BAB 23 (2/3)

6 0 0
                                    

Langen, Fani, dan Febi, yang sedang menanti tegang di kelas, buru-buru menghilangkan ekspresi itu dari wajah mereka, saat sosok Rei, Bima, dan Rangga muncul di ujung tangga. Mereka menggantinya dengan ekspresi seperti di tempat parkir tadi pagi. Tenang, angkuh, dan tentu saja, ready to fight!Setelah beberapa saat kedua kubu berbeda jenis kelamin itu berhadapan tanpa bicara, Rei membuka mulutnya.''Ini jawaban untuk tantangan kalian tadi pagi.....'' dia diam sejenak. Menikam tajam-tajam tiga wajah di depannya, terutama Langen. ''Dua minggu lagi kita climbing..... Sama-sama!''''Di mana?'' tanya Langen.Rei tersenyum tipis. ''Itu kami kasih tau nanti. Untuk cewek-cewek superwoman seperti lo bertiga ini, yang sanggup mengalahkan kami kebut gunung, naik lewat jalur kayak apa pun pasti bukan soal. Jadi nggak masalah mau dikasih tau sekarang atau nantu dadakan. Iya, kan?''Langen terpaksa mengiyakan dengan sombong. Mau gimana lagi?''Emang bukan masalah! Tau juga lo!''''Jelas gue tau!'' sambar Rei seketika. ''sangat tau!''Sekali lagi Rei melumat Langen dalam tatapan tajam. Kemudian dibaliknya badan dan diberikannya isyarat pada kedua sahabatnya untuk pergi dari situ. Tapi Bima tidak beranjak. Cowok itu malah mendekati Fani. Ditatapnya cewek itu lekat, lalu berkata dengan nada serius.''Ehm, waktu itu aku ngeliat yang bener-bener bagus, Fan. Tapi terpaksa aku beli merek lain, soalnya kamu sekarang kan udah jadi wonderwoman. Udah jadi ranger. Jadi aku beli dua. Yang satu mereknya Carrimore, yang satunya Berghouse. Biar sesuai.''Bima berhenti sejenak. Berlagak mengingat-ingat.''Yang satu talinya silang di belakang. Aku pilih yang talinya kecil. Manis kayaknya kalo kamu pake. Kalo yang satunya, ada rendanya. Mudah-mudahan aku bisa ngeliat waktu kamu pake nanti....''Sikap gagah dan ready to fight Fani kontan runtuh. Seketika lenyap!Dalam waktu kurang dari satu detik, mukanya sudah lebih merah dari kepiting yang baru dikeluarkan dari dalam panci. Cewek itu lalu menunduk dan menutupi mukanya dengan kedua telapak tangan. Bima ketawa geli. Diraihnya Fani, sejenak dipeluknya kuat-kuat, lalu dengan gemas diciumnya puncak kepalanya. Baru kemudian cowok itu menyusul Rei dan Rangga, yang berdiri bingung di ambang pintu.''Ngomongin apa sih lo?'' tanya Rei.''Carrier,'' jawab Bima kalem.''Carrier? Kok berenda?''''Keluaran terbaru. Khusus cewek.''Rei dan Rangga masih menatapnya dengan kening berkerut.''Carrier. Pembawa!'' tegas Bima. ''Alat untuk membawa kan nggak harus ada di punggung, kan? Tergantung di mana dia dibutuhkan!'' dia menoleh dan tersenyum geli saat dilihatnya Fani masih menunduk dengan muka tertutup rapat. ''Duluan ya.....calon istriku!''''Kenapa lo panggil dia begitu?'' Rangga tak bisa menahan rasa penasarannya.''Karena gue suka film..... Bulan Tertusuk llalang!'' Bima sengaja memberikan jawaban yang agak berlabirin. Dia lalu menoleh ke Fani, yang masih menunduk dalam-dalam. ''Kamu tonton film itu nanti ya, Sayang. Kalo kamu nggak suka, paling nggak harus kamu camkan judulnya baik-baik!''''Bulan.....,'' desis Rei terputus. Dia lalu saling pandang dengan Rangga, dan sedetik kemudian kedua cowok itu berseru keras. ''GILA LO, BIM!!!''Bima terbahak-bahak.''Gila nih orang!'' Rei menarik kucir rambut Bima. ''Tanggung jawab lo, Bim!''''Makanya sekarang gue panggil dia, calon istriku.....'' Bima menoleh ke arah Fani. Dan berhubung wajah cewek itu masih tenggelam di balik kedua telapak tangan, Bima lalu mengedipkan satu matanya untuk Langen dan Febi.''Calon istriku!''Ketigan cowok itu kemudian meninggalkan tempat itu. Sesudahnya, Bima dihujani bertubi pertanyaan dari Rei dan Rangga.''Ini bener, Bim? Lo nggak lagi bercanda?'' tanya Rei.''Lo tebak aja sendiri! Hehehe.''''Lo kenapa bisa sarap gitu sih?'' ucap Rangga.''Waktu itu si Fani pake bikini secara sukarela atau dengan menggunakan intimidasi?'' tanya Rei lagi.''Tampang kayak dia udah pasti pake intimidasi!'' Rangga yang menjawab. ''Tapi, Bim, bener-bener bulan telah tertusuk ilalang?'' sambungnya penasaran.Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya sudah tidak terdengar jelas karena jaraknya semakin jauh. Tapi tidak satu pun dari ketiga cewek itu melihat Bima menjawab rentetan pertanyaan itu. Cowok itu hanya tertawa-tawa geli.''Laknat banget emang tuh orang! Jahanam!'' desis Langen emosi. Sementara Febi hanya bisa tercengang.''Udah pergi dia?'' tanya Fani dari balik jemarinya.''Udah,'' jawab Febi dengan nada iba dan prihatin.Fani melepaskan kedua tangannya dan perlahan mengangkat mukanya yang sekarang benar-benar merah. Lunglai dia menjatuhkan diri ke kursi terdekat.''Bener-bener abis deh gue sekarang,'' desahnya lemah. Langen dan Febi hanya bisa memeluknya dari kiri dan kanan. Tidak bisa mengatakan apa-apa. ''Mereka ngajak climbing sama-sama, Wan! Dua minggu lagi! Tapi nggak mau ngasih tau tempatnya! Jadi sekarang gimana dong? Gimana!?''
Iwan menjawab jeritan panik Langen dengan ekspresi tenang. Soalnya itu memang sudah diduganya.''Ya, emang udah pasti akan begitu reaksi mereka.''''Iya, terus gimanaaa?''
Iwan menyodorkan selembar kertas, dan Langen langsung menjerit saat membaca isinya. ''Ini sih gila!''''Kalo gitu, cari tau di mana lokasi perang terbukanya. Selama lo nggak dapet informasinya, kita nggak bisa nyiapin antisipasi lain selain itu,'' jawab Iwan. Tetap dengan tenang.
Langen menelan ludah. Sekali lagi ditatapnya kertas di tangannya. Wajib militer itu akan berlanjut. Di situ fitness center. Dengan porsi dan materi yang akan membuat Langen dan kedua temannya menjelma menjadi..... Hulk!Sehari setelah tantangan itu diajukan, untuk pertama kalinya Rangga dan Febi ribut besar. Rangga tentu saja tidak akan membiarkan Febi terlibat. Soalnya jika sampai terjadi sesuatu, dia tidak akan bisa mempertanggungjawabkannya pada keluarga gadis itu. Tapi Febi bersikeras ingin ikut.''Mas, kerajaanku itu nggak segede United Kingdom. Lebih banyak yang nggak tau daripada yang tau!''''Jadi?'' tanya Rangga tajam.''Ya kalo kerajaannya aja pada nggak tau, apalagi rajanya. Apalagi sodara-sodaranya si raja! Lagi pula sadar dong, Mas. Ini tuh udah taun berapa?''Rangga menundukkan mukanya tepat di atas muka Febi. Ditatapnya sepasang bola mata gadis itu tajam-tajam.''Bilang itu sama Kanjeng Ibu!''***Pertengkaran mereka membuat sikap Febi terhadap Rangga jadi berubah. Dingin dan ketus. Dan untuk seorang gadis berdarah biru sangat kental seperti dia, itu jelas bukan sikap yang patut. Buntutnya, kedua orangtuanya terutama sang Kanjeng Ibu jadi ingin tahu apa penyebabnya. Dan Rangga melihatnya sebagai senjata untuk menjauhkan Febi dari kancah perang terbuka itu.Rangga tidak harus menceritakan apa yang sebenarnya terjadi secara gamblang. Soalnya itu bisa membuat kedua orangtua Febi kejang-kejang lalu masuk UGD. Cukup satu alasan yang tidak sepenuhnya benar, tapi juga tidak sepenuhnya bohong. Cukup dengan mengatakan bahwa Febi memaksa ikut dengannya mendaki gunung.Hasilnya, kedua orangtua Febi, sangat shock. Seketika mereka murka. Dan sekali lagi, Febi kembali menghilang. Langen dan Fani langsung menyadari itu, begitu mereka tidak melihatnya lagi di kampus selama dua hari berturut-turut. Dan ponselnya saat dihubungi, mailbox.''Febi ilang lagi, Wan.''Iwan menanggapi laporan Langen tenang.''Udah gue duga.''''Trus gimana?''''Nggak masalah. Lo liat sendiri gimana fisiknya, kan? Kalo dia ikut, udah bisa dipastiin, lo bertiga pasti kalah!''Langen tertegun.''Jadi kalo misalnya dia nggak ngilang kayak sekarang, tetep dia harus kita tinggal, gitu?''''Nggak juga. Untuk dia, gue udah nyusun rencana sendiri. Gimana? Udah dapet informasi di mana lokasinya?''Langen menggeleng lesu.***Febi langsung pura-pura tidur saat didengarnya suara mobil Rangga memasuki halaman. Seisi rumah sedang pergi, jadi tidak ada yang akan memaksanya menemui cowok itu. Memaksanya menelan dongkol dan marah bukan dengan wajah manis, tapi juga dengan sikap santun dan hormat!Didengarnya pintu kamarnya diketuk pelan, lalu dibuka. Pasti Juminem. Andi yang khusus mengurusnya. Tak lama kemudian didengarnya suara Juminem memanggilnya pelan dan hati-hati.''Ndoro Putri, itu ada tamu.''Febi tetap memejamkan mata rapat-rapat. Juminem menunggu beberapa saat lalu berjalan ke luar kamar. Sayup Febi mendengar suara Juminem memberitahu Rangga bahwa dirinya sedang tidur. Dan sayup juga didengarnya suara Ranga, meminta Juminem untuk tidak membangunkannya. Cowok itu akan menunggu sampai sang Gusti Putri bangun dengan sendirinya.Suasana lalu hening. Febi hanya mendengar suara para pembantunya yang sibuk dengan tugas masing-masing serta suara lembar majalah dibolak-balik oleh seseorang yang sedang menunggunya di ruang keluarga, yang akan dibiarkannya terus menunggu sampai rambut pendeknya jadi panjang!Tiba-tiba terdengar dering ponsel Rangga.''Ya, halo?..... Di tempat Febi, kenapa?..... Dia lagi tidur.....''Febi jadi menajamkan telinga saat volume suara Rangga menurun. Orang di seberang sana kalau bukan Rei, sudah pasti Bima. Dan yang sedang mereka bicarakan sudah pasti berhubungan dengan perang terbuka itu.Seketika gadis itu melompat bangun. Berlari ke pintu dan tanpa suara membukanya sedikit. Pembicaraan itu cuma terdengar sepatah-sepatah karena sekarang volume suara Rangga benar-benar kecil.Tak lama telepon ditutup. Febi buru-buru menutup pintu lalu melompat kembali ke tempat tidur. Satu jam kemudian hampir terlewat dan dia tetap terjaga. Pembicaraan rahasia itu mengusik rasa ingin tahunya. Setelah menunggu sampai suasana benar-benar senyap, gadis itu bangkit dari ranjang. Dibukanya pintu dengan hati-hati dan perlahan, lalu berjingkat-jingkat keluar. Ketika hampir mendekati pintu keluarga, sejenak dia berhenti lalu berdiri diam. Dipasangnya telinga. Benar-benar hening di dalam sana. Dia longokkan sedikit kepalanya. Rangga ternyata sudah tertidur di kursi panjang.Dengan langkah sangat hati-hati dan benar-benar tanpa suara, dengan kepala yang yang sebentar-sebentar menengok ke segala arah, berjaga-jaga agar jangan ada satu pun pembantunya yang memergokinya sedang melakukan ini, Febi menghampiri Rangga.Ditahannya napas tanpa sadar saat meraih ponsel Rangga yang tergeletak di meja. Benar saja. Bima yang menelepon tadi. Hati-hati diletakkannya kembali ponsel itu, lalu meraih organizer di sebelahnya. Meskipun tidak tahu apa yang dicarinya, Febi membalik tiap lembarnya lalu meneliti setiap tulisan yang ada di sana. Tetap dengan kepala yang sebentar-sebentar terangkat lalu menoleh ke arah pintu yang terbuka.Dan akhirnya gadis itu mendapatkan sesuatu!Di salah satu lembar, tertulis tanggal perang terbuka itu akan dilaksanakan. Diberi underline dan di bawahnya ditulis dengan nomor urut, empat tempat di mana salah satunya diberi lingkaran tebal-tebal dan tiga tanda seru. Cepat-cepat Febi Febi menuliskan nama tempat itu di telapak tangan, lalu meletakkan kembali organizer itu ke tempat semula. Kemudian ia segera bersiap lari.Sayangnya, langkah pertamanya untuk lari bertepatan dengan detik menjelang alarm ponsel Rangga berbunyi. Seketika gadis itu menyusupkan diri ke bawah kursi panjang. Menempelkan tubuhnya rapat-rapat di dinding lalu meringkuk kecil-kecil.Tubuhnya serasa membeku saat kedua kaki Rangga menjejak lantai. Salah seorang pembantunya, yang rupanya juga mendengar bunyi alarm itu, datang dengan secangkir teh. Rangga lalu menanyakan Febi dan dijawab masih tidur.Sepuluh menit kemudian, yang rasanya seperti satu jam, ponsel Rangga berdering. Tapi orang di seberang sana bukan Rei atau Bima, karena sepertinya dia menanyakan apakah Rangga ada acara pada tanggal perang terbuka itu dilaksanakan, dan dijawab ''ada'' oleh Rangga. Hiking ke satu tempat yang ternyata bukan seperti yang ditulis Febi di telapak tangan.
Febi ternganga dan segera memasang telinga. Selanjutnya adalah dua puluh menit yang benar-benar menyiksa. Yang harus dilewatinya dengan meringkuk di kolong kursi seperti janin. Masih ditambah dengan harus terus mengingat nama lokasi perang terbuka itu.
Ketika akhirnya Rangga memutuskan untuk pulang karena yang ditunggunya tidak kunjung membuka mata, kedua kaki Febi sudah kesemutan parah. Jadi meskipun keadaan sudah aman, apa boleh buat, dia teruskan acara meringkuknya sampai kedua kakinua bisa kembali digerakkan.


Girl!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang