BAB 13

13 0 0
                                    

''Rei ada di sini, Er?''''Nggak. Langen-nya aja nggak di rumah.''''Oh, ya?'' Bima pura-pura kaget. ''Ke mana?''''Paling di tempat Fani. Kalo nggak pulang, di mana lagi tuh anak kalo nggak di sana.''''Emangnya Langen nelepon kalo sekarang dia di tempat Fani?''''Nggak sih. Kenapa? Lo perlu sama Rei apa sama adek gue?''''Rei. Tapi gue lagi males muter-muter nih. Pasti di tempat Fani, ya?''''Pasti!''Bima mengangguk-angguk, heran kenapa Rei bisa ''kelewatan'' padahal jawabannya gampang sekali dicari. Diucapkannya terima kasih, lalu pergi. Di tikungan menuju rumah Fani, cowok itu menghentikan mobil sejenak. Dia mengucir rambut panjangnya, lalu menyembunyikan ekor kuda itu di bawah topi. Tidak perlu penyamaran yang njelimet karena Baleno ayahnya yang terpaksa dia bajak semua kacanya sudah cukup gelap.Saat menjelang tiba di tujuan, diturunkannya ujung topinya. Di balik dua lensa gelap, sepasang matanya lalu melirik tajam. Mengamati setiap sudut rumah Fani dengan saksama. Kedua orangtua Fani sepertinya akan pergi, karena mereka sudah berdiri di teras dengan dandanan rapi.''Fani! Jangan lupa itu, telepon Langen. Suruh ke sini. Sayang itu empek-empeknya!'' kata mama Fani sambil berjalan ke mobil.''Oke deh, Maaa!'' jawab anaknya dari dalam. Dan tak lama, Bima mendengar suara Fani meneriaki Ijah, ''JAAAH! TELEPON LANGEN GIH! SURUH KE SINI! CEPET GITU! JANGAN LAMA-LAMA KALO NGGAK MAU EMPEK-EMPEKNYA GUE ABISIN!''Cewek itu tidak sadar bahwa teriakan yang sebenarnya untuk mengelabui orangtuanya itu berhasil membuat detektif dadakan yang barusan saja lewat ikut tertipu. Bima tersentak. Baleno-nya berhenti mendadak. Ternyata masalahnya memang gawat!Segera diinjaknya pedal gas, buru-buru pulang. Rei sedang berjalan mondar-mandir di teras. Penampilannya tidak lebih baik. Begitu mobil Bima muncul, dia langsung melesat ke pintu gerbang. Di belakangnya, Rangga mengikuti dengan langkah lambat.''Ketemu!?''Bima geleng kepala. Harapan di mata Rei pupus seketika.''Ini serius, Rei. Orang-orang di rumah Langen nyangka tuh anak di rumah Fani. Sementara dia nggak ada di sana.''''Jadi gimana?'' tanya Rei putus asa.''Mau nggak mau lo harus ngasih tau keluarganya.''Rei tambah lunglai. ''Mendingan kita cari dulu.''''Kemana lo mau cari?''''Temennya bukan cuma Fani.''''Dan gimana caranya lo cari tau siapa-siapa aja temennya?'' tanya Bima. Rei tidak bisa menjawab. Bima menarik napas. Lembut, ditepuk-tepuknya bahu sahabatnya itu. ''Ayo, gue temenin. Sebelom semuanya jadi semakin parah.''''Gue setuju.'' Rangga mengangguk.Dengan diapit kedua sahabatnya, Rei berjalan lambat ke arah Baleno yang masih diparkir di pinggir jalan.Begitu tiba di depan rumah Langen, yang pertama terbayang di mata Rei adalah dua sosok orangtua Langen. Gimana bisa dia memberitahu mereka bahwa anak perempuan mereka satu-satunya.....hilang? Soalnya, meskipun nakal, Langen itu anak kesayangan. Salah satu kakaknya, Bagas, malah senpat membuat Rei cemburu karena kelewat menyayangi adik ceweknya itu.''Balik, Bim.'' Rangga menepuk pelan bahu Bima.Bima langsung setuju dan Baleno itu kemudian meninggalkan ruas jalan tempat dia sejenak diam.***Senin pagi, Fani berangkat ke kampus sendiri. Langen cabut kuliah. Sementara itu Rei datang ke kampus dengan penampilan yang benar-benar berantakan. Cowok itu memang cuma tidur kurang dari tiga jam selama hampir 48 jam terakhir, karena sebagian besar waktu dihabiskannya untuk berkeliaran ke mana-mana. Mencari sang kekasih yang hilang!Start sejak pertengkaran hebat yang berujung perpisahan itu, dan finish menjelang fajar. Dengan melibatkan kedua sahabatnya, pencarian diteruskan Minggu siang sampai Senin dini hari. Dengan hasil kembali nihil. Sang missing person tetap missing!Dan yang tersisa pagi ini tinggal khawatir, cemas, dan kalut yang semakin menjadi. Tadi pagi dia telepon lagi ke rumah Langen, dan pembantunya bilang Langen belum pulang. Satu jam kemudian diteleponnya kembali. Dan sekali lagi pula mendapatkan jawaban yang sama.''Paling ditempatnya Fani,'' kata Bagas. Rei tidak berani mengatakan bahwa si bungsu itu tidak ada di sana.Lunglai, Rei berjalan ke kelas sang kekasih yang hilang itu. Berharap ada kabar dari Fani.''Kenapa lo?'' Fani berlagak bego meskipun sebenarnya terkejut melihat kondisi Rei yang berantakan. Sama sekali tak disangkanya. Dia pikir cuma Langen yang parah. ''Ke kampus acak-acakan gitu. Nggak mandi pula, ya?''''Langen mana, Fan?'' Rei bertanya dengan nada memohon.''Belom dateng.''''Lo bukannya kalo pagi dijemput Langen?''''Biasanya emang gitu. Tapi tadi gue tungguin sampe jam tujuh lewat, tuh anak belom dateng juga. Gue teleponin berkali-kali ke HP-nya, eh dicuekin. Ya udah. Gue cabut duluan.''''Kenapa nggak lo tungguin? Kali aja dia dateng terlambat?'' Rei sepertinya menyalahkan.''Oh, lo harus tau kalo gue ini mahasiswi yang sangat rajin!'' jawab Fani diplomatis. ''Gue nggak mau telat masuk kuliah cuma gara-gara nunggu jemputan.''Mulut Rei sudah terbuka, ingin mengatakan bahwa Langen menghilang sejak Sabtu malam, tapi urung. Cowok itu lalu terduduk lunglai di sebelah Fani.''Heh! Ini kursinya Langen. Maen duduk aja. Sana! Sana! Cari tempat laen kenapa?''''Numpang sebentar, Fan. Gue nunggu Langen,'' ucap Rei lemah. Duh, kasihan banget deh denger suaranya.''Sebentar bener, ya? Ntar kalo orangnya dateng pindah, ya?''Rei mengangguk tanpa suara. Kemudian cowok itu benar-benar tidak mengeluarkan suara. Blas! Duduk diam dengan kepala menunduk dalam-dalam, dan baru berdiri begitu dosen datang.''Pergi dulu, Fan,'' pamitnya lirih, lalu berjalan keluar. Fani mengikuti dengan pandangan.''Gantung diri sana!'' dengusnya mangkel.Rei melangkah lunglai menuju tempat parkir. Dia harus ke rumah Langen untuk memberitahu keluarganya bahwa gadis itu hilang. Tidak bisa mundur lagi, karena telah lewat 36 jam sejak dilihatnya Langen terakhir kali.Rasanya benar-benar seperti sedang pergi ke pemakaman. Bukan cuma untuk menyaksikan orang yang dicintai dikuburkan. Tapi sekaligus juga untuk menguburkan diri sendiri. Tidak dalam keadaan jasad utuh, tapi serpihan daging dan tulang!''Wah, kebeneran kamu dateng, Rei!'' sambut mama Langen. Tapi kemudian dia menatap Rei dengan kening terlipat. ''Kamu kenapa? Kok berantakan begini? Pucat, lagi. Kenapa? Kamu sakit?''Perhatian tulus dari mama Langen itu malah membuat Rei semakin ditekan rasa bersalah.''Nggak, Tante. Cuma....kuliah lagi banyak tugas.''''Oh, begitu. Tapi tetep kesehatan itu harus dijaga.''''Iya, Tante. Terima kasih.''''Tante mau minta tolong sama kamu.''''Minta tolong?'' kening Rei berkerut.''Iya. Tante mau titip obatnya Langen.''''O-obat, Tante?''''Iya. Itu anak radang tenggorokannya lagi kambuh. Biasanya dia suka rewel. Kemarin sore waktu Fani ke sini, ngambil baju sama diktat-diktat kuliahnya, Tante lupa nitip.''Sontak sepasang mata Rei melebar. Benar-benar kaget!''Terus juga, tolong bilang sama mamanya Fani, kalo Langen minta dimasaki ini-itu, jangan dituruti. Kalo di sana dia berisik, dimarahi saja. Soalnya anak satu itu nakal sekali. Tolong ya, Rei?'' tidak ada sahutan. ''Rei?'' ulang mamanya Langen. Tetap tidak ada sahutan. Wanita itu menoleh dan jadi heran melihat Rei terpaku diam. Ditepuknya bahu cowok itu yang lalu jadi terlonjak kaget. ''Kenapa kamu? Kok bengong?''''Oh? Eh, maaf.... Tadi Tante bilang apa....?''''Nah, kan. Nggak denger, kan? Kenapa kamu?''''Nggak. Nggak apa-apa, Tante.'' Rei menggelengkan kepala. Benar-benar lega. Tubuhnya sampai sempit limbung saking beban berat itu terangkat tiba-tiba. Mama Langen mengulangi pesannya.''Terus, nanti suruh Langen nelepon Tante. Anak itu memang nakal! Nginap sudah dua hari, bukannya ngasih tau. Memang sih rumah Fani sudah seperti rumah sendiri. Tapi mbok ya kasih tau, gitu lho.''''Langen nggak bilang sama Tante?''''Fani sih udah ngasih tau. Malem Minggu kemarin Malam-malam, jam sebelas dia nelepon ke sini. Cuma Langen-nya itu lho. Kok ya nggak nelepon sama sekali. Baju sama buku-bukunya malah Fani juga yang ngambil ke sini. Ngapain aja tuh anak di sana?''Malam Minggu Fani nelepon ngasih tau!?Kesepuluh jari Rei mengepal. Bener-bener kurang ajar tuh cewek! Desisnya marah.***Fani langsung sadar Rei sudah mengetahui keberadaan Langen begitu dilihatnya cowok itu sudah ada lagi di luar kelas. Rei berdiri bersandar di sebuah pilar dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Wajah Rei kaku dan sepasang matanya menatap tajam ke satu titik. Dirinya! Dan sedetik setelah dosen keluar dari pintu depan, Rei langsung menerobos masuk lewat pintu belakang.''KENAPA LO NGGAK BILANG KALO LANGEN ADA DI RUMAH LO!!!?'' cowok itu berteriak. Benar-benar keras saking emosinya. Teman-teman sekelas Fani yang tadinya sudah bersiap akan pergi, sontak batal.''Kenapa gue mesti ngasih tau elo!?'' bentak Fani.''Gue hampir gila, tau! Gue muter-muter sampe pagi! Gue cari dia ke mana-mana!''''Bagus! Emang harus gitu! Baru juga hampir. Gue doain semoga lo gila beneran!''''FANI!!!'' bentak Rei menggelegar.''APA!!!?'' Fani balas membentak keras.Rei menggeram marah. ''Awas lo, Fan! Liat aja lo!'' ancamnya, lalu balik badan dan keluar.''Eh, tunggu! Tunggu!'' seru Fani. Tapi Rei sudah keburu hilang. Cewek itu bergegas menekan tuts-tuts ponselnya. ''IJAH!!!'' teriaknya begitu telepon di seberang diangkat.''IYA!'' Ijah jadi ikut teriak gara-gara kaget.''Langen lagi ngapain?''''Mandi.''''Jah, denger, Jah! Tutup semua pintu sama jendela! Kunci! Rei lagi ke situ! Jangan kasih dia masuk! Paham!?''''Paham! Paham!''Ijah langsung menjalankan perintah. Ditutupnya semua pintu juga jendela rapat-rapat, lalu dikuncinya. Menguncinya juga sampai terdengar bunyi ''ceklek'', supaya dia yakin benar-benar sudah terkunci. Langen keluar dari kamar mandi dan jadi heran melihat tingkah Ijah.''Kenapa lo tutupin jendela sama pintu, Jah? Mau pergi? Biar gue yang jaga rumah deh.''''Bukan! Kata Non Fani, Mas Rei lagi mau ke sini. Jangan dikasih masuk, katanya!''Langen terbelalak.''Iya! Iya! Jangan!''***Rei bingung mendapati rumah Fani benar-benat tertutup rapat. Dia memanjat pagar, lalu melompat masuk halaman.''Langen!'' panggilnya sambil mengetuk pintu keras-keras. ''Langen, buka pintu, La! Aku tau kamu di dalam!'' tidak ada sahutan. ''Langen! Buka pintu! Langen!'' tetap tidak ada sahutan. Diperiksanya hendel pintu. Terkunci.''LANGEEEN!'' Rei berteriak keras-keras. Pintu dipukulnya sampai getarannya terasa di jendela-jendela. Di ruang kerja Papa Fani yang sama sekali tak berjendela, Langen dan Ijah duduk meringkuk diam-diam.''Kayaknya dia kalap, Mbak,'' bisik Ijah.''Biarin aja, Jah!''Suasana berubah hening, Rei berdiri diam di depan pintu. Memasang telinga tajam-tajam. Berusaha menangkap bunyi sekecil apa pun, yang bisa memberinya tanda bahwa memang ada seseorang di dalam sana. Tapi ternyata suasana benar-benar hening. Sunyi senyap. Sesaat kemudian ditariknya napas panjang-panjang sambil memejamkan mata.''Langen,'' panggilnya kemudian dengan lembut. ''La, tolong keluar. Please? Kita omongin masalah ini baik-baik. Jadi tolong keluar. Sebentaaar aja.''Tetap tidak ada sahutan. Rei menarik napas panjang-panjang lagi. Kalau tidak ingat akibatnya akan runyam, sudah didobraknya pintu ini. Atau kalau tidak, dia pecahkan jendelanya. Minimal satu. Atau dua, atau semuanya sekalian kalau itu tetap tidak bisa membuat Langen keluar!Cowok itu lalu menempelkan mukanya di salah satu kaca jendela. Berusaha melihat ke dalam. Ruangan itu kosong. Dan tidak ada tanda-tanda ada orang bersembunyi di kolong kursi atau meja, atau menyempil di samping bufet panjang. Benar-benar tidak ada makhluk hidup di dalam sana!Rei pindah ke ruang makan. Mengintip lagi ke dalam lewat kaca-kaca jendelanya. Ruangan itu kosong. Juga tidak ada tanda-tanda adanya makhluk hidup. Tapi dia tetap yakin Langen ada. Somewhere in there. Diketuk-ketuknya kaca jendela.''Langen. Tolong keluar, La. Jangan kayak anak kecil begini. Keluar. Kita selesaikan baik-baik.''Tapi dua orang di dalam ruangan tak berjendela itu tetap duduk dalam diam. Langen membutakan hati meskipun panggilan itu sebenarnya sangat menyayat. Sementara Ijah jadi merasa sedih.''Keluar aja, Mbak,'' bisiknya.''Nggak!'' tolak Langen serta-merta.''Mas Rei kayaknya mau minta maaf tuh.''''Biarin aja! Denger ya, Jah. Lo gue kasih tau. Sekarang udah nggak zamannya lagi cewek ditinggalin cowok! Cewek bunuh diri gara-gara cowok! Cewek patah hati karena cowok! Cewek trauma cause of cowok! Sekarang.....zamannya cowok-cowok jadi gila karena cewek! Setuju?''''Waaah, setuju buanget, Mbak! Hebat! Itu bener-bener keren!'' sambut Ijah seketika.''Sip! Jadi biarin aja dia gedor-gedor. Ntar kalo pintunya rusak, atau kaca jendela ada yang pecah, tinggal kita kirimin aja tagihan ke rumahnya. Gampang!''
Malang benar nasib Rei. Sudah diketuknya setiap pintu juga kaca jendela, diteriakkannya nama Langen dengan sangat memilukan, berputar-putar mengelilingi rumah, tapi sang mantan pacar malah memeluk bantal kursi dan mengambil ancang-ancang untuk tidur. Ijah jadi ikut-ikutan. Bukan karena tidak ada kerjaan, tapi tidak mungkin dia meneruskan pekerjaannya kalau Rei masih ada. Dan tak lama Ijah benar-benar ketiduran.
Suara-suara ketukan di kaca itu berakhir. Suara panggilan berulang itu juga akhirnya hilang, diikuti suara langkah kaki di atas rumput yang berjalan menjauh. Suara pagar besi dipanjat, suara mesin mobil dihidupkan, suara ban-ban bergerak. Dan akhirnya lengang.
Satu menit, dua menit. Langen terpekur dalam lengang yang semakin membuatnya merasa kosong. Kalau dia tidak sedih, itu bohong. Kalau tadi dia tertawa-tawa di depan Ijah karena merasa menang, itu juga tidak sepenuhnya benar. Sama sekali tidak begitu. Sama sekali bukan.
Dia sedih! Tidak menyangka akan begini akhir cinta pertamanya. Berawal mirip film-film roman, setangkai bunga. Meskipun liar, bunga ungu yang dipetik Rei di tepi jalan itu tetaplah bunga, yang diulurkan padanya tanpa peduli ada begitu banyak mata di sekitar mereka. Disertai kalimat pendek yang dipahami semua manusia, pun mereka yang IQ-nya di bawah rata-rata: wo ai ni, I love you, ich liebe dich. Tapi Rei mengatakannya dalam bentuk lain meskipun sama noraknya.
''Jadi cewek gue, ya? Jangan bilang nggak, kalo lo nggak mau gue loncat ke tengah jalan sekarang juga!''Meskipun ancaman itu tak mungkin direalisasi, toh Langen mengiyakannya juga, dengan sebentuk senyum malu dan anggukan kepala. Dan akan tetap diingatnya hari itu. Hari di saat ada seseorang berjalan bersamanya. Manis. Indah.
Tapi, setelah diawali sederet tuduhan yang diteriakkan dengan nada tinggi, kenyataan bahwa mereka ternyata tak saling memahami, cinta itu berakhir....dengan satu botol!Tragis!!!
Bima baru saja membukakan pintu Jeep LC. Hardtop Canvas-nya untuk Fani, saat tiba-tiba saja mereka dikejutkan oleh satu teriakan keras.''FANI!!!'' Rei berlari menghampiri mereka dengan muka marah. ''LO NGASIH PERINGATAN, KAN!? IYA, KAN!?'' bentak Rei begitu sampai di depan Fani.''Iya! Trus kenapa!'' tantang Fani.''Ada di mana dia sekarang!?''''Jangan bego lo! Kalo emang gue mau ngasih tau, udah dari kemaren-kemaren, tau!''''Elo....!'' geram Rei. Kalau saja tidak ada Bima, entah sudah diapakan cewek ini.''Ada apa sih ini?'' tanya Bima, setelah beberapa saat hanya menatap bingung. ''Elo tadi kenapa nggak masuk, Rei? Gue udah bilang, ada kuis. Tau sendiri tuh dosen, mood-nya....''''Aaaah!'' Rei mengibaskan tangan. Persetan soal itu! Ditatapnya sahabatnya itu tajam."Tolong ya, Bim....! Lo suruh cewek lo ini.....ngasih tau.....dimana Langen sekarang!''''Kenapa? Dia belom pulang, kan?''''JELAS AJA NGGAK PULANG!'' teriak Rei. ''ADA DI RUMAH DIA!'' tunjuknya lurus-lurus ke muka Fani. Hampir saja tuh jari digigit sama yang yang kena tunjuk.''Bener Langen ada di rumah kamu, Fan?'' Bima menoleh ke ceweknya, yang langsung melengos ke tempat lain. ''Kenapa nggak bilang? Ada dua hari Rei ikut nggak pulang. Nyari Langen ke mana-mana, takut dia kenapa-kenapa.''''Biarin aja!'' jawab Fani ketus. ''Biar dia jadi gila!''''Elo ya!'' kesepuluh jari Rei mengepal. Bima ikut melotot.''Biarpun kamu sohibnya, aku nggak ngedoain kamu gila juga kok,'' sahut Fani enteng.''Bukan begitu. Aku sama Rangga jadi ikut repot. Bantuin Rei pontang-panting nyari Langen ke mana-mana. Dari jam dua siang sampe jam tiga pagi! Kalo hasil kuisku tadi jelek, itu berarti gara-gara kamu!''''Ih!'' Fani mendelik. ''Lagian mau aja. Yang ngilangin Langen kan dia. Ya biar aja dia yang cari sendiri!''''Nggak bisa begitu. Kamu sendiri gimana? Yang berantem sama Rei kan Langen. Kenapa kamu ikut-ikutan?''''Langen nggak salah! Emang dia aja nih....'' Fani menunjuk Rei lurus-lurus. ''Dia jahat! Nggak tau diri! Egois!''
Bima menarik napas, geleng-geleng kepala. Ditepuknya bahu Rei sekilas.''Lo ikut gue. Jemput cewek lo.''''NGGAK!!!'' seru Fani seketika. Dipelototinya Rei tajam-tajam. ''Gue kasih peringatan, jangan coba-coba lo ke sana!''''Fan, mereka ada masalah. Biar Rei ketemu Langen.''''Nggak!'' Fani tetap ngotot. Yang ngomong Bima, tapi tetap yang dia pelototi Rei. Soalnya Fani memang tidak berani memelototi Bima. Cari mati itu namanya! Fani lalu maju selangkah, dan ditentangnya sepasang mata hitam Rei. ''Lo mau deketin dia.....langkahin dulu mayat gue!''
Sepasang mata Bima kontan melebar. Cowok itu memalingkan muka ke tempat lain, menyembunyikan senyum gelinya.''Udah, Rei,'' kata Bima pelan. ''Jangan dipaksa kalo emang Langen nggak mau ketemu.'' Tapi sementara bicara, sepasang matanya memberikan isyarat. Rei langsung paham.
''Oke,'' Rei mengangguk. ''Awas ntar lo, Fan!'' katanya, lalu balik badan dan pergi.''Eh!? Lo ngancem!?'' seru Fani. ''SINI KALO BERANI! NGANCEM-NGANCEM SEGALA! LO KIRA GUE TAKUT, APA!? HEH! JANGAN PERGI LO! KE SINI KALO BERANI! SATU LAWAN SATU!!!''
Meskipun sudah mati-matian ditahan, tawa Bima akhirnya meledak juga.''Kenapa ketawa?'' Fani meliriknya dongkol.''Nggak. Nggak apa-apa.'' Bima geleng kepala. ''Makan yuk? Laper banget nih.''
Sengaja Bima mengulur waktu untuk membuat jarak dengan Rei, soalnya diam-diam Rei sedang meluncur ke rumah Fani.''Nggak,'' tolak Fani langsung. ''Aku mau pulang!''''Kenapa sih? Nggak bosen terus-terusan deket Langen?''''Maksud kamu apa ngomong begitu?''''Heran aja. Aku aja kadang bosen terus-menerus deket Rei sama Rangga. Meskipun bisa dibilang jarang, dibanding kamu sama Langen yang hampir setiap saat.''''Makanya. Kalo sampe Rei berani nekat, aku bikin dia jadi mayat!''Bima kontan ketawa geli. ''Emangnya bisa?'' godanya. ''Bikin kaki atau tangannya bengkak sedikit aja, belom tentu kamu bisa.''''Eeh, nantang ya? Mau nyoba?'' Fani jadi berang. ''Kamu jangan kaget ya, kalo tiba-tiba aja sohib kamu itu udah tergeletak di jalan gara-gara kena peluru sniper!''''Oh, jangan! Jangan!'' jawab Bima buru-buru. ''Oke, aku salah. Aku minta maaf. Tolong jangan bikin Rei jadi mayat. Pleaseee?'' sambungnya dengan ekspresi seolah-olah sangat ketakutan dengan ancaman itu.''Huh!'' Fani membuang muka dengan sombong. Bima terpaksa menahan tawa gelinya.''Oke deh. Yuk, aku anter pulang.''
Tapi saat Jeep Canvas Bima berbelok ke jalan yang melewati depan rumah Fani, cewek itu kontan terbelalak. Jeep CJ7 milik Rei sudah ada di sana!''Yeee, nekat nih!'' Fani mendesis marah. ''Mau apa lagi dia? Udah dibilang Langen nggak mau ketemu!'' dengan berang dibukanya pintu. Siap melompat keluar.''Eh! Eh!'' Bima buru-buru meraih pinggang Fani. ''Ini mobilnya masih jalan, Say! Nanti kamu jatuh. Kalo kenapa-napa, aku yang repot!''''Makanya berhenti!''''Ya sabar dong. Tanggung, tinggal di depan. Tutup pintunya.''
Begitu mobil berhenti, Fani langsung melompat turun.
Buru-buru dia berlari ke pintu pagar lalu berdiri rapat-rapat di depannya.''Udah gue bilang jangan ke sini, juga!'' dibentaknya Rei.''Fan, tolong. Gue cuma mau ngomong sebentar sama Langen.''''Ngomong aja sama gue. Ntar gue sampein ke dia!''''Ini pribadi, Fan.''''Oh! Udah nggak ada lagi pribadi-pribadian antara lo sama dia. Orang kalian udah putus!''Bima tak sabar lagi. Ditariknya Fani dari depan pintu pagar.''Lo masuk, Rei! Cepet! Tarik Langen keluar!''
Tanpa buang waktu, Rei membuka pagar yang tak terkunci, lalu langsung melesat masuk halaman.Fani terperangah. ''Hei!? Hei!? Awas aja lo....!''"Awas apa?" ulang Bima. Dikurungnya Fani dalam rentangan kedua tangannya. Cewek itu langsung menempelkan tubuhnya rapat-rapat di pagar."Ini kan rumah gue!""Trus kenapa kalo aku izinin Rei masuk? Mau protes? Boleh. Tapi aku nggak tanggung akibatnya!""Mak....sudnya?""Maksudnyaaaa....." Bima mendekatkan tubuhnya, membuat Fani semakin melekatkan diri serapat mungkin di besi-besi pagar. Pelan-pelan wajahnya mulai memerah.
Gila, ini pinggir jalan! Dari tadi mobil-motor tidak berhenti lalu-lalang. Apalagi orang jalan. Beberapa mulai memerhatikan mereka sambil senyum-senyum. Malah ada yang bersuit-suit segala. Bima tersenyum tipis.''Aku nggak keberatan sekali-sekali kissing di tempat umum."''HAAA!!!?'' Fani terkesiap dan seketika menutup mulutnya dengan kedua tangan.
Sementara itu dua orang yang sedang bersembunyi di balik gorden ruang makan, langsung panik begitu Rei berlari masuk halaman. Mereka nggak nyangka Rei akan kembali lagi. Dan parahnya, Ijah sudah membuka kunci pagar dan pintu ruang tamu begitu Rei pergi tadi.Keduanya nyaris terlompat saat pintu ruang tamu terbuka dengan empasan keras diikuti teriakan.''LANGEN! KELUAR, LA!!!''''Aduh, gawat!'' desis Langen. ''Jah, gue kudu buru-buru kabur nih.''''Gimana? Pintu belakang lagi rusak. Nggak bisa dibuka.''''Makanya gimana dong?''
Ijah terdiam. Berdecak bingung dengan suara pelan. Sementara itu Rei sedang menggeledah ruang tamu, lalu lanjut ke ruang keluarga, perpustakaan, dan semua ruangan di area depan. Langen dan Ijah tidak berani bergerak. Tetap meringkuk dalam-dalam di samping lemari makan, menutupi badan mereka rapat-rapat dengan gorden, dan baru berani bergerak begitu Rei berlari ke lantai dua sambil berteriak.''LANGEN! KELUAR!!!''''Cepet, Mbak! Cepet! Cepet! Ijah ada ide!'' bisik Ijah. Tanpa suara, dia berlari menyeberangi ruang makan. Langen langsung mengikuti tanpa berpikir lagi. Keduanya berlari masuk ke dapur lalu keluar ke halaman belakang. Mereka langsung menghentikan lari mereka dan menggantinya dengan langkah pelan. Keduanya menempelkan badan rapat-rapat di tembok, dia di tempat sambil menahan napas, begitu Rei muncul di teras atas dan men-sweeping halaman belakang lewat sepasang tatap tajam. Begitu Rei masuk lagi, kedua orang itu langsung berlari secepat-cepatnya menuju tempat sampah di sudut halaman. Hati-hati, takut mengeluarkan suara, Ijah membuka tutupnya.
''Cepet masuk, Mbak!'' bisiknya.''Masuk sini!?'' Langen terbelalak. ''Ogah, gila! Bau, tau!''''Tempat sampah di mana-mana juga bau. Masuk sini trus keluar ke jalanan samping. Gitu, Mbak. Cepetan! Ntar Mas Rei keburu turun!''Terpaksa, sambil menutup hidung dan menahan jijik, Langen masuk ke tempat sampah itu. Tutupnya langsung dirapatkan dan Ijah segera ngibrit ke dapur. Ijah langsung membuka kulkas, mengeluarkan sayuran, mengambil pisau dan talenan, dan terakhir memakai walkman! Barulah dengan tenang Ijah berakting sedang sibuk memasak.
Satu menit kemudian.....''HAH!'' Bahunya ditepuk dari belakang dan Ijah melepit betulan. Padahal itu sudah diduganya dan dia sudah berencana akan berlagak sangat terkejut kalau nanti Rei muncul. Tidak disangka, malah terkejut betulan. Dimatikannya walkman dan dicopotnya earphone."Mana Langen?""Nggak ada, Mas.''''Jangan bohong! Gue tau dia di sini. Ibunya yang bilang!''"Itu kemaren, Mas. Dua hari emang Mbak Langen nginep di sini. Tapi tadi dia pergi, abis Non Fani berangkat kuliah.""Jangan bohong!""Iiih, buat apaan, lagi?" Ijah mengelak dengan tenang. Sama sekali tidak takut. Wong bukan Rei yang bayar gajinya!"Dia bilang mau ke mana?""Paling juga pulang. Orang udah dua hari di sini."
Rei tidak bertanya lagi. Beberapa saat ditatapnya Ijah dengan sorot tajam, lalu balik badan dan berlari ke depan. Ijah meleletkan lidah panjang-panjang.''Weee! Emangnya Ijah takut?''
Tapi berikutnya dia tersentak. Sadar, sekarang ganti majikannya yang berada dalam bahaya. Buru-buru Ijah berlari ke depan. Benar saja. Di bawah cengkeraman Bima, Fani sedang dicecar Rei dengan bertubi pertanyaan. Beberapa detik Ijah terdiam panik. Dengan keras memutar otak dan.... Plops! Muncullah sebuah ide yang sangat brilian. Ijah langsung berdiri di ambang pintu teras dan berteriak gila-gilaan.''NON FANIII! ADA TELEPON DARI NYONYA! CEPETAN! KATANYA PENTIIING!''
Rei dan Bima saling pandang sesaat. Terpaksa mereka melepaskan tawanan. Fani langsung lari terbirit-birit masuk halaman. Begitu dia sudah masuk ruang tamu, Ijah langsung menutup pintu dengan bantingan keras. Anak kuncinya langsung diputar dua kali dan kedua gerendelnya langsung dikaitkan. Dia lalu berteriak lewat jendela yang berteralis.''BO'ONG DENG! NGGAK ADA TELEPON! KENA TIPU LO BERDUA! EMANG ENAK?''
Fani bengong sesaat. Lalu dia tertawa keras-keras sambil melompat-lompat dan bertepuk tangan.''Canggih lo, Jah! Cool! Top abis!''Ijah meringis. Setelah beberapa, saat memandangi kedua orang yang terus meledek dari balik kaca, Rei dan Bima pergi dengan marah.''Eh, Langen mana?'' tanya Fani.''Keluar. Ke jalanan samping.''''Lewat mana?''''Tempat sampah,'' jawab Ijah kalem.''Hah!?'' Fani ternganga dan langsung berlari keluar.Di jalanan samping rumahnya, meringkuk di antara tempat sampah dan sebatang pohon, Langen sedang setengah mati menahan mual. Lidahnya sudah melelet keluar panjang-panjang. Huek-huek tanpa suara.''Kasian amat sih lo?'' meskipun jijik, sebab bau Langen betul-betul seperti tempat sampah di sebelahnya, Fani menarik sahabatnya itu sampai berdiri. ''Mereka udah pergi. Lo jangan langsung masuk, ya? Mandi di luar dulu. Ntar gue siapin slang.''''Kejem amat sih lo!?'' jerit Langen. ''Emangnya gue kambing, mandi di luar?''''Elo bau, tau! Malah bauan elo daripada kambing!''CONTINUE TO BAB 14

Girl!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang