pertempuran, tentu saja tanpa si bintang tamu itu tahu.Ada budi ada balas. Itu sebabnya kenapa ada Dekha di babak kedua ini. Dekha anak teknin kimia yang pernah jadi teman sekelas Rangga di SMA dulu, yang akhirnya berhasil mendapatkan Shanti, cewek cakep yang berbulan-bulan diincarnya. Keberhasilan Dekha tak luput dari campur tangan Rangga. Sebagai balas budi, setiap kali engkongnya yang punya kebun luas di pinggir Jakarta panen durian, Dekha mempersilakan Rangga untuk makan sampai pingsan.Momen inilah yang akan dimanfaatkan.Setelah mencari ke sana kemari, akhirnya Rangga menemukan cucu juragan durian itu di sebuah lab. Dekha sedang serius menekuri tabung-tabung reaksi dan selembar kertas di meja di depannya. Rangga segera menghampiri.''Serius bener? Ngapain lo? Bikin bom?''Tanpa mengangkat kepala, Dekha menjawab pelan, ''Sst, jangan bilang-bilang. Gue lagi bikin lemper!''Rangga menyeringai, ketawa pelan. ''Kha, gimana acara makan durennya nih? Gue liat udah banyak yang numpuk di pinggir-pinggir jalan.''''Oh, iya.'' Dekha langsung menghentikan kesibukannya. ''Sori, gue lupa ngasih tau elo. Besok Jumat. Ajak dong cewek lo sekali-sekali. Jangan sendirian terus. Malu lo ya, ketauan maruk duren gratis?''''Siapa juga yang nggak maruk sama duren gratis? Tapi sekarang gue mau ngajak temen nih. Bima sama ceweknya. Bisa, nggak?''''Bisa aka. Rei nggak sekalian?''''Dia lagi patah hati. Percuma diajak. Nggak bakalan bisa bedain duren sama kedondong.''Dekha ketawa. Dia lalu menunduk, menyambung kembali kesibukannya.Rangga bangkit dari kursi. ''Oke deh, Ka. Thanks banget. Sori ngeganggu.'' ditepuknya bahu Dekha lalu melangkah keluar.***Seluruh persiapan selesai dilakukan. Namun karena adanya perbedaan kepentingan dan tujuan, Rangga terpaksa mengadakan dua kali pembicaraan. Sekali dengan kehadiran lengkap Rei dan Bima. Tapi Bima hanya jadi pendengar karena topik pembicaraan adalah Langen. Dan pembicaraan yang lain dilakukan Rangga hanya dengan Bima. Dengan topik, jelas saja Fani.Langkah selanjutnya adalah melaksanakan rencana masing-masing eksekutor. Rangga akan ada bersama Rei, sedangkan Bima akan dibantu Dekha. Dan kalau semuanya berjalan sesuai rencana, maka kiamat untuk Langen akan segera tiba. Sementara Fani tinggal menunggu hari kapan dia akan dieksekusi!***Dan hari inilah pelaksanaaan rencana itu!Rangga berjalan menuju kelas Dekha. Langkahnya yang semula normal segera diubahnya menjadi tergesa-gesa saat akan mendekati kelas yang dituju.''Kha, sori banget nih. Gue batal ikut. Kudu cabut. Ada urusan mendadak. Tapi Bima jadi kayaknya. Dia ada di ruang senat,'' katanya sambil bergegas menghampiri Dekha.''Kok kayaknya?''''Gue belom sempet bilang ke dia. Ntar lo tanya aja, mau ikut apa nggak.''''Iya deh.'' Dekha mengangguk tanpa curiga.''Ya udah. Gue cuma mau ngasih tau itu. Cabut dulu, Kha. Emergency banget nih!''''Yoi!''Rangga keluar ruangan kembali dengan langkah tergesa-gesa. Cowok itu langsung hilang begitu sebuah dinding telah menghalanginya dari pandangan Dekha. Beberapa saat kemudian, ketika matanya menangkap sosok Bima yang sedang berdiri menunggunya di pintu ruang senat, diacungkannya kedua ibu jarinya. Tanda semua berjalan sesuai rencana.Bima mengangguk dan segera meninggalkan ambang pintu tempat dia berdiri. Cowok itu berjalan menuju kelas Fani. Sementara Rangga lanjut ke tempat parkir di depan rektorat, melakukan bantuan terakhirnya untuk Bima sebelum kemudian giliran Rei yang harus dibantunya.Langkah selanjutnya benar-benar spekulasi. Rangga berharap, tingkat kewaspadaan Langen dan Fani yang tidak lagi setinggi hari-hari kemarin akan membuat kedua cewek itu lengah.Sementara itu Bima berspekulasi, apa yang dia berikan akan membawa Fani padanya. Dan untuk memperbesar kemungkinan keberhasilan spekulasinya itu, cowok itu sengaja berlama-lama di kelas Fani, yang juga kelas Langen itu tindakan itu juga dilakukannya untuk sedikit memperbaiki citra diri. Terutama di depan cewek-cewek yang berpikir rasional, yang tidak kepincut dengan tampang dan penampilan, yang menganggap semua kebrengsekannya sudah cukup sebagai alasan untuk memasukkannya ke dalam krematorium dalam keadaan hidup!Jadi, Bima harus memberi kesan bahwa meskipun tampangnya sangar dan sifatnya cenderung prosesif, playboy, egois, dan kecenderungan-kecenderungan negatif lainnya, semua itu tidak sepenuhnya benar.Contohnya adalah apa yang sedang dilakukannya saat ini.Di menit ketujuh belas, Rangga bersembunyi di belakang deretan mobil para dekan saat kedua orang yang ditunggunya datang. Langen dan Fani turun dari Kijang tanpa firasat apa pun. Keduanya kemudian berpisah di tempat parkir.Spekulasi Rangga berhasil!Sebelumnya, kepada pemilik kios fotokopi yang jadi langganan Langen dan Fani, Rangga telah meminta agar diktat di difotokopi Langen baru bisa selesai pagi ini. Permintaan yang bukan hanya disampaikan dengan menggunakan kata-kata, tapi juga sedikit cinderamata.''Gue ambi fotokopian dulu, Fan.''''Belom? Lama amat?''''Tau tuh. Lo duluan deh.''''Oke. Daaah!''''Dah.''Begitu Langen dan Fani saling melambaikan tangan, tanpa buang waktu lagi Rangga segera meninggalkan pos pengintaiannya. Dia berjalan cepat menuju kelas kedua cewek itu, lalu melintas juga dengan cepat di luar ruangan. Harus dengan cepat, untuk meminimalisasi saksi mata yang melihatnya berada di tempat ini di saat yang bersamaan dengan Bima.Bima, yang sedang ngobrol dengan Ruben, salah satu teman sekelas Fani, dan sengaja duduk menghadap koridor, segera mengakhiri obrolan mereka begitu dilihatnya kelebat bayang Rangga. Diliriknya jam tangannya lalu pura-pura kaget.''Gue harus balik dulu, Ben,'' ucapnya sambil bangkit berdiri. ''Bentar lagi masuk.''''Iya deh. Nggak ada pesen?''''Nggak. Gue udah titip ke Dhila. Thanks ngobrolnya.''''Oke!''Dengan langkah cepat Bima meninggalkan kelas Fani. Orang yang ditunggunya muncul tidak berapa lama kemudian, dan langsung disambut satu berita.''Fan, tadi Bima ke sini. Nungguin elo sampe lama. Dia titip ini ke gue. Suruh kasih elo kalo ntar lo udah dateng,'' ucap Dhila sambil membuka tasnya.''Bima ke sini?'' dengan alis terangkat tinggi, Fani menghampiri Dhila.''He-eh. Ngobrol sama Ruben sambil nungguin elo. Nih.''Sebuah tas plastik putih disodorkan Dhila. Fani menerima dan buru-buru berjalan ke kursi yang biasa didudukinya. Tergesa dibukanya tas plastik itu. Ada kotak di dalamnya. Dan begitu kotak itu terbuka, hampir saja cewek itu memekik. ''Kucing-kucing'' mungil berderet di dalamnya dengan berbagai pose dan warna.''Ih, ya ampun! Lucuuu!'' desisnya dengan kedua mata berbinar. Secarik kertas terselip di antara dua ''kucing''.Honey yang ketemu baru ini. Sebenernya ada banyak, cuma nggak tau pada jalan-jalan ke mana. Nanti kalo ada waktu, aku cari yang lainnya. Oke? Mudah-mudahan kamu suka.Dimasukkannya kembali kotak itu ke tas plastik. Dan tanpa berpikir lagi, Fani berdiri lalu berlari keluar. Mencari sang pengirim kucing-kucing porselen itu. Bima berhasil ditemukannya di ruang senat Fakultas Perminyakan.Spekulasi Bima berhasil!Belum ada sepuluh menit dia berada di ruang senat fakultasnya, mangsa yang ditunggunya datang dan dengan sukarela memasukkan dirinya sendiri di dalam jebakan.''Hai!''Bima menoleh dan pura-pura terkejut. ''Hai,'' balasnya lembut.''Aku udah terima.'' Fani menggoyang-goyangkan tas plastik di tangannya dengan riang. Bima tersenyum lebar di luar, tapi menyeringai di dalam.''Suka?''''He-eh. Makasih ya?'' Fani melangkah masuk. ''Kemaren-kemaren kayaknya sibuk banget deh.''''Lagi banyak banget tugas. Aku nunggu lama di kelas kamu tadi.''''Langen datengnya kesiangan.'' Fani menatap seisi ruangan. Bingung di mana akan duduk. Setumpuk diktat bertengger di sebuah kursi. Kursi yang lain ''diduduki'' sebuah carrier besar. Sementara kursi yang lainnya lagi memangku sebuah kotak berisi sebuah stoples besar. Stopleas itu berisi cairan hitam pekat dan sangat kental. Minyak mentah. Satu-satunya kursi yang menganggur dalam keadaan cacat. Salah satu kakinya patah dan disambung dengan besi lalu diikat kawat. ''Gue duduk di mana nih?''Bima memandang berkeliling. Pura-pura bingung. Padahal sengaja dibuatnya ketiga kursi itu berpenghuni, karena dia butuh alasan untuk menjalankan misinya, yaitu mematikan ponsel yang menggantung di dada Fani!''Di sini aja. Ini kuat. Baru dibenerin Andreas tadi pagi.'' ditariknya kursi cacat itu ke depan Fani.''Bener nih?'' Fani menatap kursi itu dengan ragu, tapi akhirnya didudukinya juga. Seketika tubuhnya terhuyung hampir jatuh. Bima buru-buru menangkap dengan satu tangan sementara tangannya yang lain, tanpa kentara, meraih ponsel Fani lalu menon-aktifkannya.''Sah. Nggak kuat!'' cowok itu pura-pura ketawa. ''Di meja ajalah,'' katanya sambil menyingkirkan kertas, buku, bolpoin, dan segala maca, benda dari atas salah satu meja. Dia tersenyum samar saat melirik kucing di layar ponsel Fani telah menghilang.Fani melangkah mendekati meja lalu bertengger di salah satu sisinya. Kemudian terjadilah obrolan ringan dan akrab. Untuk pertama kalinya! Bima sengaja menahan topik pembicaraan di sekitar area ''kucing'', agar mangsanya ini merasa nyaman bersamanya sampai Dekha datang. Dan sekali lagi spekulasinya berhasil. Fani tetap betaj duduk di tempat sampai akhirnya Dekha muncul di ambang pintu. Cowok itu tampak buru-buru.''Bim, lo mau nggak?''''Ke mana?''''Makan duren di kebun engkong gue. Gratis nih. Yuk, buruan!''''Wih! Oke banget tuh!'' Bima berlagak amat sangat surprise. ''sekarang?''''Iya, sekarang. Temen-temen gue udah nunggu. Lo semobil sama gue aja. Masih ada tempat. Soalnya kalo sampe berderet tiga mobil yang dateng, ntar engkong gue ngira kebonnya mau dijarah. Yuk, cepet!''''Oke, sip!'' Bima bergegas berjalan ke sudut, menyambar ranselnya. ''Yuk, Fan! Asyik nih. Makan duren gratis!''''Tapi aku ada kuliah. Lagian juga....''''Sekali-kali cabut kan nggak apa-apa. Ini kesempatan langka!''Bima meraih pinggang Fani, menariknya dari atas meja, lalu mengajaknya mengejar Dekha yang sudah berjalan pergi.***Dari rumah engkong Dekha yang benar-benar bergaya Betawi asli, mereka masih harus berjalan kaki kira-kira satu setengah kilometer.''Enakan makan di deket pohonnya, Fan,'' kata Bima sambil meraih tangan Fani. Yang lain mengiyakan.''Deket kok. Cuma satu setengah kiloan, lebih-lebih dikitlag,'' kata Dekha. Juga sambil menggandeng ceweknya.Cuma satu setengah kilometer, kalau jalannya rata memang tidak masalah. Tapi kalau jalannya naik-turunm lama-lama kaki keriting juga!''Digendong aja, ya?'' kata Bima. Setelah untuk yang kesekian kali, di jalan menanjak yang kesekian kali pula, dia harus menarik Fani dengan dua tangan. Soalnya kalau cuma dengan satu tangan, badan Fani akan oleng ke sana kemari, mirip layangan putus.Fani geleng kepala. Tidak bisa langsung menjawab karena napasnya amburadul.''Malu, lagi!'' jawabnya sesaat kemudian.''Daripada begini. Jalan aja udah nggak bener. Muka kamu juga udah merah begitu.''''Lagian sih jauh banget!''''Namanya juga udah diajakin makan gratis. Masa mau protes?''Tapi begitu mereka sampai di tujuan dan melihat durian-durian bergelantungan pegal-pegal di kaki langsung hilang. Napas juga mendadak jadi lancar. Mirip segerombolan bocah kecil, semuanya langsung berlarian sambil bersorak-sorak girang lalu berebut memanjat.
Fani juga larut dalam kegembiraan. Dia menjerit keras pada Bima, menunjuk durian yang dinginkan.''Nih.'' Bima meletakkan buah itu di depan Fani. ''Abis? Ini gede lho, Fan.''''Abis!'' jawab Fani langsung. ''Sekalian bukain dooong!''''Sabar dong, sayang. Baru juga turun dari pohon.''
Bima mengusap kepala Fani dengan ekspresi gemas yang sengaja dia perlihatkan ke orang-orang di sekitar, lalu menghapiri salah seorang teman Dekha. Tak lama dia kembali dengan sebilah golok di tangan. ''Makannya sama Shanti aja, ya? Temenin dia sekalian.''''He-eh.'' Fani mengangguk. Diikutinya langkah Bima, menghampiri Shanti. Setelah membelah durian itu menjadi beberapa bagian, Bima bergabung dengan Dekha dan teman-temannya.''Gue males gabung sama mereka. Berisik banget,'' kata Shanti.''Iya, emang.'' Fani mengangguk. Pilih setuju aja deh, soalnya yang ngomong ceweknya Dekha. Segalanya terasa sangat menyenangkan, sampai kemudian mendadak dia tersadar, ada sesuatu yang janggal.
Kalau semua makan duriannya benar-benar aji mumpung, satu orang setumpuk, tidak begitu dengan Bima. Di depannya cuma ada satu buah. Itu juga baru dihabiskannya setengah.
Cara cowok itu duduk, cara dia mengunyah daging durian yang begitu perlahan, sorot matanya yang menerawang, juga ketidakpeduliannya dengan obrolan ramau di sekelilingnya, cuma nimbrung sekali-sekali, membuat Fani tersentak. Seketika ia berhenti mengunyah.Aduh! Goblok banget sih gue! Desisnya dalam hati. Sial! Mati deh gue!
Dan dengan cemas terus diperhatikannya Bima tanpa kentara. Berharap semoga dugaannya salah.
Tapi Bima memang tidak pernah bisa terbaca. Jadi Fani juga tidak bahwa kecemasannya percuma saja, soalnya sudah terlambat! Karena otak Bima telah selesai menganalisis sejak mereka masih dalam perjalanan ke tempat ini. Sekali lihat, dia sudah tahu Shanti itu tipe cewek rumahan. Cewek yang dia berani jamin, tidak pernah mengikuti kegiatan keras, dan daya jelajahnya yang terjauh paling cuma ke mal-mal atau bioskop.
Dan Fani, ceweknya yang supermowan itu, yang waktu itu ditemukannya sedang duduk santai di puncak gunung setelah berhasil mengalahkan dirinya dalam satu tantangan kebut gunung, ternyata mempunya stamina yang cuma beda tipis dengan Shanti!
Aneh, kan?Kepala Bima mengangguk-angguk tanpa sadar, seiring hasil akhir analisis yang sekarang telah berupa kesimpulan.Kebut gunung?Satu senyum tipis muncul di bibir Bima. Itu jelas benar. Karena kalau tidak benar, tidak akan mereka bertemu di puncak saat itu.Lewat mana?Ini yang jadi satu-satunya pertanyaan. Yang jelas, jalur itu pendek dan tidak banyak orang tahu. Bahkan bisa jadi baru dibuka!Dengan siapa?Itu juga bukan pertanyaan. Karena jawabannya juga sudah ada di puncak waktu itu.Lima cowok!
Hebat juga cewek dua itu. Febi tidak bisa dihitung karena sudah bisa dipastikan, terkena hasutan. Cewek model Febi memang tidak mungkin punya pikiran untuk unjuk rasa!Dan Bima paling tidak senang dibohongi!Apalagi yang parah seperti ini. Meskipun hanya membantu, bukan berarti kelima cowok itu baru eksis di hari tantangan kebut gunung itu dilontarkan. Pasti jauh sebelum itu. Soalnya sebelumnya harus ada pengenalan singkat soal gunung, pengenalan jalur yang akan dilalui, dan.....penempaan fisik. Meskipun penempaan fisik ketiga cewek itu jauh dari maksimal, frekuensinya jelas di atas sepuluh kali pertemuan, karena setiap karnaval butuh persiapan.
CONTINUE BAB 19 PART 2

Girl!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang